Mengenal Imam Al-Muzani dan Kitab Mukhtashar Al-Muzani fi Furu al-Syafi’iyyah

Imam Al-Muzani adalah murid terdekat dan sahabat dari imam Syafi’i. Karyanya dalam bidang Fiqih Mazhab Syafi’i yaitu Mukhtashar Al-Muzani fi Furu al-Syafiiyyah adalah ringkasan dari Kitab Al-Umm, Kitab ini kemudian disyarah oleh Al-Juwaini dalam Nihayatul Mathlab. Kitab Al-Juwaini di syarah oleh muridnya, Al-Ghazali dalam Al-Basith . Mari kenali lebih dalam biografi Al-Muzani Dan karyanya yang berpengaruh mengembangkan Mazhab Syafi’i.

Biografi Imam Al-Muzani

Nama

Nama lengkapnya Abu Ibrahim, Ismā’īl bin Yaḥyā bin Ismā’īl bin ʿAmr bin Isḥāq Abū Ibrāhīm al-Muzanī al-Misrī. Nama Muzanī berasal dari Muzaynah bin Add bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar. Nama Muzaynah adalah Amru, disandarkan kepada nama ibunya, Muzaynah binti Kalb, salah satu ibu dari sebuah suku yang terkenal.

Beliau lahir pada tahun 175 H hingga 264 H, hidup selama 89 tahun. Pada masa kehidupan beliau hiduplah 11 penguasa al-Abbasiyah. Di antaranya Harun ar-Rasyid (193 H), Muhammad al-Amin (198 H), al-Ma’mun (218 H) -awal pemerintah fitnah khuluqul qur’an- bermula, al-Mu’tashim (227), al-Watsiq (232 H), al-Mutawakkil (247 H) -penguasa yang mulai menghidupkan Sunnah-.

Dari Ilmu Kalam ke Ilmu Fikih

Perjalanan ilmu Al-Muzani dimulai dari Ra’yu dan Ilmu Kalam, pertemuannya dengan Imam Syafi’i ketika datang kemudian tinggal di Mesir telah mengubahnya kepada Mazhab Ashabul Hadis secara Fikih dan Aqidah.

Asy-Syafi’i adalah orang yang mengarahkan al-Muzani untuk menekuni ilmu fikih Dan meninggalkan perdebatan kalam.

Suatu hari Al-Muzani menemui Al-Syafi’i Dan menanyakan suatu masalah dengan lidah ahli Kalam. Dia mendengarkan, menatap dan memberikan jawaban dengan jawaban yang paling baik, dan setelah Al-Muzani puas dengan jawaban itu, Al-Syafi’i berkata.

Wahai anakku, maukah engkau aku tunjukkan dengan yang lebih baik dari ini, ia mengatakan ya. Al-Syafi’i mengatakan;

هذا علمٌ إن أنت أصبتَ فيه لم تُؤْجَرْ، وإن أخطأت فيه كَفَرْتَ، فهل لك في علم إن أصبت فيه أُجِرْتَ، وإن أخطأت لم تأثم

Ini adalah ilmu yang jika Anda melakukannya dengan benar, Anda tidak akan diberi pahala, dan jika Anda salah, Anda akan kafir, Apakah tidak sebaiknya kau mempelajari ilmu yang jika engkau benar engkau mendapat pahala, dan jika salah (dalam berijtihad) engkau tidak berdosa?

Al-Muzani berkata: Ilmu apa itu? 

Asy-Syafi’i menyatakan: ilmu fiqh. 

Sejak saat itu al-Muzani berguru fiqh secara intensif kepada asy-Syafi’i. (Thabaqat Syafi’iyyah, Al-Subki, 2/98)

Al-Muzani juga bercerita, suatu hari kami sedang berada di depan pintu Imam Syafi’i untuk memperdebatkan ilmu kalam, lalu Imam Syafi’i keluar menemui kami dan mendengar sebagian dari apa yang sedang kami perdebatkan, kemudian beliau berpaling dari kami dan tidak kembali lagi kepada kami hingga tujuh hari kemudian.

Kemudian beliau keluar dan berkata: “Aku tidak dihalangi untuk keluar kepadamu dengan alasan apa pun, tetapi ketika aku mendengar kalian membicarakannya, apakah kalian pikir aku tidak pandai dalam hal itu?

Saya masuk ke dalamnya sampai saya mencapai jumlah tertentu, dan saya tidak melakukan apa pun yang saya tidak mencapai jumlah tertentu, bahkan memanah, saya biasa melempar di antara dua target dan mengenai sembilan dari sepuluh, tetapi ilmu Kalam tidak ada habisnya, memperdebatkan sesuatu yang jika Anda salah, Anda dikatakan: “Anda salah”, maka janganlah kalian berdebat dengan sesuatu yang jika kalian salah, akan dikatakan: “Anda telah kafir”. (Manaqib Al-Syafi’i, Al-Baihaqi, 1/459)

Karya Al-Muzani

Al-Muzani diberi gelar “Nashir al-Mazhab” (Penolong Mazhab) dan “Badr al-Mazhab” (Bulan Purnama Mazhab). Gelar itu berdasarkan pengakuan Imam al-Syafi‘i yang berkata: “الْمُزَنِى نَاصِرُ مَذْهَبِى – al-Muzani adalah penolong mazhabku ”. Ia salah seorang murid Imam al-Syafi‘i yang disebut sebagai gunung ilmu, banyak menulis, menyebarkan ilmu di bumi Mesir dan tidak pernah pergi ke tempat lain sampai Al-Syafi’i wafat. Sesuai dengan kata-kata Imam al-Syafi‘i kepada al-Muzani semasa hidupnya; “Adapun engkau wahai Muzani akan tetap tinggal di Mesir ini.”

Pasca wafatnya Al-Syafi’i, Al-Muzani pergi melakukan perjalanan untuk menimba ilmu dari ulama lain, ia bertemu Imam Abu Hanifah dan mengambil ilmu darinya, bertemu Laits bin Sa’ad dan belajar darinya, sehingga terkumpul dalam dirinya Fiqih dan ijtihad sebagai hasil dari perjalanannya menuntut ilmu.

Keutamaannya tak terhitung banyaknya. Imam al-Syāfi’ī berkata, “Dia adalah penolong mazhabku.” Di ranjang wafatnya, Imam Syāfi’ī mengatakan kepada Muzanī bahwa, “Akan tiba saatnya engkau akan menjadi orang yang paling berilmu.” Imam al-Syāfi’ī juga berkata tentangnya, “Jika Shayṭān berdebat dengannya, ia (Muzanī) akan mengalahkannya.”

Pengetahuan Al-Muznani tentang mazhab Syafi’i semakin mantap dibantu oleh fakta bahwa ia menggabungkan ke dalam fikihnya fikih dari Abu Hanifah, Malik, dan Al-Laits kemudian ia mengekstrapolasi tulisan-tulisan Syafi’i, menggabungkan kesepakatan dan ketidaksepakatan mereka.

Dari kitab Mukhtasharnya, jelas bahwa ia mengetahui setiap masalah Syafi’i dan letaknya dalam kitab-kitabnya, dan kemudian mengetahui kesepakatan dan ketidaksepakatan di antara keduanya.

Baca juga:   Hukum Nonton Video Porno dan Mesum

Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa al-Muzanni adalah salah satu perawi kitab yang baru, tetapi dia juga mengumpulkan kitab yang lama, yang merupakan indikasi ketertarikannya pada kitab-kitab Syafi’i yang lama dan juga kitab-kitab yang baru.

