Kenangan I’tikaf Di Masjid Bina Qolbu

Walaupun Ramadhan sudah berlalu, tapi masih saya ingat pengalaman mengikuti I’tikaf pada tahun ini…Subhanallah Alhamdulillah ya Allah Engkau masih memberikan kesempatan kepada hamba mengikuti i’tikaf yang penuh makna ini.

Subhanallah, ternyata begitu ya rasanya i’tikaf di masjid suasanya sangat berbeda, kita jadi lebih terpacu untuk tilawah, sholat sunnah, beribadah hanya untuk membuktikan rasa cinta kita kepada sang Khalik.

Kesan mendalam yang pertama saya dapat pada i’tikaf kali ini adalah banyak orang-orang hebat yang saya kenal, yang background mereka bukan pesantren. Tapi subhanallah kekhusu’an dan kesungguhan mereka beribadah mengalahi ibadahnya anak pesantren yang saya tahu. Seakan-akan mereka telah menemukan mata air yang menyegarkan dari segala rutinitas duniawi yang melalaikan.

Memang tempat ini punya beberapa kelebihan dari tempat i’tikaf yang lain seperti tempatnya yang asri dan udara yang bersih dari polusi, sungai kecil yang mengalir di tepi masjid, peserta yang tak terlalu banyak sehingga peserta i’tikaf bisa lebih memanfaatkan waktu optimal dan sarana vila untuk keluarga jika hanya i’tikaf di sebagian waktu.

Shalat Tarawih dilaksanakan ba’da Isya’ delapan rakaat tanpa witir lalu bangun jam 2 pagi untuk shalat malam plus menutupnya dengan witir, begitu kegiatan i’tikaf tiap malamnya.

Pagi menjelang shalat dhuhur dan waktu sore sebelum berbuka ada kajian keislaman bersama ustadz nasional, dikenal sebagai ustadz teknokrat yaitu Muhammad Furqan Alfaruqy tamatan ITB yang kini malang melintang mendakwahkan Al-Quran. Waktu lainnya digunakan untuk memperbanyak tilawah Al-Quran. Alhamdulillah target bacaan saya terpenuhi, Mission Completed!!

Saya jadi teringat dengan temuan Gay Hendrick, PhD dan Kate Ludeman, PhD yang mengadakan penelitian terhadap 800-an manajer perusahaan yang mereka tangani selama 25 tahun. Kesimpulannya mengejutkan bahwa “Apabila Anda hendak mencari orang-orang suci sejati, Anda tidak akan menemukannya di katedral-katedral; namun Anda akan menemukannya di korporasi-korporasi besar yang sukses”.

Baca juga:   Fatwa Ulama dalam kondisi tertekan (Kasus al-Quran Makhluk pada masa Imam Ahmad)

Hasil interview mereka menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaan ke puncak kesuksesan biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang baik, selalu mengupayakan yang terbaik bagi mereka sendiri maupun orang lain.

Kesimpulan di atas selaras dengan yang saya dapat ketika ngobrol dengan salah satu peserta i’tikaf, katanya seperti hp yang butuh charge, begitu juga dengan tubuh juga perlu di charge dengan i’tikaf seperti ini. Lanjut dia, pemimpin perusahaan tidak perlu urusi hal seperti mencatat atau apa yang lain, ia justru harus lebih banyak merenung dan meng-influence hasil renungan tersebut ke jajaran dan karyawannya, salah satu saran merenung adalah di waktu i’tikaf seperti ini.

Bahkan ada peserta yang menjadikan i’tikaf di masjid ini sebagai pengganti umroh. Subhanallah sampai segitunya, tapi itu tidak salah juga karena kompensasinya, dia bisa merasakan ketenangan ibadah, punya banyak waktu merenung dan bisa mengenal satu sama lain lebih intens dari pada waktu umroh.

Kutipan selanjutnya ingin saya nukil dari buku berbahasa Arab berjudul ‘Yaumiyat Mudir Najih, Qishash Najah Mudir wa Munadhamah’ atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi: Catatan Harian Seorang Direktur Sukses, ditulis oleh Muhammad Ahmad Abdul Jawwad.

Di bagian awal bukunya dia menulis. Ya, aku bekerja di sebuah perusahaan yang maju. Aku tidak hanya bekerja disini melainkan aku pun menetap di sana. Aku mencintai perusahaan tersebut dengan segenap hati. Aku mencintai sahabat-sahabat dan klien-klienku dalam kesuksesan.

Bersama mereka aku mengecap bagian-bagian yang indah. Tak seorang pun mampu -bagaimanapun kemampuan dan kompetensinya- menciptakan bagian-bagian itu sendiri.

Baca juga:   Muslimah Kita Dan Miss World

Tuan, aku katakan, ‘Aku menempati perusahaan itu tidak hanya untuk bekerja. Aku menempatinya, maka aku harus berada di dalamnya dengan perasaan nyaman. Aku berusaha dengan segenap kekuatanku agar aku nyaman. Ia adalah bagian dari diriku. Ketika aku berusaha mengingat-ingat, aku tersadar bahwa aku membangunnya dari nol’.

Di bagian lain dia menulis. Keindahan manajemen akan terasa, saat kita mempraktikkannya dengan kesederhanaan serta kemudahan. Sehingga kita menikmati semua waktu di dalamnya dan berinteraksi bersamanya seperti sebuah permainan team.

Manajemen ini memiliki aturan-aturan kesuksesan atau kegagalan. Kita harus mencermati detik-detik kegagalannya dengan jiwa sportif, yang akan membuat kita selalu memusatkan diri terhadap suatu kesalahan dan berupaya mengambil nilai plus dari kesalahan itu.

Kita harus yakin akan kekuatan kita. Kita percaya bahwa kekuatan itu mengendalikan ombak, menjinakkan arus, serta mengarunginya dalam jarak yang jauh ketika ia menjadi tenang.

Yosh…Semoga dengan sekelumit pengalaman ini, membuat kita merefleksi diri untuk mempersiapkan Ramadhan yang akan datang menjadi lebih baik lagi… Mumpung masih punya banyak waktu untuk mempersiapkan diri… Hohoho…

Bagi keluarga atau korporasi yang ingin karyawannya merasakan semangat baru dalam kerja, bisa menjadi alternatif dengan beri’tikaf di masjid ini. Sampai jumpa di i’tikaf selanjutnya…

[Foto] Renovasi Masjid Bina Qolbu Cisarua

015jumal ahmad
Foto pribadi ketika di Vila Bina Qolbu
pesantren bina qolbu
Vila Bina Qolbu
bina qolbu
Santri di Bina Qolbu
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *