Hidup bagaikan roda, kadang di atas, kadang di bawah. Saat ini bahagia, besok lusa berduka lara. Apakah setiap menghadapi kesulitan kita harus berputus asa?
Tidak demikian dengan seorang muslim, baginya seluk beluk kehidupan akan senantiasa menjadi anugerah dan rahmat.
Putus asa telah membunuh segi segi positif dalam diri kita, memalingkan pandangan dari kepentingan publik dan membatasi diri dalam kepentingan pribadi.
Putus asa telah mematikan spirit maknawi. Padahal dengan spirit itulah umat Islam mampu membentangkan kekuasaannya dari timur ke barat bumi meski dengan kekuatan yang sangat kecil.
Spirit ini mati dikubur dengan rasa pesimistis. Maka non muslim barat telah mampu menguasai dan memerintah umat Islam.
Putus asa itu racun layaknya penyakit kanker. Ia menghalangi menuju kesempurnaan, bertentangan sama sekali dengan spirit yang tercantum dalam Hadits Qudsi “Aku menurut prasangka hamba-Ku kepada-Ku”.
Maka mari kita simak sejenak bagaimana Al-Quran sebagai hidayah, menunjuki kita bagaimana mengobati sikap putus asa.
Pertama.
Al-Quran memupus rasa putus asa dengan berbagai ayat yang menyeru kepada Tauhid yang membangkitkan harapan dan rasa aman dalam hati.
Contoh beberapa ayat berikut:
“Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu. Milik-Nya lah kunci kunci perbendaharaan langit dan bumi” (QS. Az-Zumar [39]: 62-63)
“Dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pemelihara” (QS. Al-Ahzab [33]: 3)
“Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan” (QS. Yunus [10]: 58)
Iman » Tauhid » Kepasrahan » Tawakal »» bahagia dunia akhirat, jauh dari pesimistis dan melesat tinggi dengan kekuatan bersumber iman.
Masa lalu bukan kuburan, ia merupakan episode waktu yang telah berlalu dan bisa disaksikan oleh mata batin manusia yang awas.
Manusia yang awas melihat kematian sebagai pintu gerbang menuju kehidupan abadi, ia meyakini bahwa setiap kejadian sekecil apapun di alam semesta ini berjalan sesuai perintah Allah dan menjadi sumber hikmah yang tidak pernah kosong.
Kedua.
Mengobarkan cita cita sampai batas akhir. Putus asa dalam diri manusia kadang muncul akibat menurunnya semangat atau menyibukkan diri dengan urusan sepele.
Setan pun dengan bisikannya gegap gempita memperdaya manusia agar lalai dan berkurang cita citanya.
Maka Al-Quran mendorong manusia untuk bergerak di muka bumi guna menggali rahasia rahasianya dan mengeluarkan kebaikan kebaikannya.
Allah swt berfirman, “Dan katakanlah, “Bekerjalan kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang orang yang beriman, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah [9]: 105)
“Dan bahwasanya manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”. (QS. An-Najm [53]: 39)
Usaha atau beramal dalam hidup dapat menghancurkan bahkan meluluh lantahkan sifat putus asa.
Hal ini yang dipesankan Nabi Ya’qub kepada anak anaknya agar tidak menyerah dan terus berjalan ke seluruh negeri untuk mencari saudaranya, Yusuf dan Bunyamin.
“Wahai anakku! Pergilah kamu, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang orang kafir.” (QS. Yusuf [12]: 87)
Maka mari obati rasa putus asa dalam diri dengan Al-Quran dia adalah sebaik baik penyembuh. Al-Quran mengajarkan kita agar memperkuat iman dan tauhid dan membangkitkan semangat setinggi mungkin.
Percayalah… dengan obat ini niscaya hidup akan lebih bergairah dengan harapan harapan yang cerah.[]
😊😊😊
Jumal Ahmad/ Islamic Character Development