Critical Thinking dalam Pendidikan Islam

Definisi Critical Thinking menurut National Council for Critical Thinking tahun 1987 adalah “Proses intelektual yang dengan aktif dan terampil mengonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran atau komunikasi untuk memandu keyakinan dan tindakan.”

Konsep critical thinking dalam Al-Quran memiliki relevansinya dengan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam harus mengacu kepada Al-Quran. Dalam hal pengembangan kualitas intelektual, hendanya para pendidik memperhatikan Al-Quran yang dalam banyak ayat menyebutkan afalaa ta’qiluun, afaaa tatafakkaruun, afalaa tatadabbaruun dan yang semisal ini sehingga tercipta tujuan pendidikan Islam yaitu menjadikan manusia cerdas serta beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.

Critical thinking adalah kemampuan berpikir secara jernih, logis, reflektif, sistematis dan rasional. Cara berpikir seperti ini dibutuhkan dalam mempertimbangkan sesuatu dan mencari keputusan yang paling baik diantara keputusan-keputusan lainnya. Secara sederhana bisa diartikan sebagai kemampuan berpikir jernih dan rasional apa yang harus dilakukan.

Menurut Syarbini (2020), seseorang yang memiliki kemampuan mengingat berbagai fakta dan mengetahui banyak fakta belum tentu memiliki kemampuan berpikir kritis, menurutnya ada beberapa ciri seseorang yang memiliki keterampilan berpikir kritis.

  • Memahami hubungan logis antara gagasan.
  • Mengidentifikasi, membangun dan mengevaluasi argument
  • Mendeteksi ketidakkonsistenan dan kesalahan umum dalam bernalar.
  • Melakukan pemecahan masalah secara sistematis
  • Mengidentifikasi pentingnya berbagai ide.
  • Melakukan proses pembenaran terhadap keyankinan dan nilai-nilai secara mandiri.

Sarjana Muslim abad pertengahan banyak menulis tentang pengembangan kurikulum, tujuan dan sasaran sistem pendidikan Islam.

Membandingkan Blooms taxonomy dengan karya-karya skolastik klasik abad pertengahan pada pengembangan kurikulum menunjukkan kesamaan yang luar biasa dalam pemahaman mereka tentang peran menghafal sebagai aspek mendasar dari pendidikan.

Baca juga:   The Difficulty of Defining Reflection

Michael Smith dari Qalam Institute US memberikan penguatan kepada Pendidikan Islam yang sedang marak di Indonesia yaitu menghafal Alquran di masa kecil yaitu dengan membandingkan kurikulum Zaman pertengahan dengan Bloom Taxonomy.

Dan perlu menjadi perhatian bahwa menghafal adalah basis paling bawah dalam Bloom, Penghafal Alquran jangan hanya cukup disitu, tapi meningkatkan diri ke level lebih atas atau dalam Istilah Alquran adalah Tadabbur, Tadzakkur, Tafakkur (dalam Bloom: understand, apply, analiza..) disini peran sekolah, institusi atau guru berperan.

Bila Penghafal Alquran tidak meningkatkan dirinya ke level yang lebih atas, maka akan dikhawatirkan kemampuan berpikir kritis hilang, jiwa rapuh dan mudah diajak ikut terorisme sebagaimana diungkapkan Prof. Abdullah Sahin dalam bukunya New Direction in Islamic Education.

Kemunduran dan ketertinggalan negara-negara Islam di bidang pendidikan antara lain disebabkan institusi pendidikan mereka kurang mengamalkan dua tradisi penting pengajaran dan pendidikan yang pernah melejitkan peradaban Islam masa lampau di bidang iptek. Dua tradisi tersebut yaitu institusi dan sistem pendidikan yang menghormati kebebasan akademik dan mengutamakan berpikir kritis.

Maka institusi pendidikan perlu menyuburkan kembali tradisi berpikir kritis dan penghormatan atas kebebasan akademik.

Fungsi pendidikan adalah menolong anak-anak  menjadi manusia yang bisa berpikir.

Seorang guru dalam pembelajaran di kelasnya bisa menggunakan Taksonimo Bloom. Saya ambilkan contoh sebagaimana dipraktikkan Ust. Hasrizal yang diceritakan di salah satu ceramah beliau. Ust. Hasrizal menyampaikan ceramah 1 Muharram mengambil tema yang fokus pada satu saja yaitu perihal peristiwa Hijrah Nabi menjadi titik awal dibuatnya tanggal 1 Hijriyah. Fokus satu bahasan dalam waktu 10 menit saja, waktu yang tersisa dibuat untuk Kuis yang pertanyaannya dibuat berdasarkan urutan Taksonomi Bloom yaitu dari kemampuan menghafal (remembering), memahami (understanding), mengaplikasikan (applying), Menganalisa (analyzing), membuat (creating).

Baca juga:   Pendekatan Islam tentang Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Menghafal Al-Quran dalam konteks pesantren tahfidz baru sampai tingkat remembering berdasarkan Taksonomi Bloom (the lowest level of thinking). Hafal 30 juz adalah baru sampai pada tingkat pertama kemampuan berpikir. Tadabbur, Tazakkur, Tafakkur, membuat Ibrah dan Ulul Albab merupakan hal yang sama dengan tingkatan Bloom.

Indonesi, termasuk juga di Malaysia merupakan satu-satunya negara di dunia yang jika seseorang sudah selesai menghafal Al-Quran akan diberikan julukan “Al-Hafidz”. Bukan tidak bagus, namun harus diketahui bahwa hafal Al-Quran itu berada di level satu dan masih ada level atau tingkatan di atasnya untuk melaksanakan kehendak Al-Quran.

Jika fikiran tumpul, mandek dan menjawab soal berdasarkan hafalan saja menghasilkan seseorang yang ingin mengaplikasikan Al-Quran dalam realitas dan timbullah radikalisme dan terorisme.

Simak kajian Ust Hasrizal dari Malaysia yang saat ini sedang menyelesaikan doktoral di Findland.

(PDF) Islamic Pedagogy and Critical Thinking: Does Islamic Pedagogy want Critical Thinkers oleh Michael Smith dari Qalam Institute

Available from:

https://www.researchgate.net/publication/327254250_Islamic_Pedagogy_and_Critical_Thinking_Does_Islamic_Pedagogy_want_Critical_Thinkers

(PDF) New Directions in Islamic Education-Abdullah Sahin Introduction & Book Review.

Available from: https://www.researchgate.net/publication/327104119_New_Directions_in_Islamic_Education-Abdullah_Sahin_Introduction_Book_Review

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

2 Comments

  1. Assalamu’alaikum, mas Jumal Ahmad.
    Apakah sampean punya bukunya Abdullah Sahin ini versi ebook? Jika iya, apa sampean bersedia berbagi dengan saya? Saya juga tertarik membaca pemikiran pendidikan islam, terutama yang terkini.

  2. Waalaikum Salam wr wb.
    Senang sekali ada yang tertarik dengan tulisan di blog sederhana saya. Terima kasih sudah berkunjung.

    Saya belum punya ebooknya, saya sudah chat dengan Prof Sahin terkait rencana tesis saya dan beliau memberikan saran kepada saya untuk membaca Bab 7 buku beliau.

    Maka saya mencari bukunya di Google Book dan mendapatkannya yang full, kemudian untuk memudahkan membaca saya print screen dan saya print Bab 7.

    Jadi mohon maaf saya belum punya file ebook, sila coba di Google Book.

    Saya tunggu komentar selanjutnya, terima kasih.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *