Pengaruh Masjid Terhadap Pendidikan Individu

images (2)Rumah, sekolah dan masyarakat adalah sendi-sendi pendidikan utama. Rumah tangga merupakan stimulan pertama dan paling kuat di antara semua sendi pendidikan. Karena sejak awal, anak sudah diterima di tengah-tengah lingkungan keluarga. Di sanalah anak mulai menamam benih, terlebih kedua orang tua sangat berpengaruh terhadap anak.

Keluarga menerima anak sesuai fitrah. Selanjutnya keluargalah yang akan memperkokoh fitrah itu atau justru membantunya untuk menyimpang.

Pertanyaan selanjutnya, setelah rumah, apakah lembaga pendidikan kedua di masyarakat? sekolah atau masjid. Melihat perkembangan Islam dan munculnya kesadaran terhadap Islam, maka masjid menempati posisi kedua setelah keluarga, karena anak lebih dahulu mengenal masjid sebelum mengenal sekolah. Seorang ayah idealnya mengajak anak usia 4 atau 5 tahun ke masjid.

Memasuki usia 5 tahun anak akan diikutkan ke kelompok hafalan Al-Quran yang ada di masjid, selanjutnya pada umur 6 tahun anak baru dikenalkan pada sekolah dan tetap berhubungan dengan masjid dana bahkan semakin erat.

Sungguh, setelah rumah harus ada lembaga pendidikan yang dapat memberikan suasana tepat agar fitrah tumbuh dan berkembang disana secara sempurna. Memberikan fasilitas pendukung pertumbuhan ruhani, akal dan fisik serta untuk memenuhi segala kebutuhan terutama kebutuhan ruhani dan sosial.

Maka dari itu, orang tua harus berusaha untuk menanamkan rasa cinta kepada masjid terhadap anaknya. Selain akan menjadikan kekuatan iman dan aqidah terpelihara, masjid secara Ilahiyah adalah rumah Allah yang tentu ada banyak keutamaan yang akan diperoleh bila seseorang gemar memakmurkan masjid.

Dalam satu hadits disebutkan, “Apabila kamu melihat orang yang terbiasa masuk masjid maka saksikanlah bahwa dia beriman karena sesungguhnya Allah telah berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 18: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah-lah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Orang yang terbiasa ke masjid sudah barang tentu orang yang beriman dan karena itu ada rasa cinta, nyaman dan rindu untuk senantiasa memakmurkan masjid. Jika hal ini menjadi satu indikator keimanan seorang Muslim, maka sudah sepatutnya para orangtua mengajak anak-anaknya untuk mencintai masjid.

Namun, di negeri ini, atas nama kekhusyukan ibadah kalangan dewasa, anak-anak dilarang masuk ke masjid. Akhirnya, anak-anak sekarang ada rasa takut, canggng dan tidak nyaman pergi ke masjid.

Baca juga:   Islam dan Ideologi Tertutup Itu Oxymoron

Padahal, dahulu di beberapa daerah di negeri ini, tolok ukur anak-anak lelaki dewasa atau belum adalah sudah tidur di masjid atau tidak. Tetapi, sekarang sudah hampir tidak ada lagi, anak-anak yang mau atau boleh tidur di masjid.

Logikanya sederhana, bagaimana mungkin akan lahir generasi yang mencintai masjid, bila sejak anak-anak saja mereka sudah jarang ke masjid, karena kultur yang salah kaprah. Sejak anak-anak mereka tidak mendapatkan kenikmatan psikologis kala berada di masjid.

Mungkin, ini satu pekerjaan rumah seluruh keluarga Muslim dan pengurus masjid, bagaimana strategi yang relevan agar masjid bisa menjadi tempat favorit anak-anak, remaja bahkan para pemudanya.

Jika dibiarkan, maka akan semakin banyak generasi muda yang asing dengan masjid dan kian akrab dengan dunia yang tidak semestinya. Mereka lebih suka kongkow-kongkow di cafe hingga larut malam, menghabiskan waktu senggang dengan bermain. Dan, hampir tidak terpikir oleh mereka untuk merapat ke masjid.

Hal ini jauh berbeda dengan apa yang sudah dilakukan Nabi Muhammad SAW, hubungan antara anak kecil dengan masjid sudah terjalin harmonis sejak masa Rasulullah SAW. Hal ini juga sudah dijelaskan dalam beberapa hadits seperti ketika Rasulullah menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah SAW saat mengimami jamaah di masjid.

Abu Qatadah meriwayatkan, suatu ketika Rasulullah SAW shalat dengan mengendong Umamah bin Zainab binti Rasulullah SAW, saat bangun beliau menggendong Umamah, dan saat sujud beliau meletakkannya. (HR. Muslim)

“Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam shalat bersama sahabatnya, lalu beliau sujud. Ketika itu datanglah Hasan yang tertarik melihat Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam yang mulia saat beliau sedang sujud. Rasul memanjangkan sujudnya agar tidak menyakiti Hasan. Usai shalat, beliau meminta maaf kepada jama’ah shalat dan bersabda, “Anakku tadi naik ke punggungku lalu aku khawatir bila aku bangun dan menyakitinya. Maka aku menungu sampai ia turun.” (HR. An-Nasa’i).

Selain itu, para Sahabat wanita juga terbiasa datang ke Masjid untuk shalat berjamaah dengan membawa serta anak-anaknya. Suatu ketika anak-anak menangis ketika Rasulullah sedang mengimami shalat, beliau pun mempersingkat shalatnya karena merasa kasian pada anak dan juga ibu mereka.

Dalam sebuah riwayat Abi Qatadah Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu alayhi wasalam bersabda, “Aku sedang mengerjakan shalat dan mau memperpanjangnya, namun aku mendengar tangis anak kecil. Lalu, aku ringkas (ringankan) shalatku, karena aku tidak senang untuk menyusahkan ibunya.” (HR. Bukhari).

Baca juga:   Hasil Penelitian tentang Pohon Gharqad di Israel

kemudian dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu alayhi wasallam bersabda, “Pada waktu mulai shalat, aku bermakud untuk memanjangkannya. Tetapi, setelah mendengar tangis seorang bayi, aku memendekkannya. Karena, aku mengetahui betapa perasaan hati ibunya mendengar tangis bayi itu.” (HR. Bukhari).

Tips Agar Anak Cinta Masjid

  • Anak melihat langsung teladan baik dari orang dewasa seperti ayah, saudara atau tetangga yang pergi ke masjid setiap waktu shalat. Berdasarkan watak, anak suka meniru orang dewasa sehingga terkadang anak meminta anaknya untuk diajak ke masjid.
  • Keluarga memberitahukan keutamaan keutamaan masjid kepada anak, khususnya ibu, bahwa masjid adalah rumah Allah dan memberitahukan kesucian masjid.
  • Mengajak anak ke masjid bersama orang-orang dewasa.
  • Imam atau para petugas masjid meyambut si anak, sebagaimana kepada jamaah lain, dengan lemah lembut dan senyuman atau bisa juga dengan memberikan hadiah berupa permen, kue dan lain-lain untuk menyambut si anak.
  • Anak yang sudah berumur tujuh tahun diperintahkan untuk menghadiri shalat berjamaah di Masjid.
  • Anak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruhani, akal dan fisik saat berada di masjid, misalnya dengan membaca Al-Quran dan mengerjakan shalat. Lebih menarik lagi jika masjid menyediakan wahana-wahana permainan anak seperti kolam renang, kuda, tangga.
  • Masjid membentuk tim nasyid anak dengan muatan makna-makna indah seperti Cinta Allah.

Maka salah kaprah jika orang-orang dewasa marah dan mengusir anak-anak dari Masjid seperti yang terjadi di negeri kita. Ini disebabkan karena ketidak tahuan umat Islam terhadap pendidikan secara umum dan urgensi pendidikan masa kanak-kanak secara khusus.

Lebih dari itu, mereka tidak mengetahui sirah Nabi Muhammad SAW, mereka berpedoman pada hadits dhaif yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dan ditempelkan di pintu-pintu masjid meskipun menyelisihi hadits shahih.

Hadits tersebut berbunyi:

جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ

“Jauhkan masjid-masjid kalian dari anak-anak kalian dan orang gila.”

Dalam sanadnya terdapat Al Haarits bin Nabhan dan Abu Sa’id (yaitu Muhammad bin Sa’id Ash Shawab). Tentang Al Haarits bin Nabhan, Imam Bukhari berkata: “Munkarul hadits – haditsnya mungkar.” (At Tarikh Al Kabir, 2/284). Sebutan Imam Bukhari untuknya, munkarul hadits, adalah sebutan yang paling buruk menurut standar Imam Bukhari.

Baca juga:   Muhasabah Ramadan

 

Dan segenap para imam muhadditsin melemahkan hadits ini.

  • Imam Ibnu Mulqin mengatakan: “Hadits ini dhaif, dalam isnadnya terdapat Al Haarits bin Nabhan Al Bashriy Al Jurmiy.” (Al Badru Al Munir, 9/595)
  • Imam Ibnu Rajab mengatakan: “Dhaif jiddan – sangat lemah”. (Fathul Bari, 2/567)
  • Imam Ibnu Hajar mengatakan: “Dhaif. “ (Fathul Bari, 1/549)
  • Imam As Sakhawi mengatakan: “Sanadnya dhaif.” (Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 286)
  • Imam Ibnul Jauzi mengatakan: “Tidak shahih.” (Khulashah Al Badr Al Munir, 2/429)
  • Imam Ash Shan’ani mengatakan: “hadits ini dhaif.” (Subulus Salam, 1/156)
  • Imam Badruddin Al ‘Aini mengatakan: “dhaif.” (‘Umdatul Qari, 7/77)
  • Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr mengatakan: “hadits ini dhaif.” (Syarh Sunan Abi Daud, 29/215)
  • Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin mengatakan: “Fahuwa dhaif.” (Syarh Riyadh Ash Shalihin, 1/266)
  • Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan: “Dhaiful isnad Jiddan –isnadnya sangat lemah.” (Ishlahul Masajid, Hal. 110. Lihat juga Al Irwa’, 7/361, At Ta’liq Ar Raghib, 1/120-121, Al Ajwibah An Nafi’ah, Hal. 55)

Maka, semua jalur hadits ini adalah dhaif, tidak bisa dijadikan hujjah, dan tidak pula bisa diterapkan, serta bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan kebolehan membawa anak-anak ke masjid.

Mengajak anak-anak ke masjid merupakan pendidikan buat mereka sebagai upaya penanaman sejak dini kepada mereka untuk mencintai masjid. Ada pun kegaduhan yang mungkin akan terjadi, sebaiknya diantisipasi oleh orang tuanya. Hendaknya orang tua melakukan penjagaan dan himbauan kepada anak-anaknya untuk berlaku tertib. Jika tidak bisa, maka sebaiknya tidak membawanya sampai anak tersebut siap di bawa ke masjid.

Berkat Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:

إذا حصل منهم إفساد أو ضرر فهذا مطلوب، وأما إذا لم يحصل فإن السنة جاءت بالإتيان بالصبيان إلى المسجد

“Jika membawa mereka menghasilkan kerusakan atau mudharat, maka hal itu -yakni menjauhkan mereka dari masjid, pen- adalah diperintahkan, ada pun jika tidak ada dampak apa-apa, maka sunah telah menunjukkan tentang kesertaan anak-anak menuju masjid.” (Syarh Sunan Abi Daud, 29/216)

Sumber:
– Buku Mendidik Anak Laki-Laki (Terj) oleh Dr. Khalid As-Syantut
– Website Hidayatullah.Com tentang “Ajak Anak-anak Cinta Masjid”
-Sumber lain dari internet.

 

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

3 Comments

  1. Gimana ya caranya agar anak2 yg kemasjid ga selalu ribut waktu shalat berjamaah dimulai..?

  2. Ada contoh bagus yang diterapkan di negara Turki, anak anak kecil diberikan ruang untuk bermain, sehingga mereka tidak mengganggu kekhusyuan ibadah dan tidak main main ketika orang tua sedang shalat.

  3. Membuat anak cinta pada masjid memang tak semudah saat mengajak mereka pergi ke taman hiburan atau ke mall. Namun sekali mereka sudah terpaut hatinya pada masjid, semoga jadi pintu hidayah bagi mereka sepanjang hidup…

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *