Shalat dalam Islam laksana tiang agama. Shalat adalah pemancar seluruh nilai nilai akhlak karimah, karena sumber nilai adalah Allah. Shalat ibadah individual vertikal yang sangat sakral, komunikasi langsung dengan sumber kemuliaan, yaitu Allah SWT. Shalat Fardhu dianjurkan berjamaah, ini gambaran kekuatan komunal horizontal yang sarat akan nilai-nilai transedental.
Allah swt berfirman: “Mintalah kalian (kepada Allah)dengan SABAR dan SHALAT, dan sesungguhnya dia (SHALAT itu) sunnguh berat kecuali atas orang2 yg KHUSYU.yaitu mereka yang (terus menerus) meyakini bahwa mereka berjumpa dengan Tuhan mereka, dan juga mereka (terus menerus) meyakini bahwa sesungguhnya mereka itu hanya kepada-Nya pasti kembali”. (QS.Al-Baqarah: 45-46)
Apakah shalat kita masih dirasakan berat?, masih dirasakan beban?,kalau tidak shalat takut disiksa?, Shalat belum terasa ni’mat?, shalat belum dirasakan sebagai kebutuhan ?….itu semua indikator bahwa shalat kita belum KHUSYU’.
KHUSYU’ secara bahasa hudhurul qalbi, yakni kesadaran penuh terhadap apa yg dikatakan (bacaan), dan perbuatan (gerakan), dalam bahasa psikologi disebut single focus. Artinya hati, lisan, dan gerakan tertuju kepadanya:
- Sekarang aku Sedang berjumpa dg Allah.
- Nanti kembali pasti kepadaNya. Yakni sekarang saat saya shalat ini saya sedang berjumpa dengan Allah yang Maha Segala Sempurna, MahaSuci dari segala kekurangan, Dia mencipta, mengatur, mengurus, merawat,menjaga, memberi rezeki, menyembuhkan sakit, mendidik, memelihara, membina, menghidupkan, mematikan… saya. Dan shalat yg sedang saya tunaikan ini adalah bekal pertama dan utama kelak saat saya kembali kepadaNya.
Dari uraian di atas, maka untuk mencapai SHALAH KHUSYU adalah :
- Menyadari sepenuh hati maksud dan tujuan melaksanakan shalat.
- Memahami dan menyadari makna bacaan shalat.
- Memahami dan menyadari mkna gerakan-gerakan shslat.
- Mengamalkan ajaran shalat dalam kehidupan sehari hari di luar shalat.
Dengan mengamalkan 4 hal di atas akan mudah terbangun kekhusuan.
Tidak ada yg tidak MENGETAHUI bahwa shalat itu Menghadap Allah (kognisi). Tapi pada prakteknya, kita tidak MERASAKAN bahwa Shalat sedang Menghadap Allah (afeksi) maka sering kali mengingat / memikirkan hal-hal lain.
Jadi apa yang kita ketahui belum tentu kita rasakan. Inilah pentingnya belajar “merasakan” komunikasi dengan ALLAH.
Apakah tujuan Shalat ?
Untuk Mengingat Allah
Qs. Tãhã (20) : 14
“Sungguh Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah Shalat untuk mengingat Aku”.
Bagaimana kita bisa selalu mengingat Allah, kalau kita tidak mengenal Allah. Banyak sekali cara kita untuk kita bisa mengenal Allah, dari apapun, dari manapun.
Misal mengingat Allah dari bernafas. Betapa bernafas itu baru satu kali tarikan nafas saja sudah mengaktifkan 300 juta sel-sel yg kita butuhkan.
Siapakah yg dpt melakukan itu selain Allah ? ….. TIDAK ADA.
لا اله الا الله
” Orang2 yang ber Iman, Bila disebut nama ALLAH ….. Bergetarlah hatinya.
Bila dibacakan ayat2 suci Al-Qur’an …. Bertambahlah Imannya”.
Tapi Orang yg ber Iman, Jika disebut nama Allah …. Tidak bergetar hatinya (biasa2 saja), dan dibacakan ayat2 suci Al-Qur’an … Tidak bertambah Imannya …. Maka ada yang tidak benar pada Imannya.
Konsep dasar Khusyu dalam Shalat :
- Harus merasakan sangaaaat membutuhkan Allah
- Harus Sabaaar, Tenaaang, Tuma’ninah
- Merasakan bertemu dgn Allah, Berbincang-bincanglah dengan Allah
- Merasakan akan kembali kepada Allah = Kematian.
Insya Allah manfaat dan bisa membantu utk lebih khusyu didalam Shalat.
Agar menambah khusyu’ dalam Shalat, hendaknya merasakan (afeksi) seolah-olah shalat yang dikerjakan adalah shalat terakhir di masa hidupnya kemudian ia akan kembali kepada Allah. Hal ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika memberikan nasehat kepada seorang lelaki dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ قَالَ إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعْ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
Dari Abi Ayub berkata: datang seorang lelaki kepada Nabi SAW dan berkata, Wahai Rasulullah ajarkanlah aku dan persingkatlah, Nabi bersabwa: “Apabila engkau mendirikan shalat, maka dirikanlah dengan sungguh-sungguh (seakan-akan shalat terakhir), janganlah berbicara yang menyebabkan engkau berbuat salah, dan tinggalkan jauh-jauh urusan duniawi yang ada di tangan orang-orang”. (HR. Ibnu Majah no 4171, Ahmad, V: 412 dan Hilyatul Auliya, I: 362 dari Abu Ayyub)
Penulis sering mendapatkan Ust Arifin Jayadiningrat ketika menjadi imam membacakan ini صَلُّوا صَلَاةَ الْمُوَدّع shalatlah seakan-akan shalat terakhir, untuk mengingatkan jamaah untuk khusyu dan merasakan ini shalat terakhirnya.
Seorang muslim hendaknya berusaha keras meningkatkan kualitas shalatnya dan cinta untuk bertemu dengan Allah sehingga shalat merupakan sarana untuk menyejukkan kedua mata dan menghindari sejenak kelezatan duniawi dengan menghadap kepada-Nya.
Merasakan akan kembali kepada Allah atau ingat mati terbukti bisa meningkatkan kekhusyuan dalam Shalat, sebagaimana dikuatkan oleh hadits Nabi berikut:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ” اذْكُرِ الْمَوْتَ فِي صَلاتِكَ , فَإِنَّ الرَّجُلَ إذَا ذَكَرَ الْمَوْتَ فِي صَلَاتِهِ لَحَرِيٌّ أَنْ يُحْسِنَ صَلَاتَهُ , وَصَلِّ صَلَاةَ رَجُلٍ لَا يَظُنُّ أَنْ يُصَلِّيَ صَلَاةً غَيْرَهَا، وَإِيَّاكَ وَكُلَّ أَمْرٍ يُعْتَذَرُ مِنْهُ “
Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah mati dalam shalatmu, karena sesungguhnya apabila seseorang ingat mati dalam shalatnya, niscaya termotivasi untuk memperbaiki shalatnya. Shalatlah sebagaimana shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia akan shalat lagi. Hendaklah engkau menjauhi semua urusan yang menyebabkan engkau bersalah”. (HR. Ad-Dailamy dalam Mukhtashar Musnad Al-Firdaus, I: 51 dari Anas bin Malik secara marfu’)
Maka kesimpulan tulisan ini terbukti bahwa Ingat mati akan meningkatkan kualitas Shalat, semakin tinggi ingat mati semakin tinggi kualitas Shalat kita.
Kesimpulan atau kaidah ini bersifat umum dan bisa diterapkan pada amalan selain shalat, misalnya puasa Ramadan kita, semakin kuat ingatan untuk bertemua dengan Allah/mati semakin baik kualitas puasa kita.
Sekian.
Terima kasih.
Sumber:
Kajian Akhlak Ust Arifin Jayadiningrat
Al-Khusyu wa Atsaruhu fi bina-il ummah oleh Said bin Ied Al-Hilali
Betul.
Kurang khusyu, perhatian bercabang kemana mana, dengan mengingat mati perhatian jadi satu.
Berarti klau gak ingat mati, sholatnya jd kurang khusyu gitu ya, Mas? Perlu dilatih utk sllu ingat mati ya, Mas 🙂
Saya spkat dg klimat brikut: “…. apa yang kita ketahui belum tentu kita rasakan.”👌👍