Bahaya Spongebob pada Otak Anak

Karakter kartun SpongeBob SquarePants menciptakan masalah pada anak berusia empat tahun, demikian yang diungkapkan kantor berita AAP mengutip hasil penelitian terbaru di Australia.

Kesimpulan tersebut merupakan hasil penelitian yang melibaatkan 60 anak yang secara acak ditugaskan menonton SpongeBob.  Segera setelah sembilan menit menonton karakter itu, anak-anak tersebut mengalami masalah fungsi mental. Diketahui anak-anak yang menonton SpongeBob lebih buruk keadaan fungsi mentalnya ketimbang yang tidak menontonnya.

Penelitian sebelumnya telah mengaitkan tayangan televisi dengan masalah konsentrasi jangka panjang anak, namun penelitian terakhir ini menunjukkan bahwa masalah bisa muncul lebih cepat dari eksposur yang sangat kecil.

Sementara itu, film kartun anak biasanya berisi adegan action selama 22 menit, sehingga menontonnya secara penuh akan lebih merugikan lagi, kata para peneliti.  Meskipun demikian para peneliti mengatakan dibutuhkan lebih banyak bukti untuk menguatkan asumsi tersebut.

“Hasil penelitian ini mesti ditafsirkan hati-hati mengingat kecilnya skala studi ini, namun datanya kuat dan mendukung gagasan bahwa ekposur media berkaitan dengan isu kesehatan”, kata Dr Dimitri Christakis, spesialis perkembangan anak pada Rumah Sakit Anda Seattle.

Christakis juga menjelaskan bahwa orangtua perlu memahami bahwa acara-acara yang perpindahan antargambarnya sangat cepat, mungkin tidak layak dikonsumsi oleh anak yang masih sangat muda usianya.

“Apa yang ditonton anak-anak adalah bukan hanya soal bagaimana mereka melihatnya,” katanya seperti dikutip kantor berita Australia, AAP.

Profesor psikologi pada Universitas Virginia, Angeline Lillard, juga mengungkapkan bukan hanya SpongeBob produksi Nickelodeon saja yang bermasalah, tapi juga acara kartun lainnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan orangtua mesti menyadari bahwa anak kecil gampang disusupi dan sesegera mungkin menggunakan kontrol dirinya begitu menyaksikan tayangan-tayangan.

“Saya tak akan menyarankan anak-anak melihat tayangan-tayangan seperti itu saat mereka dalam usia akan sekolah atau kapan pun mereka diharapkan memperhatikan dan belajar,” katanya.

Baca juga:   Mengenal Sejarah, Isi dan Peletak Dasar Kitab Talmud

Angelina Lillard dan Peterson Jenifer, peneliti yang melakukan riset tersebut sekaligus penulis jurnal, mengatakan hanya dengan 9 menit anak menonton film kartun Spongebob tersebut telah memiliki efek negatif pada fungsi eksekutif otak anak. Orang tua harus waspada terhadap hal ini, karena sedikitnya akan mempengaruhi fungsi otak dalam jangka pendek.

Menanggapi hal tersebut, juru bicara Nickelodeon, David Bittler, menyanggah temuan para peneliti tersebut dan berkilah bahwa SpongeBob SquarePants pada dasarnya diperuntukkan anak berusia 6-11, bukan yang berusia 4 tahun.

Nickelodeon, produsen kartun SpongeBob SquarePants, merilis pernyataannya untuk CNN ketika ditanya tentang studi ini. “Dari ke-60 anak yang diteliti, itu bukan target dari film kartun Spongebob. Kartun itu dirancang untuk anak usia 6 – 11-tahun bukan untuk usia anak 4 tahun, seperti sampel anak yang digunakan dalam penelitian.  Selain itu, durasi menonton selama 9 menit adalah metodologi yang dipertanyakan. Durasi selama itu tidak mungkin memberikan dasar untuk sebuah temuan yang valid, di mana orang tua bisa mempercayainya”.

Namun Christakis mengatakan bahwa metodologi penelitian yang digunakan adalah valid meskipun penelitian ini menggunakan sampel kecil, tetapi desain penelitiannya lebih kuat dari penelitian sebelumnya dan temuannya adalah signifikan. Ia menekankan bahwa yang penting adalah para orang tua mengambil pesan utama dari penelitian ini, yaitu banyak orang tua memiliki aturan tentang batasan jumlah waktu menonton bagi anak, tetapi jauh lebih sedikit memiliki batasan pada apa yang mereka tonton.

 SpongeBob SquarePants tidak ada unsur edutainment

Serial kartun memang diperuntukan untuk anak-anak, meski sebenarnya juga cocok bagi semua usia. Nilai dan makna yang universal bikin serial kartun dikenang sepanjang masa. Salah satunya, serial SpongeBob SquarePants yang digemari semua orang. Saking populernya, sampai dibikin versi modern-nya. Mengingat, serial SpongeBob SquarePants udah ada sejak 1999.

Baca juga:   Biografi Dr. Ahmad Kusyairi Suhail dan Ringkasan Kitab Al-Mufassir, Syurutuhu, Adabuhu wa Mashadiruhu

Sayangnya, makin lama serial SpongeBob SquarePants malah lepas dari unsur edutainment alias edukasi dan hiburan. Enggak mengherankan kalau beberapa waktu lalu sempat diprotes untuk diberhentikan. Soalnya, serial versi modern ini justru ngasih adegan yang bernilai buruk ke anak-anak.

  1. Adegan Penyiksaan
    Di episode “One Coarse Meal”, ada adegan ketika Plankton menyerang Tuan Krabs untuk merebut resep rahasia. Plankton melemparkan segala benda untuk bikin Tuan Krabs lumpuh, seperti melempar alat peledak, menyandera, dan memburu. Buat orang dewasa, adegan tersebut udah biasa, tapi buat anak-anak, adegan tersebut udah pasti dilarang dilihat anak-anak. Khawatir, mereka akan meniru.
  2. Unsur Gore
    Hanya serial SpongeBob SquarePants modern yang menampilkan unsur gore, meski masih dalam tahap ringan, tapi tetep aja bikin jijik. Hanya karena serial ini enggak menunjukkaan darah, bukan berarti itu engak mengerikan. Seperti di episode “The Splinter”, “House Fancy”, dan “Pineapple Fever” yang memperlihatkan adegan kecelakaan kecil seperti kuku jari sobek yang bikin ngilu dan trauma pada anak-anak.
  3. Menyiksa Binatang
    Hal yang aneh bagi penonton dewasa ketika lihat hewan peliharaan SpongeBob, Gary, diperlakukan layaknya manusia. Bukan dimanusiakan, melainkan dipekerjakan layaknya manusia, seperti beres-beres dan sebagai penjaga rumah. Enggak hanya itu, Gary juga enggak memiliki tempat khusus atau kandang untuk tidur. Malah, hanya diberikan beberapa lembar kertas bekas sebagai alas tidurnya.
  4. Hal Negatif Jadi Bahan Candaan
    Banyak candaan yang selalu dihadirkan SpongeBob demi bikin kita ketawa. Namun, ada kalanya berlebihan sampai-sampai kalian ilfeel dengannya. Perilaku negatif sering dipertontonkan seperti bersendawa dan buang angin di depan umum, serta air liur yang menetes dari mulut para karakter juga kerap dijadikan candaan yang kurang bermutu.
  5. Karakter Enggak Dihukum Meski Salah
    Spongebob direpresentasikan sebagai karakter yang ambisius. Saking napsunya, enggak jarang dia melakukan kesalahan. Bersama dengan Patrick, mereka sering berperilaku sesukanya. Meski bikin rusuh kota, mereka jarang dapat hukuman. Malah, karakter dewasa seperti Tuan Krabs dan Nyonya Puff yang sering ditangkap polisi. Memang, mereka masih anak-anak, tapi bukan berarti kalau mereka salah, mereka dibiarkan begitu saja.
  6. Keserakahan
    Semua episode tentang Tuan Krabs menampilkan keserakahan. Enggak hanya itu, Tuan Krabs juga selalu menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang. Hal negatif yang bahaya jika ditonton atau ditiru oleh anak-anak. Mereka bakal punya mental serakah yang dibawanya hingga dewasa.
  7. Parafilia
    Gangguan Parafilia bisa disebut dengan kelainan seksual yang ditandai dengan dorongan, fantasi, atau perilaku seksual yang berulang kepada objek yang bukan manusia. Parafilia yang terjadi di karakter SpongeBob terlihat ketika semua orang menyukai Krabby Patty, burger buatan Krusty Krab. Bahkan, SpongeBob, Tuan Krab, dan Plankton sampai melakukan apa pun demi mendapatkan Krabby Patty. Kalau ditiru sejak dini, tentunya bakal jadi masalah ketika dewasa. Maka patutnya, kalian mendampingi adik atau anak kalian ketika nonton serial SpongeBob SquarePants. Jadinya, kalian bisa filter mana adegan yang patut ditonton dan dihindari.
Baca juga:   Al-Ghazali dan Kepastian

Serial ini memang berwarna dan punya citra ceria, tapi enggak selalu punya makna yang sesuai nilai dan norma. Nah, menurut kalian, ada alasan lain enggak yang bikin serial SpongeBob SquarePants dilarang? Share pendapat kalian di kolom komentar, ya!

Sumber:

SpongeBob may impair 4-year-olds’ brains-CBC News

Study Says SpongeBob Bad For Kids’ Mental Function-NBC Washington

Kincir.com

Artikel repost di tahun 2011.

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *