Salah satu tantangan yang kita hadapi saat ini adalah munculnya budaya kekerasan dan mistik. Fenomena ini secara langsung menyangkut kehidupan beragama masyarakat kita. Tidak sedikit orang yang atas nama agama melakukan tindakan kekerasan.
Demikian pula halnya dengan mistik-mistik, baik dalam sinetron maupun praktik di berbagai tempat dengan mengatasnamakan agama, sang dukun diburu pasiennya untuk naik pangkat, jodoh dan harta.
Maraknya tayangan televisi bernuansa mistis ditengah masyarakat modern merupakan satu fenomena yang patut dicermati. Ditengah kemajuan zaman yang sarat dengan teknologi dan pemikiran-pemikiran rasional kembali dimunculkan hal-hal irasional.
Ilmu pengetahuan seakan dibenturkan pada kenyataan akan ketidakmampuannya membedah hal-hal mistis tersebut. Wajar bila kemudian timbul keresahan ditengah masyarakat modern.
Keberadaan tayangan televisi bernuansa mistis tersebut dikhawatirkan membawa dampak yang tidak baik pada masyarakat. Bukan suatu isu yang menarik apabila keresahan tersebut muncul pada masyarakat yang belum mengenal teknologi atau masih terisolir. Keresahan ini justru muncul ditengah masyarakat modern yang sarat dengan rasionalitas.
Ketertarikan masyarakat pada tayangan televisi bernuansa mistis tersebut didorong oleh beberapa hal, yakni pengaruh lingkungan, kebutuhan akan informasi, dan faktor kemasan acara.
Dua hal yang mempengaruhi pemaknaan masyarakat terhadap mistisisme ialah pendidikan dan pengalaman religius.
Masyarakat dengan pendidikan yang lebih tinggi akan memberikan definisi yang lebih luas mengenai mistisisme, sementara masyarakat dengan pendidikan yang lebih rendah akan mereduksi mistisisme sebatas pada hantu, jin, setan, tenung, mantra, sesaji dan para dukun.
Masyarakat dengan intensitas pengalaman yang tinggi memaknai mistisisme sebagai suatu dunia yang unik dan tidak menakutkan karena mereka mampu memilah dan memilih bagaimana cara berinteraksi dengan dunia mistis supaya tidak berdampak negatif.
Masyarakat dengan intensitas pengalaman yang kurang memaknai mistisisme sebagai dunia yang menakutkan.
***
Ketika seseorang merasa lelah berdoa, namun hanya gelap yang datang, ia merasa telah banyak berbuat berbagai hal, tetapi rizqi tetap tidak berubah, malah terpelanting memungut sengsara.
Dalam kondisi seperti ini, seseorang cenderung menyalahkan Tuhan, cenderung melihat Tuhan tidak adil. Karena ia mengira, Tuhan tidak lagi mau mendengar keluh kesahnya, tidak juga menyambut ratap tangisnya, malah tidak menghargai segala amal baiknya.
Allah SWT berfirman, ”Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS Al Baqarah: 186). Dengan firman-Nya ini, Allah berjanji akan mengabulkan siapa saja yang berdoa kepada-Nya. Allah tidak mungkin menyalahi janji-Nya (QS 3: 9).
Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya, ”Siapa pun di antara orang Islam yang berdoa kepada Allah SWT dengan doa tidak untuk tujuan berbuat dosa dan tidak untuk memutuskan hubungan silaturahim, maka Allah pasti memberinya dengan salah satu dari tiga perkara: diberinya segera apa yang dimintanya dalam doa; ditangguhkannya untuk diberikan di akhirat (pahala); atau diselamatkannya dari keburukan yang setimpal.” (HR Bukhari).
Dengan memahami ayat dan hadis di atas, seseorang akan terhindar dari rasa kecewa, serta sikap putus asa yang membuatnya berdosa.
Bahkan, terhindar dari sikap menyalahkan Allah, bahwa Allah sudah tidak peduli lagi dengan doanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. ”Seorang hamba doanya akan senantiasa dikabulkan selama tidak berdoa untuk perbuatan dosa, atau memutuskan silaturahim, serta selama tidak tergesa-gesa.”
Beliau ditanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan tergesa-gesa?” Rasulullah menjawab, ”Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi aku belum melihat doaku dikabulkan. Lantas ia merasa kecewa dengan hal itu, sehingga ia pun tidak mau lagi berdoa.” (HR Muslim).
Sebaliknya, seorang hamba akan senantiasa berdoa, sebab doa bukan sekadar ibadah, tetapi inti dari ibadah (HR at-Tirmidzi), dengan keyakinan penuh bahwa doanya dikabulkan. Rasulullah SAW bersabda, ”Berdoalah kepada Allah dan bersama itu kalian merasa yakin akan dikabulkan.” (HR Ahmad).
Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com