Mukadimah
Alhamdulillah, pujian dan syukur kepada Ilahi atas berbagai karunia dan anugerah yang tidak terhitung untuk kita semua. Salawat dan salam untuk Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat dan yang mengikut jejak langkahnya hingga hari kemudian.
Beberapa hari yang lalu tersiar kabar yang cukup menghebohkan Indonesia yaitu insiden penusukan penganiayaan terhadap dua orang santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, di Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta. Para pelaku yang diketahui sedang dalam pengaruh minuman keras.
Sekedar membantu umat via tulisan, kali ini Ahmadbinhanbal.com menghadirkan tulisan Terkait Bahaya Minuman Keras (Miras) yang kami ambil dari berbagai sumber terpercaya. Semoga usaha kecil ini memberikan manfaat dan mendapatkan rida Allah Swt..
- Mukadimah
- Kata Khamr dalam Bahasa Arab
- Kedudukan Miras dalam Syariat Islam
- Setiap Perkara yang Memabukkan Adalah Haram
- Pengertian Khamar
- Pengertian Mabuk
- Minuman yang Memabukkan Adalah Najis
- Hikmah Pengharaman Minuman yang Memabukkan
- Tahapan Penetapan Keharaman Miras
- Hukuman Had bagi Peminum Miras
- Hukum Indonesia tentang Miras
- Khatimah
- Referensi
- FAQ
- Artikel Terkait di Blog
Kata Khamr dalam Bahasa Arab
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), khamar adalah minuman keras atau anggur. Khamar juga dikenal sebagai minuman beralkohol atau minuman yang memabukkan.
Sementara itu, Dalam Bahasa Arab, kata Khamr menurut Dr. Halimy Zuhdi
Kedudukan Miras dalam Syariat Islam
Dalam Fiqh al-Manhaji (3/75-81), kitab yang merupakan terjemahan dari al-Fiqh al-Manhaji ‘alaa Madzhab al-Imam asy-Sya’fi’i karya Syekh Dr. Musthafa al-Bugha dkk, para penulis menjelaskan kedudukan minuman keras dalam Islam.
Haram meminum minuman yang memabukkan (خمر) yang terbuat dari perahan anggur atau bukan, yang terbuat dari benda lain.
Berdasarkan firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.(Surah al-Maidah: 90)
Arahan supaya menjauhi miras lebih kuat daripada meminumnya. Hal ini karena meminumnya saja tidak termasuk minum lain yang berkaitan dengannya, seperti melayani seseorang minum, membeli atau menjualnya.
Sementara, arahan menjauhinya bermaksud, perintah supaya menjauhi segala perkara yang berkaitan dengan arak, termasuk minum dan sebagainya.
Setiap Perkara yang Memabukkan Adalah Haram
Ayat al-Quran telah mengharamkan miras yang terbuat dari anggur saja, tetapi pengharaman tersebut termasuk semua benda yang memabukkan.
Berdasarkan hadis daripada Nabi SAW:
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
Artinya
“Semua yang memabukkan adalah haram.”
Riwayat Bukhari (5263) dan Muslim (2001)
Hadis ini menjelaskan maksud miras, yaitu semua perkara yang memabukkan. Semua benda yang memabukkan walau apa pun namanya, hukum meminumnya adalah sama dengan hukum miras, yaitu haram.
Menurut ijma’ ulama’, pengharaman arak adalah karena ia memabukkan. Oleh itu, pengharaman tersebut mestilah sama atas semua minuman yang memabukkan tanpa perbezaan walau apa jua asalnya.
Ini berdasarkan hadith daripada Abu Malik bin al-Asy’ari RA, dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِى الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا
Artinya
“Demi sesungguhnya manusia di kalangan umatku akan minum arak yang mereka menamakannya dengan nama yang lain.”
Riwayat Abu Daud (3688) dan Ibn Majah (4020)
Pengertian Khamar
Pengertian Mabuk
Menurut KBBI, mabuk berarti berasa pening atau hilang kesadaran; berbuat di luar kesadaran; lupa diri. Mabuk menghalang fungsi akal karena tidak dapat mengawal dengan baik dan sewajarnya.
