Apa Maksud Insya Allah oleh Joe Biden pada Debat Panas Calon Presiden Amerika?

Debat Panas Biden – Trump

Debat calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) yang mempertemukan Donald Trump dan Joe Biden berlangsung panas. Keduanya, saling serang dan mengumbar ejekan ke saingannya masing-masing. Debat perdana ini digelar di Case Western Reserve University, Cleveland, pada Selasa, 29 September 2020 malam waktu setempat atau Rabu, 30 September 2020 pagi waktu Indonesia. Sejumlah pembatasan, termasuk pembatasan jumlah penonton, diterapkan untuk menghindari penyebaran virus Corona.

Calon Petahana dari Partai Republik, Donald Trump konsisten menyela calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden. Kedua kandidat, Donald Trump dan rivalnya Joe Biden saling serang dalam debat yang berlangsung di Cleveland, Ohio, AS. Dalam sesi debat tersebut Rupanya Trump berhasil memancing emosi Biden atau menyela pembicaraan, hingga Biden banyak mengeluarkan ungkapan jengkel.

Akhirnya sesi panas terjadi ketika Partai Republik mendapatkan tekanan dari Biden, tentang kapan dia mengembalikan pajaknya ke publik. Seperti yang disadur dari CNN pada Rabu Rabu, 30 September 2020, Biden berkata, “Kapan? Insya Allah?”  Kata “Insya Allah” yang telah menjadi kata sehari-hari orang Muslim, memiliki fungsi sebagai respons yang tanpa komitmen terhadap sebuah pernyataan.

Dilansir dari state.com, terjadi beberapa perdebatan mengenai pernyataan yang dilontarkan Biden. Walapun sebagian masih meragukan apakah yang dia katakan adalah Insya Allah atau kata lain. Namun, banyak orang yang sudah yakin bahwa Biden mengatakan Insya Allah. Secara bahasa, Insya Allah berarti “jika Allah menghendaki” atau dalam bahasa Inggris “God willing”. Secara konteks, kalimat itu menyulut perdebatan karena diucapkan oleh Biden untuk menyindir Trump.

Insyā Allah di Al-Quran

Secara spiritual, frasa itu melambangkan ketundukan pada kehendak Allah Swt.

Dalam Alquran kalimat Insya Allah tertulis pada Surat Al-kahfi ayat 24, yang maknanya berkaitan dengan ayat 23.

“Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu ‘Sesungguhnya aku (Muhammad SAW) akan mengerjakan itu besok, (23) kecuali dengan Insya Allah (jika dikehendaki Allah),’ dan ingatlah kepada Tuhanmu jika engkau lupa dan katakanlah: ‘mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini (24).”

Surat Al-Kahfi merupakan surat Makiyyah yang turun di ujung tahun sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah. Pada waktu itu, orang Quraisy semakin geram dengan banyaknya orang yang masuk Islam setiap musim haji. Lalu salah seorang pembesar Quraish bernama Uqbah Abi Muaith menemui Ahli Kitab di Madinah untuk meminta saran. Ahli Kitab ini memberikan 3 pertanyaan yang jika bisa dijawab oleh Nabi Muhammad Saw maka dia adalah benar seorang Nabi. Pertanyaan tersebut hanya ada di kitab lama peninggalan para nabi sebelumnya.

Baca juga:   Pesantren Kilat Masjid Raya Pondok Indah (Sanlat MRPI)

Maka pulangnlah Uqbah ke Mekkah dengan keyakinan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak akan bisa menjawab. Sekelompok orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad Saw dengan tiga pertanyaan mengenai ashaabul kahfi, roh, dan kisah-kisah mengenai Dzulqarnain.

Pada saat itu, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata untuk datang kembali besok  غداً أجيبكم[ dan beliau akan menceritakan. Esok harinya, wahyu dari Allah sengaja datang terlambat, dan yang datang adalah surat Al-Kahfi ayat 23 dan 24 yang menyebutkan bahwa kita harus mengucapkan “Insya Allah” pada setiap janji karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Karena itu, jangan remehkan ucapan “Insya Allah”.

Allah Swt mengajarkan Nabi Muhamamd dan kita umatnya tentang adab supaya menyandarkan waktu yang akan datang dengan menyebut Insya Allah bahwa segala sesuatu di bawah kekuasaan Allah.

Hadis Nabi

عن أبي هريرة  عن رسول الله ﷺ أنه قال: قال سليمان بن داود -عليهما السلام: لأطوفن الليلة على سبعين امرأة -وفي رواية: تسعين امرأة وفي رواية: مائة امرأة- تلد كل امرأة منهن غلاماً يقاتل في سبيل الله، فقيل له -وفي رواية: قال له الملك- قل: إن شاء الله، فلم يقل، فطاف بهن فلم يلد منهن إلا امرأة واحدة نصف إنسان، فقال رسول الله ﷺ: والذي نفسي بيده لو قال: إن شاء الله لم يحنث، وكان دركاً لحاجته وفي رواية: ولقاتلوا في سبيل الله فرساناً أجمعون

Rasulullah SAW bersabda, ”Berkata Sulaiman bin Daud as: Malam ini aku akan berkeliling mengunjungi 70 perempuan, tiap perempuan kelak akan melahirkan seorang anak yang kelak akan berperang di jalan Allah.” Sulaiman ditegur malaikat, ”Katakanlah Insya Allah.” Sulaiman tanpa mengucapkan insya Allah mengunjungi 70 perempuan itu dan ternyata tidak seorang pun di antara wanita-wanita itu yang melahirkan anak, kecuali seorang wanita yang melahirkan seorang setengah manusia. Demi Allah yang nyawaku ada di Tangan-Nya, seandainya Sulaiman mengucapkan kata insya Allah niscaya ia tidak gagal dan akan tercapai hajatnya. Dalam riwayat lain, mereka semua akan menjadi pejuang di jalan Allah” (HR Bukhari dan Muslim). 

Baca juga:   Kita Adalah Cahaya

Kisah terakhir adalah mengenai kisah Nabi Musa as.

Pada suatu hari, ketika Nabi Musa as sedang mengajar kaumnya timbul pertanyaan, “Siapakah yang paling alim diantara kalian?’ Nabi Musa as menajwab ‘Saya’. Atas jawaban tersebut Allah menegur beliau dan memberitahukan kepadanya bahwa ada seorang hamba Allah swt yang lebih alim. Akhirnya Nabi Musa as ingin berguru kepada hamba Allah itu yang tak lain adalah Nabi Khidhir as. Lalu hamba Allah itu menerimanya dengan syarat : Nabi Musa tidak boleh bertanya,berkomentar, apalagi mengingkari apa yang akan dilihatnya sebelum hal itu dijelaskan kepadanya. Nabi Musa as menerima persyaratan itu. Namun Nabi Khidhir berkata, “Akan tetapi kamu tidak akan mampu bersabar”.

Spontan Nabi Musa as menjawab, “Insya Allah kamu akan mendapati diriku sebagai orang yang sabar.” Dari jawaban ini beliau memang mengucapkan Insya Allah akan tetapi perkataan beliau mengisyaratkan bahwa beliau satu-satunya orang yang sabar atau dengan kata lain beliau kurang tawadhu’. Akibat kekurangan inilah terbukti bahwa Nabi Musa as memang tidak sabar, sebab setiap Nabi Khidhir melakukan sesuatu beliau selalu berkomentar, bertanya, dan mengingkarinya. Kisah ini diabadikan oleh Allah swt dalam QS Al-Kahfi ayat 60-82.

Berbeda halnya dengan jawaban Nabi Ismail ketika ayahnya Nabi Ibrahim as berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.”

Nabi Ismail as menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Ash-Shaffat : 102). Jawaban ini mengartikan bahwa banyak sekali orang-orang yang sabar didunia ini dan insay Allah beliau termasuk salah satunya. Dan terbuktilah bahwa beliau memang orang yang sabar.

Makna Insyā Allah yang Tereduksi

Kata pengacara Muslim sekaligus penulis opini untuk New York Times, Wajahat Ali dalam cuitannya.

Baca juga:   Survei Tempat Pesantren Ramadhan di Camp Hulu Cai

“Ya, Joe Biden mengatakan ‘Insya Allah’ selama debat # Debates2020,”

“Mengatakan Insya Allah tidak membuat Anda menjadi Muslim.”

Biden melontarkan ‘Insyaallah’ untuk merespons Trump, lebih karena alasan waktu yang tidak jelas kapan dia akan membayar pajak yang telah lama dijanjikan.

Terjadi kultural literasi yang buruk dimana kata insya Allah yang bermaksud positif menjadi negatif, dari yang bersifat Azam melakukan menjadi tidak ada keinginan melakukan, dari optimis menjadi pesimis.

Hal ini bisa terjadi karena buruknya muamalah umat Islam di masyarakat umum, kebanyakan kita mengatakan insya Alllah sebagai pemanis bibir, janji yang potensial dilanggar, komitmen yang tidak teguh dan harapan yang tidak pasti.

Hati-hati, jangan remehkan ucapan “insya Allah” karena berarti kita juga telah meremehkan bantuan yang diberikan oleh Allah Ta’ala.

Kita berkata “jika Allah mengizinkan”, maka kita telah membuat sebuah perjanjian dengan Allah Azza Wa Jalla dan akan melakukan janji tersebut jika tidak ada hal mendesak yang membuat perjanjian tersebut terpaksa digagalkan seperti misalnya kecelakaan hebat yang membuat kita tidak lagi bisa pergi, atau sebuah badai besar yang menghalangi kita untuk datang ke tempat yang sebelumnya sudah sama-sama dijanjikan oleh kedua belah pihak jauh-jauh hari.

Ibnu Rajab menukil dari Imam Al-Auza’i yang mengatakan “Jika seseorang mengatakan ‘saya akan melakukan sesuatu insya Allah’ dan dalam niatnya tidak mau melakukan, termasuk orang yang berdusta dan menyelisihi janji.

Mari berhati-hati mengatakan insyā Allah sesuai dengan konsekuensinya. Semoga kita senantiasa diberi petunjuk dan pada setiap ucapan dan tingkah laku, agar istiqamah di jalan yang benar dan diridhai Allah Swt.

Sumber;

Tafsir Al-Kahfi ayat 23-26 oleh Prof. Dr. Khalid bin Utsman As-Sabt https://khaledalsabt.com

YouTube Dr. Iyaad Qunaibi

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *