Salah satu nikmat Allah yang luar biasa adalah lisan. Namun, pertanggungjawaban atasnya juga sangat besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.”
(HR. Bukhari)
Beliau juga memperingatkan:
“Bukankah yang menyebabkan manusia diseret ke neraka dalam keadaan tertelungkup di atas wajah-wajah mereka adalah akibat dari perkataan yang keluar dari lisan mereka?”
(HR. Tirmidzi)
“Sungguh, seorang hamba dapat mengucapkan satu kalimat yang menyebabkan kemurkaan Allah, dalam keadaan ia tidak mempedulikannya. Akibatnya, ia dilemparkan ke dalam neraka.”
(HR. Bukhari)
Pentingnya Menjaga Lisan
Maka, siapa pun yang berbicara, terlebih lagi seorang ustadz, guru, atau dosen yang perkataannya didengar banyak orang, harus benar-benar menjaga ucapannya. Rasulullah ﷺ memberikan pedoman yang jelas:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik (menyejukkan hati) atau diam.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Allah juga mengingatkan dalam firman-Nya:
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qaf: 18)
Karena itu, bahasa yang digunakan harus santun. Tidak boleh menghina orang lain dengan sebutan buruk seperti menyamakannya dengan binatang.
Orang yang berilmu diuji dengan kesombongan, sedangkan orang yang berkuasa diuji dengan kekuasaannya. Semua ada pertanggungjawabannya.
Seseorang yang saat ini bermaksiat belum tentu akan terus demikian. Bisa jadi, ia akan bertobat dan menjadi lebih saleh dibandingkan para ustadz.
Larangan Menghina dengan Sebutan Binatang
Imam Bakar Abu Zaid dalam kitabnya Mu’jam Al-Manahi Al-Lafdhiyyah menyebutkan riwayat dari Said bin Musayib:
“Jangan engkau mengatakan kepada saudaramu: ‘Hai keledai! Hai anjing! Hai babi!’ karena di akhirat nanti Allah akan bertanya kepadamu: ‘Apakah kamu kira Aku menciptakan keledai, anjing, atau babi?’”
(HR. Ibnu Abi Syaibah)
Imam Nawawi juga menegaskan bahwa ucapan seperti ini tercela karena dua alasan:
- Dusta
- Menyakiti orang lain
Nasihat Rasulullah ﷺ tentang Lisan
Nabi Muhammad ﷺ pernah memberikan nasihat berharga kepada Muadz bin Jabal:
“Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang jika kalian laksanakan, kalian dapat memiliki semua itu?”
Muadz menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.”
Maka Rasulullah ﷺ memegang lisannya dan bersabda:
“Jagalah ini (lisanmu).”
Muadz bertanya, “Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum atas apa yang kita ucapkan?”
Beliau menjawab:
“Celakalah engkau, Muadz! Bukankah yang menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam neraka dalam keadaan tertelungkup—atau di atas hidungnya—adalah akibat dari ucapan lisan mereka sendiri?”
(HR. Tirmidzi, hasan sahih)
Lisan adalah Cerminan Hati
Apa yang kita ucapkan,
Apa yang kita tulis,
Apa yang kita dengar,
Dan apa yang kita lihat,
Adalah cerminan hati kita.
Mari senantiasa menjaga lisan dan menjadikannya sebagai sarana kebaikan.
Jumal Ahmad | Islamic Character Development