Yang memabukkan adalah sesuatu yang diminum itu menyebabkan seseorang mabuk tanpa mengira kadarnya. Karena itu, tidak harus sama sekali memabukkan peminumnya, baik kadar yang diminum itu sampai memabukkan ataupun tidak, dan peminum itu mabuk ataupun tidak.
Ini berdasarkan hadis daripada Jabir r.a.
مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
Artinya
“Apabila benda yang banyak memabukkan, maka yang sedikit pun adalah haram.”
Riwayat Abu Daud (368), al-Tirmizi (1866) dan Ibn Majah (3393)
Hadith seterusnya daripada Aisyah R.Anha, katanya, sabda Rasulullah SAW:
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ مَا أَسْكَرَ الْفَرَقُ مِنْهُ فَمِلْءُ الْكَفِّ مِنْهُ حَرَامٌ
Artinya:
“Setiap yang memabukkan adalah haram, sesuatu yang kadarnya satu faraq (فرق) boleh memabukkan, maka segenggam daripadanya pun haram.”
Riwayat al-Tirmizi (1867) dan Abu Daud (2687)
Minuman yang Memabukkan Adalah Najis
Menurut Mazhab al-Syafie, arak dan minuman yang memabukkan adalah najis. Ini berdasarkan firman Allah Swt.
“Bahawa sesungguhnya arak, dan judi, dan pemujaan berhala, dan mengundi nasib dengan batang-batang anak panah, adalah (semuanya) kotor (keji).”
(Surah al-Maidah: 90)
Perkataan rijsun dengan makna kotor dan najis.
Hikmah Pengharaman Minuman yang Memabukkan
Allah SWT mengurniakan nikmat yang berbagai-bagai kepada manusia dan yang paling utama ialah nikmat akal yang membezakan manusia, bahkan memuliakannya berbanding dengan makhluk yang lain.
Kestabilan hidup manusia sama ada sebagai individu atau sebagai anggota masyarakat bergantung kepada kesempurnaan dan kekuatan akal.
Semua minuman yang memabukkan merusak akal dan menyebabkan manusia kehilangan banyak faedah dan kelebihannya. Hal ini mengakibatkan jiwa mereka menjadi lemah, dikuasai oleh hawa nafsu, timbul rasa benci-membenci dan persengketaan di kalangan orang Islam, sehingga putus hubungan persaudaraan dan hilang rasa kasih sayang.
Lebih dahsyat lagi, bahaya minum miras menghalang manusia mengingati Allah dan menjauhi mereka daripada rahmat, kurnia dan ihsan-Nya.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya syaitan itu hanyalah bermaksud mahu menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dengan sebab arak dan judi, dan mahu memalingkan kamu daripada mengingati Allah dan daripada mengerjakan sembahyang. Oleh itu, mahukah kamu berhenti (daripada melakukan perkara-perkara yang keji dan kotor itu atau kamu masih berdegil)?”
(Surah al-Maidah: 91)
Begitu juga hadis dari Rasulullah saw.:
اجْتَنِبُوْا الخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ
Artinya:
“Hendaklah kamu menjauhi arak, sesungguhnya arak kunci segala kejahatan.”
Riwayat al-Hakim (4/145)
Begitu juga, hadith daripada Uthman r.a. secara mauquf:
اجْتَنِبُوا الْخَمْرَ فَإِنَّهَا أُمُّ الْخَبَائِثِ
Artinya:
“Hendaklah kamu menjauhi arak kerana ia punca segala kejahatan dan kerosakan.”
Riwayat al-Nasaie (8/315)
Itulah sebahagian hikmah pengharaman arak dan semua jenis makanan atau minuman yang memabukkan.
Tahapan Penetapan Keharaman Miras
Mengkonsumsi minuman keras merupakan tradisi masyarakat yang sudah tua, bahkan sebelum Islam datang, masyarakat Arab sudah memiliki tradisi meminum khamr. Oleh karena itu dalam penetapan keharaman khamr dilakukan secara bertahap (tadarruj).
Ada empat tahapan dalam pentasyri’an keharaman khamr yaitu:
- Tahap pertama adalah Alquran mengajak masyarakat untuk berpikir objektif tentang khamr dan darimana asalnya. Dalam QS An Nahl ayat 67, dijelaskan bahwa anggur yang menjadi asal usul pembuatan khamr adalah tanaman yang halal dan rezeki yang baik. Manusialah yang kemudian memproduksi anggur menjadi khamr yang memiliki sifat memabukkan. Dengan demikian, Khamr adalah minuman buatan manusia dan memiliki mafsadah bagi mereka sendiri.
- Tahap ketiga, Alquran membatasi lingkup kebolehan meminum khamr, sebagaimana terdapat dalam QS An Nisaa 43. Dalam ayat tersebut terdapat larangan melaksanakan salat dalam keadaan mabuk (akibat minum khamr). Pembatasan ini merupakan upaya Alquran melokalisir tradisi minum khamr di masyarakat. Jika dikontekskan pada masyarakat sekarang, maka limitasi peredaran minuman keras diatur dalam Peraturan Daerah dengan adanya penggolongan jenis minuman beralkohol, pembatasan tempat menjualnya, dan sebagainya.
- Tahap keempat, melarang secara tegas mengkonsumsi khamr, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Maidah ayat 90-91. Dalam ayat 91, khamr dikategorikan sama dengan judi (maisir), berkorban untuk berhala (anshab) dan mengundi nasib dengan anak panak (azlam). Keempat perbuatan tersebut memiliki kesamaan mafsadah, yakni menghilangkan fungsi akal (hifz aql). Orang yang meminum khamr, berjudi, menyembah berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah orang yang kehilangan akal sehatnya. Dalam ayat 91 juga ditegaskan bahwa prbuatan-perbuatan tersebut termasuk perilaku syetan, dan berdampak pada kerusakan pribadi dan sosial.
Ketentuan-ketentuan dalam Alquran tersebut juga dirinci dalam hadis. Beberapa hadis Nabi memberikan penjelasan (bayan tafsir) terhadap hukum khamr, yaitu:
Allah melaknat khamr, peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penyimpannya, pembawanya dan penerimanya (HR Ahmad dan Thobroni),
Setiap minuman yang memabukkan adalah haram (HR Bukhari),
Sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka meskipun sedikit adalah haram, Jauhilah khamr karena ia adalah kunci keburukan (HR Al Hakim).
Dari kedua sumber hukum Islam ini, jelas bahwa hukum khamr adalah haram.
Hukuman Had bagi Peminum Miras
Hukuman peminum minuman yang memabukkan sama ada arak atau yang lainnya adalah dengan 40 kali pukulan dengan syarat-syarat yang akan dijelaskan. Pemerintah harus menjalankan hukuman tersebut hingga 80 kali sebatan sebagai tambahan dengan hukum ta’zir (تعزير).
Ini berdasarkan hadith daripada Anas RA:
كَانَ يَضْرِبُ فِى الْخَمْرِ بِالْجَرِيدِ وَالنِّعَالِ أَرْبَعِينَ
Maksudnya: “Nabi SAW menyebat peminum arak sebanyak 40 kali sebatan dengan pelepah tamar dan selipar.”
Riwayat Muslim (1706)
Hadith yang lain, daripada Anas RA:
أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَدَ فِى الْخَمْرِ بِالْجَرِيدِ وَالنِّعَالِ ثُمَّ جَلَدَ أَبُو بَكْرٍ أَرْبَعِينَ. فَلَمَّا كَانَ عُمَرُ وَدَنَا النَّاسُ مِنَ الرِّيفِ وَالْقُرَى قَالَ: مَا تَرَوْنَ فِى جَلْدِ الْخَمْرِ؟ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ: أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا كَأَخَفِّ الْحُدُودِ. قَالَ: فَجَلَدَ عُمَرُ ثَمَانِين
Maksudnya: “Nabi SAW menyebat peminum arak dengan pelepah tamar dan selipar sebanyak 40 kali. Abu Bakar juga pernah menyebat 40 kali. Pada zaman Umar RA, ramai orang dari pedalaman dan kampung datang ke Madinah, lalu Umar bertanya kepada para sahabat, katanya: “Apakah pendapat kamu tentang hukuman sebat atas peminum arak?” Jawab Abdul Rahman bin ‘Auf: “Aku fikir, kamu menjalankan hukum hudud yang paling ringan.” Abdul Rahman berkata: “Selepas itu, Umar RA menghukum 80 kali sebatan.”
Riwayat Muslim (4551)
Tindakan Umar tersebut menunjukkan bahawa sebatan yang melebihi 40 kali adalah ta’zir dan bukan hudud.
Ini berdasarkan hadith daripada Uthman RA:
فَاجْلِدْهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ جَعْفَرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. وَعَلِىٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَعُدُّ حَتَّى بَلَغَ أَرْبَعِينَ فَقَالَ أَمْسِكْ. ثُمَّ قَالَ جَلَدَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعِينَ وَجَلَدَ أَبُو بَكْرٍ أَرْبَعِينَ وَعُمَرُ ثَمَانِينَ وَكُلٌّ سُنَّةٌ وَهَذَا أَحَبُّ إِلَى
Maksudnya: “Uthman RA memerintahkan al-Walid bin Uqbah bin Abu Muait disebat, lalu dilakukan oleh Abdullah bin Ja’far RA, manakala Ali RA pula mengiranya. Apabila sampai 40 kali sebatan, Ali memberitahu Abdullah supaya berhenti, seraya berkata: “Nabi SAW menyebat 40 kali, begitu juga Abu Bakar, akan tetapi, Umar RA menyebat 80 kali. Semuanya adalah sunnah. Namun, hukuman ini yang lebih aku suka.”
Riwayat Muslim (1707)
Maksud Ali ialah hukuman 40 kali sebatan sudah memadai kerana kadar itulah yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Kadar ini lebih selamat dalam pelaksanaan hukum daripada menambahnya yang ditakuti berlaku zalim. Ulama’ fiqh menyatakan bahawa hukuman 40 kali sebatan daripada Rasulullah SAW ialah hukuman asas. Adapun tindakan Umar RA menyebat 80 kali, Ali menjelaskannya seperti berikut:
نَرَى أَنْ تَجْلِدَهُ ثَمَانِينَ فَإِنَّهُ إِذَا شَرِبَ سَكِرَ وَإِذَا سَكِرَ هَذَى وَإِذَا هَذَى افْتَرَى
Maksudnya: “Kami berpendapat, engkau menghukum 80 kali sebatan adalah kerana apabila seseorang minum arak dia mabuk, ketika mabuk dia merepek, seterusnya berbohong.”
Riwayat Malik dalam al-Muwatta’ (1541)
Hukuman berbohong menuduh orang lain berzina ialah 80 kali sebatan. Justeru, hukuman minum arak yang melebihi 40 kali sebatan, sebagaimana yang dilaksanakan oleh Umar RA adalah sebagai ta’zir. Menurut Mazhab al-Syafie, hukuman yang lebih baik setakat 40 kali sebatan sahaja kerana itulah yang datang daripada Rasulullah SAW.
Ditegah melaksanakan hukuman sebat ketika peminum arak sedang mabuk. Hal ini adalah kerana hukuman yang dijalankan ketika itu tidak mencapai tujuan pencegahan. Oleh itu, pelaksanaannya hendaklah ditangguhkan sehingga dia pulih supaya terhasil pencegahan mengambil arak semula.
Hukum Indonesia tentang Miras
Dalam konteks masyarakat Indonesia, MUI telah menetapkan beberapa fatwa yang berkaitan dengan minuman keras, yakni:
Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol yang memutuskan bahwa meminum minuman beralcohol adalah Haram.
Fatwa MUI No. 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol, yang menetapkan bahwa Minuman yang mengandung alcohol minimal 0,5 % masuk kategori khamr.
Fatwa MUI No. 11 Tahun 2018 tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol, dan Fatwa MUI Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Alkohok/Etanol untuk Bahan Obat.
Kami mengambil kesempatan untuk menasihat seluruh rakyat Malaysia untuk menghindarkan diri daripada hanyut dengan arak. Arak telah terbukti menjadi ibu bagi segala kerosakan masyarakat, perpecahan dan keruntuhan rumahtangga. Malah dalam Islam, perbuatan meminum arak adalah satu maksiat yang wajib ditinggalkan.
Di United Kingdom (UK), angka rasmi jenayah akibat meminum alkohol adalah 45-46 % kejadian jenayah, 39 % keganasan rumah tangga dan hampir 1 juta serangan ganas berlaku pada 2007 hingga 2008 berpunca daripada mabuk atau separuh mabuk. Ia jelas menunjukkan bahawa meminum arak bukanlah budaya yang baik dan sihat.
Khatimah
Semoga Indonesia terus maju ke hadapan dan meninggalkan budaya-budaya yang tidak bermanfaat kepada bangsa dan negara.
Akhukum fillah
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal
Referensi
- Minuman Keras dalam Perspektif Hukum Islam, https://ilmusyariahdoktoral.uin-suka.ac.id/id/liputan/detail/3176/blog-post.html
- KEBIJAKAN KRIMINALISASI KONSUMSI MINUMAN BERALKOHOL DI INDONESIA / CRIMINALIZATION POLICIES ON CONSUMING ALCOHOLIC BEVERAGES IN INDONESIA, https://jurnalhukumdanperadilan.org/index.php/jurnalhukumperadilan/article/view/188
- Aturan Hukum Minum Alkohol di Indonesia, https://www.hukumonline.com/berita/a/aturan-hukum-minum-alkohol-di-indonesia-lt62bd612cc439b/
- BAYAN LINNAS SIRI KE-117 : HINDARI BAHAYA ARAK, https://muftiwp.gov.my/en/artikel/bayan-linnas/659-bayan-linnas-siri-ke-116-hindari-bahaya-arak
- Duduk Perkara Yogyakarta Darurat Miras hingga Sultan HB X Bertitah https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241031132902-12-1161567/duduk-perkara-yogyakarta-darurat-miras-hingga-sultan-hb-x-bertitah.
FAQ
Dalam Islam, miras adalah haram karena sifatnya yang memabukkan. Hal ini telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam KUHP, perbuatan mabuk termasuk pelanggaran dan dapat dikenai sanksi kurungan atau denda.
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 190).
Hadis yang menjelaskan tentang salat peminum khamr tidak diterima 40 hari berasal dari Ibnu Umar RA, “Siapa yang meminum khamar meski tidak sampai mabuk, tidak diterima shalatnya selagi masih ada tersisa di mulutnya atau tenggorokannya. Apabila dia mati maka dia mati dalam keadaan kafir. Bila sampai mabuk, maka tidak diterima shalatnya 40 malam. Dan bila dia mati maka matinya kafir.(HR An-Nasai).
Menurut keterangan Ust. Ahmad Sarwat dari rumahfiqih.com, para ulama mengatakan bahwa orang yang minum khamar itu kafir, maksudnya bukan dia murtad dari Islam, melainkan maksudnya adalah bahwa dia seperti orang kafir yang apabila melakukan shalat, maka shalatnya tidak diterima, selama dia menunaikan sesuai dengan rukun dan aturannya. Namun bukan berarti kewajibannya untuk shalat menjadi gugur. Tidak, shalat tetap wajib atasnya, namun selama 40 hari tidak akan diterima shalat itu di sisi Allah.