Bahagia menurut KBBI (kamus besar bahasa indonesia), keadaan atau perasaan senang dan tentram. Dari pengertian ini, bahagia tidak ada sangkut pautnya dengan harta melimpah ruah. Tapi urusannya dengan hati. Kalau hati kita merasa bahagia, saat itu juga kita bahagia. Tidak peduli punya uang atau tidak, yang penting bahagia.
Saya lahir di desa terpencil, di kaki Gunung Sumbing. Namanya dusun Prampelan dan tahun 2009 berubah menjadi Desa Adipuro.
Tidak ada lagi desa yang posisinya lebih tinggi. Maknanya, itulah desa paling dekat dengan puncak gunung Sumbing Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
Banyak hal yang berkesan saat melihat langsung kondisi masarakat. Secara umum masarakatnya santun dan berprasangka baik kepada orang yang ditemuinya meskipun baru pertama kali.
Saat menyempatkan jalan jalan, anda akan akan bertemu dengan penduduk setempat yang usianya cukup lanjut, bahkan banyak yang sudah tidak bergigi karena faktor usia.
Mereka masih terlihat sehat, trbukti masih kuat membawa hasil kebun untuk dijual ke pasar sekitar. Rumah tinggal mereka rata rata kecil dan sangat sederhana, mencerminkan masarakat tidak berduit.
Meski sedikit duit, jangan ditanya soal bahagia. Memurutku mereka sangat bahagia. Hal itu terbukti dari kehidupannya yang damai, kesehatan yang terjaga bahkan dari raut wajahnya tidak mencerminkan kesedihan dan kecemasan sama sekali.
Rahasia kebahagiaan mereka ternyata terletak pada kepandaian mereka menerima dan mensyukuri pemberian Allah meskipun pemberian itu hanya sedikit.
Hikmah yang dapat kita ambil, bahwa bahagia itu tidak harus kaya.
Bahagia adalah kemampuan seseorang menerima pemberian Allah apa adanya. Bahagia itu nrima ing pandum, demikian kata orang Jawa.
Ternyata bahagia dalam kontek nrima ing pandum telah dijelaskan ulama besar Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Beliau mengatakan, “Apabila Anda memiliki hati yang merasa puas dengan pemberian Allah, Anda adalah raja di dunia ini”.
Hal yang senada, juga disabdakan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كثُرَ وَأَلْهَى
“Sesungguhnya yang sedikit dan mecukupi lebih baik daripada yang banyak namun melalaikan.” [Lihat Shahih al-Jami’ no. 5653] .
Selain faktor kebahagiaan, nrima ing pandum juga bukti ketaqwaan seseorang.
Berkenaan dengan hal tersebut Sahabat Aly Radhiyallahu anhu, ketika menjelaskan 4 indikasi taqwa, salah satunya beliau mengatakan
القناعة بالقليل
Al qona’atu bil qolil
Merasa cukup atas pemberian Allah, meskipun sedikit, itulah taqwa.
Saat bertemu dengan beberapa orang tua yang masih energik, baik dalam hal bekerja di ladang atau jamah shalat shubuh di masjid, sungguh pemandangan yang mengharukan.
Silahkan simak foto foto berikut..
Sama dengan tukang sampah di dekat rumah saya Mas Jumal. Senyumnya kalau disapa terlihat (dan terasa) tulus tanpa beban. Indikator orang yg bahagia menurut saya. 🙂
Dan antara warga saling mendukung, jika ada yang sakit saling mengunjungi, jika ada warga yang meninggal satu kampunh melayat. Gotong royong menjadi tabiat mereka