Sesuai dengan gelar Penolong Mazhab Syafi‘i, al-Muzani mewariskan banyak kitab mazhab ini, Dan kitab lainnya antara lain:

  • al-Jami’ al-Kabir
  • al-Jami’ al-Shaghir
  • Al-Mukhtasharul Kabiir.
  • Mukhtasharul mukhtashar, yang dikenal dengan mukhtashar al-Muzani
  • al-Mantsur
  • al-Masa’il al-Mu‘tabarah
  • al-Targhib fi al-‘Ilm
  • al-Watsa’iq
  • al-‘Aqarib
  • Nihayah al-Ikhtishar
  • Ahkaamul Qur’aan
  • Al-Amru wan Nahyu ala Ma’na asy-Syafi’i
  • Syarhus Sunnah
  • al-Mabsuuth fil furuu’
  • Al-Masaa-ilul Mu’tabaroh
  • Akidah Ahmad bin Hanbal
  • Al-Mantsuuroot

Guru Al-Muzani

  • Guru utama beliau ialah Imam Asy-Syafi’i, meskipun beliau juga belajar dari ulama yang lain.
  • Nu’aim bin Hammad, Ulama’ yang pertama kali menyusun kitab al-Musnad, mengajarkannya Sunnah dan dipenjara bersama Al-Buwaithi.
  • Ashbagh bin Nafi’, syaikh Fikih ahli Madinah.
  • Ma’bad bin Syaddad, syaikh Hanafiah di Kufah.
  • Laits bin Sa’ad, guru dalam ilmu Fikih.

Murid Al-Muzani

Di antara murid beliau yang terkenal adalah:

  1. Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (dikenal dengan Ibnu Khuzaimah), salah seorang guru alBukhari dan Muslim (selain periwayatan hadits dalam Shahihnya) serta Ibnu Hibban al-Bustiy (Ibnu Hibban adalah guru al-Hakim).
  2. Abu Ja’far at-Thohawy, penulis kitab Akidah at-Thohawiyah. At-Thohawy menyatakan: Orang pertama yang aku tulis hadits (Nabi) darinya adalah al-Muzani. Al-Muzani adalah paman at-Thohawy dari jalur ibu. Dia awalnya mengikuti mazhab Shāfi’ī, namun kemudian menganut mazhab Ḥanafī dan unggul dalam mazhab tersebut.
  3. Abdurrahman bin Abi Hatim ar-Raziy, penulis kitab tafsir berdasarkan atsar, yang dikenal dengan Tafsir Ibn Abi Hatim. al-Imam Ibnu Katsir banyak mengambil rujukan dari kitab tersebut dalam tafsirnya.

Akhlak Al-Muzani

Al-Muzani adalah seorang ulama yang zuhud dan ahli ibadah sebagaimana persaksian ‘Amr bin ‘Utsman Al-Makki. Di antara amalannya yaitu suka membantu memandikan mayat orang lain secara cuma-cuma “untuk melembutkan hati”, Ia berkata: “Aku membiasakan diriku memandikan mayat-mayat sehingga hatiku menjadi lembut, dan itu menjadi kebiasaanku.” Ia adalah orang yang memandikan jenazah Imam al-Syāfi’ī.

Ia sedemikian zuhud dan wara’ sehingga setiap kali ia mengangkat kedua tangannya, doanya akan diterima. Ia sangat tepat waktu dalam melaksanakan salat ṣalāt berjamaah, sehingga ketika ia ketinggalan salat berjamaah, ia mengulangi salat tersebut secara individu sebanyak dua puluh lima kali.

Al-Muzani sangat berhati-hati dan tegas terhadap dirinya sendiri, tetapi sangat lunak terhadap orang lain. Sifat ini menegaskan apa yang disarankan oleh orang-orang tentang para ulama di masa lalu, yaitu ikuti mereka dalam perkataan mereka (karena mereka akan sangat lunak) daripada tindakan mereka (karena jika seseorang mencoba meniru mereka, ia akan mempersulit dirinya sendiri).

Akidah dan Mihnah

Kami telah menyebutkan bahwa al-Muznani pada mulanya berkecimpung dalam ilmu Kalam, dan Imam Syafi’i menganjurkannya untuk meninggalkan ilmu tersebut dan menjauhinya, lalu dia mengikuti nasihatnya dan berpegang teguh kepada Sunnah. Banyak riwayat yang menegaskan ketaatannya pada jalan akidah Salaf.

Tetapi dia bukan salah satu dari mereka yang terkena Mihnah dan hidup mengalaminya, sehingga keselamatannya tersebut menjadi penyebab beberapa tuduhan kepadanya.

Wafat

Beliau wafat pada tahun 264 Hijriyah pada tanggal 24 Ramadhan di usia 89 tahun. Beliau dimakamkan di samping guru tercintanya, Imam al-Syāfi’ī. Semoga Allah merahmati beliau dan gurunya.

Mengenal Kitab Mukhtashar Al-Muzani

Asal Nama al-Mukhtashar

Kitab Mukhtashar al-Muzani fi Furu’ al-Syafi’iyyah (مختصر المزني في فروع الشافعية), merupakan sebuah kitab rujukan utama dalam Mazhab al-Syafi’i. Secara umumnya jika disebutkan istilah al-Mukhtashar – oleh para ulama mazhab al-Syafi’i, maka yang dimaksud adalah kitab Mukhtashar al-Muzani ini.

Al-Muzani menulis di pengantar kitab al-Mukhtashar-nya;

«اختصرتُ هذا من علم الشافعي ومن معنى قوله، لأقرِّبه على من أراده، مع إعلامِيهِ نَهْيَه عن تقليدِه وتقليدِ غيرِه، ليَنظُرَ فيه لدِينِه، ويحتاطَ لنَفْسِه، وبالله التوفيق».

Saya ringkaskan dalam kitab ini (suatu pengetahuan) yang berasal dari ilmu Muhammad bin Idris al-Syafi’i rahimahullah dan dari makna ucapan-ucapannya. Untuk mendekatkan (pemahaman) kepada yang menginginkannya. Disertai dengan penjelasan larangan untuk bersikap taqlid (fanatisme membabi buta) terhadap beliau (al-Syafi’i) ataupun selainnya. Untuk dilihat hal itu dalam agamanya, dan agar dijaga untuk dirinya. Semoga Allah memberikan taufik.

Mukhtashar al-Muzani fi Furu’ al-Syafi’iyyah hal 7 cetakan Daarul Kutub al-Ilmiyyah Beirut Lebanon

Al-Muzani tidak memberikan nama untuk kitabnya, tidak sebagaimana penulis setelahnya yang memberikan judul menarik untuk buku-buku yang Mereka tulis. Judul Mukhtashar bisa jadi diambil dari pengantar Mukhtashar di atas.

Ringkasan Al-Umm

Mukhtashar Al-Muzani bisa dikatakan “ringkasan dari kitab Al-Umm karya Asy-Syafi’i”. Hanya saja, maksud ringkasan bukan bermakna Al-Muzani membaca Al-Umm kemudian meringkasnya. Yang terjadi adalah Al-Muzani memahami ajaran fikih Asy-Syafi’i baik yang tertulis maupun yang disampaikan secara lisan, lalu menyerap semuanya kemudian meringkasnya.

Oleh karena Al-Umm adalah ilmu fikih tertulis Asy-Syafi’i, maka bisa dikatakan bahwa apa yang disampaikan Asy-Syafi’i dalam majelis secara lisan adalah sama dengan yang ditulis, bahkan lebih luas. Dengan demikian bisa dikatakan secara majasi bahwa Mukhtashor al-Muzani adalah ringkasan dari Al-Umm.

Hanya saja yang lebih akurat jika menurut informasi Ar-Ruyani dalam kitab beliau yang bernama Bahrul Madzhab, Mukhtashor Al-Muzani adalah ringkasan dari kitab besar Al-Muzani yang berjudul “Al-Jami’ Al-Kabir” (الجامع الكبير).

Baca juga:   Hindari Bahaya Minuman Keras (Khamar)

Syaikh Dr. Abdullah Al-Bathathi dalam Channel Barnamij Al-Khizanah menjelaskan lebih jauh bahwa Al-Muzani adalah orang yang mengumpulkan pengajaran yang disampaikan Imam al-Syafi’i dalam sesi pengajaran beliau ketika di Mesir. pengajaran yang disampaikan Imam al-Syafi’i dalam sesi pengajaran beliau ketika di Mesir. Ucapan dan kata–kata al-Syafi’i tersebut dicatat dan diolah kembali oleh Imam al-Muzani menjadi sebuah kitab yang mengkodifikasi ilmu dan Fiqih Syafi’i, maka ia menulis buku dalam jumlah yang besar, sekitar 1000 lembar yaitu Al-Jami’ Al-Kabir, karena demikian tebalnya dan khawatir manusia susah mengambil faedah, ia ringkasan menjadi Mukhtashar, dikenal juga dengan nama Mukhtashar al-Shaghir.

Kisah Penulisan Mukhtashar

Al-Muzani telah mengerahkan seluruh hidup Dan kesungguhannya untuk menyelesaikan penyusunan kitab Mukhtashar.

Al-Baihaqi menyebutkan bahwa Al-Muzani menyelesaikan penyusunan kitab ini dalam waktu dua puluh tahun. Dia menulisnya sebanyak tiga kali, dan terus perbaiki lagi. Setiap kali hendak menyusunnya beliau berpuasa terlebih dahulu tiga hari dan sembahyang sunat beberapa rakaat. (Manaqib Syafi’i, 2/349)

Al-Rauyani mengatakan; Beliau menghabiskan waktu selama dua puluh tahun lebih untuk menyusun kitab ini, dan tidak pernah mengajukan keberatan atau memilih satu pendapat di atas pendapat yang lain, kecuali setelah beliau melakukan shalat dua rakaat dan bermunajat kepada Allah Ta’ala. (Bahrul Mazhab, 1/25)

Mungkin karena ketekunan Dan kedekatannya dengan Allah Swt saat menulis, karyanya diterima dengan baik sepanjang masa.

Tujuan Penulisan Mukhtashar

Berdasarkan keterangan Al-Muzani di pendahuluan Mukhtashar yang telah disebutkan di atas, ada beberapa tujuan dari penulisan Mukhtashar oleh Al-Muzani.

1. Mendekatkan Ilmu Imam Syafi’i

Terdapat dalam redaksi (اختصرتُ هذا من عِلْم الشافعي ومن معنى قوله). Dilakukan dengan 3 cara oleh Al-Muzani yaitu mengumpulkan pendapat yang terserak di kitab-kitab Syafi’i baik dalam Fikih Dan ushul Fikih, mengikbat antara Asbah dan Nadhair dari masalah-masalah Fikih dalam bab-bab tertentu, dan mengeluarkan pokok dan kaedah Fikih yang telah dibangun Al-Syafi’i.

2. Memudahkan orang yang ingin belajar Fikih dan agama

Hal ini nampak pada kata «لينظر فيه» maksudnya melihat kitab Mukhtashar dan Ilmu di dalamnya. «لدينه» maksudnya agamanya, karena Fikih dalam ilmu agama, mempelajari Fikih sama’ dengan mempelajari agama. «ويحتاط لنفسه» maksudnya Mencari kehati-hatian untuk diri sendiri melalui ijtihad dalam mazhab dan meninggalkan taqlid dengan meminta dalil.

3. Taqlid

Al-Muzanni telah menyatakan bahwa ia tidak menginginkan hal itu, karena ia telah mengutip Imam Syafi’i yang melarang untuk mentaqlid-nya dan yang lainnya. Para pentaqlid tidak termasuk dalam kategori yang beliau tawarkan kitabnya, dan barangsiapa yang mengambil kitab al-Muzanni dengan jalan taqlid, maka ia telah menginginkannya dengan cara yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh penulis dan imam Syafi’i.

Sistematika Mukhtashar

Sistematika kitab ini juga istimewa. Hal yang menunjukkannya adalah ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah masa sesudahnya secara umum meniru dalam hal sistematika, yakni mengawali dengan bab thaharah dan mengakhiri dengan bab ‘itqu ummahatil aulad.

Yang menarik adalah, murid senior Imam Syafi’i lainnya yaitu Al-Buwaithi dan Imam Al-Rabi’, keduanya memiliki Mukhtashar juga, tetapi atas berkah Allah Swt. Mukhtasar Al-Muzani yang lebih banyak diterima di hati umat Islam.

Perhatian Ulama terhadap kitab al-Mukhtashar

Mukhtasar tersebar luas dan banyak ulama senior yang mengomentarinya. Mukhtasar ini menjadi sangat penting sehingga dikatakan bahwa di antara barang-barang yang dibawa oleh seorang wanita pada malam pernikahannya adalah Mukhtasar Imam Muzani. Demikian yang ditulis oleh Adz-Dzahabi dalam kitab Siyaru A’lami An-Nubala’ untuk menunjukkan popularitas dan betapa berharganya Mukhtashar Al-Muzani.

Imam al-Nawawi mengkategorikan kitab ini di tingkat pertama dari lima buah kitab rujukan utama mazhab Syafi’i, yaitu: 1) Mukhtashar al-Muzani, karya Abu Ibrahim al-Muzani, 2) al-Muhazzab, karya Abu Ishaq al-Syairazi, 3) al-Tanbih, karya Abu Ishaq al-Syairazi, 4) al-Wasith, karya Abu Hamid al-Ghazali, dan 5) al-Wajiz, karya Abu Hamid al-Ghazali.

Al-Hafiz Al-Baihaqi menyatakan:

Aku tidak mengetahui adanya suatu kitab yang ditulis dalam Islam yang lebih besar manfaatnya, lebih luas keberkahannya, lebih banyak buahnya. Bagaimana tidak, (hal itu didukung oleh) akidahnya (yang benar) dalam agama Allah, dan ibadahnya kepada Allah, kemudian (kesungguhannya) dalam menyusun kitab ini

Manaqib al-Syafi’i (2/328) dan Isma’il bin Yahya al-Muzani wa Risaalatuh Syarh al-Sunnah hal 44

Abu Al-‘Abbas bin Suraij mengatakan bahwa setiap kali beliau membaca mukhtashor Al-Muzani, beliau merasa selalu mendapatkan ilmu baru. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan banyak faidah tentu saja sudah semestinya kitab ini dibaca berkali-kali.

Al-Qoffal juga memberi resensi bahwa siapapun yang serius mengkaji mukhtashor Al-Muzani, maka secara otamatis dan sekaligus dia akan menguasui ushul fikih Asy-Syafi’i, bukan hanya produk fikihnya.

Abu Al-‘Abbas bin Suraij menulis dalam nazhomnya yang mengungkapkan perasaan beliau bagaimana beliau merasa sayang meminjamkan kitab itu karena sangat berharganya!

Demikian tinggi isi dan kedudukan kitab ini sampai-sampai Abu Zur’ah Muhammad bin ‘Utsman Ad-Dimasyqi (302 H) yang membawa madzhab Asy-Syafi’i ke Damaskus memberi hadiah 100 dinar bagi siapapun yang mampu menghafal Mukhtashar Al-Muzani.

Kitab Syarah atas Kitab al-Mukhtashar

Para ulama mazhab al-Syafi’i masa selanjutnya telah memberikan perhatian yang besar kepada kitab al-Mukhtashar, dengan menyusun berbagai kitab berdasarkan kitab al-Mukhtashar, dalam berbentuk syarah dan mukhtashar. Pada dasarnya daripada kitab al-Mukhtasar inilah muncul kitab-kitab besar mazhab Syafi‘i yang dikarang ulama-ulama besar mazhab yang datang selanjutnya.

Baca juga:   Benarkah Penentuan Shaum Arafah dan Idul Adha dengan patokan Wukuf di Arafah?

Sebagai contoh, kitab ini telah disyarahkan oleh Imam al-Juwaini al-Haramain (478H) dalam kitabnya yang berjudul al-Nihayah (Nihayah al-Mathalib fi Dirayah al-Mazhab). Kitab al-Nihayah pula telah diringkaskan oleh muridnya Imam Abu Hamid al-Ghazali (505H) melalui kitabnya al-Basith. Kemudian al-Ghazali telah meringkaskan al-Basith pula dalam kitabnya yang berjudul al-Wasith. Kemudian al-Ghazali telah meringkaskan lagi kitab al-Wasith dalam kitabnya yang berjudul al-Wajiz.

Kitab al-Wajiz disyarahkan oleh Abu al-Qasim al-Rafi’i (624H) dalam kitabnya yang dikenali dengan al-Syarh al-Kabir (al-‘Aziz Syarh al-Wajiz). Kitab al-Syarh al-Kabir telah diringkaskan dan diulas pula oleh Imam Muhyiddin al-Nawawi (676H) dalam kitabnya yang berjudul Rawdhah al-Thalibin. Kitab Rawdhah al-Thalibin diberi hawasyi (hasyiah) pula oleh beberapa ulama antara al-Azra‘i (783H), Ibn ‘Imad, al-Isnawi (772H) dan Sirajuddin al-Bulqini (705H). Keempat-empat kitab ini telah dikumpulkan oleh Imam al-Zarkasyi (794H) dalam kitabnya yang dikenali dengan kitab Khadim al-Rawdhah.

Kitab Rawdhah al-Thalibin telah diringkaskan oleh al-Syarf al-Muqri (837H) dalam kitabnya yang berjudul al-Rawdh (Rawdh al-Thalib). Kitab al-Rawdh disyarahkan pula oleh Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari (926H) melalui kitabnya Asna al-Mathalib Fi Syarh Rawdh al-Thalib. Syarh al-Rawdh ini diringkaskan pula oleh Ahmad bin ‘Umar al-Mazjad al-Zabidi (930H) dalam kitab yang berjudul al-‘Ubab. Kitab al-‘Ubab ini telah disyarah oleh al-Sayyid ‘Alawi bin Ahmad al-Saqqaf (1335H), pengarang kitab Sab‘ah Kutub Mufidah sehingga bab al-Wakalah. Manakala kitab al-Rawdh di atas juga telah diringkaskan lagi oleh Imam Ibn Hajar al-Haytami (974H) dalam kitabnya al-Nu-‘aim.

Catatan di atas, hanyalah sebagai contoh kronogi penyusunan kitab-kitab fiqh dalam mazhab al-Syafi’i yang mempunyai pertalian di antara satu sama lain, yang berakhir dengan kitab Mukhtashar al-Muzani. Sebenarnya setiap kitab yang disebutkan di atas, masing-masing mempunyai syarah, hasyiah dan mukhtashar tersendiri yang disusun oleh para ulama mazhab al-Syafi’i.

Berikut senarai kitab-kitab syarah untuk kitab al-Mukhtashar;

  1. al-Intiqad ‘ala al-Mukhtashar, karya Abu Bakr, Ahmad bin al-Husain bin Sahl al-Farisi (305H).
  2. al-Ta’liqah, karya Abu Hamid al-Maruzi (326H). Kitab ini kemudiannya telah diringkaskan oleh Abu Ishaq al-Syirazi dalam kitabnya al-Tanbih.
  3. Syarh Mukhtashar, karya Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Marwazi (340H). Kitab ini telah dikomentar oleh muridnya al-Jawbaqi (340H) melalui kitabnya al-Nukat ‘ala Syarh Mukhtashar.
  4. Syarh Mukhtashar al-Muzani, karya Ibn. Abu Hurairah, al-Qadhi Abu ‘Ali al-Hasan bin al-Husain al-Baghdadi (345H). Beliau mempunyai dua syarah bagi kitab al-Mukhtashar iaitu al-Ta’liq al-Kabir ‘ala al-Mukhtashar dan al-Ta’liq al-Shaghir ‘ala al-Mukhtashar.
  5. al-Ifshah fi Syarh al-Mukhtashar, karya Abu ‘Ali al-Husain bin Qasim al-Thabari (350H).
  6. Syarh Mukhtashar al-Muzani, karya al-Qadhi Abu Hamid, Ahmad bin Bisyr bin ‘Ami al-Amiri al-Marwarruzi (362H).
  7. al-Intishar ‘ala Mukhtashar al-Muzani, karya Ibn al-Qaththan, al-Hafiz Abu Ahmad Abdullah bin ‘Adi bin Abdullah al-Jurjani (365H).
  8. Syarh Mukhtashar al-Muzani, karya Ibn al-Daqqaq, Abu Bakr Muhammad bin Ja’far al-Baghdadi (392H).
  9. Syarh Mukhtashar al-Muzani, karya Abu Ali Husain bin Syu’aib bin Muhammad al-Sinji (406H).
  10. al-Ta’liqah fi al-Fiqh ‘ala Mukhtashar al-Muzani, karya al-Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini (406H).
  11. Syarh Mukhtashar al-Muzani / al-Ta’liqah, karya Abu al-Thayyib, Thahir bin Abdullah al-Thabari (406H).
  12. al-Hawi al-Kabir Syarh al-Mukhtashar, karya Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri (462H). Kitab ini merupakan kitab syarah yang paling terkenal di kalangan ulama mazhab al-Syafi’i. Ia telah dicetak dan menjadi rujukan para ulama dan pelajar pusat pengajian tinggi.
  13. al-Ta’liqah / Syarh Mukhtashar al-Muzani, karya al-Qadhi Husain, Abu ‘Ali al-Husain bin Muhammad bin Ahmad al-Marwarruzi (462H).
  14. Nihayah al-Mathalib Fi Dirayah al-Mazhab, karya Imam Haramain, Rukn al-Din Abu al-Ma-‘ali Abdul Malik bin Abdullah al-Juwaini (419-478H).
  15. Bahr al-Mazhab, karya Imam Fakhr al-Islam Abu al-Muhasin Abdul Wahid bin Ismail bin Ahmad al-Thabari al-Ruyani (502H). Kitab ini dikatakan sebagai syarah bagi kitab al-Mukhtashar.
  16. Syarh al-Mukhtashar, karya Syaikh al-Islam, al-Qadhi Zaynuddin Abu Yahya Zakariya bin Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Sunaiki al-Mishri (926H).

Kitab Ziyadah

Ziyadat al-Muzani, karya Ibn Ziyad, Abu Bakr Abdullah bin Muhammad bin Ziyad bin Wasil al-Naisaburi (324H). Kitab ini terkenal sebagai Ziyadat Ibn Ziyad. Dalam kitab ini Ibn Ziyad telah menambah kandungan asal kitab al-Mukhtashar dengan beberapa tambahan yang dianggapnya perlu bagi menyempurnakan kitab al-Mukhtashar.

Muqadimat Al-Mukhtashar

Abdullah Syarafuddin Al-Dagistani menulis buku مقدمات المختصر مقدمات منهجية بين يدي المختصر للامام المزني yang menjadi pengantar untuk kitab Mukhtashar Al-Muzani, membahas, berisi biografi Al-Muzani, kitab Al-Mukhtashar dan metodenya, karangan Al-Syafi’i, penjelasan aspek perbedaan pendapat dalam mazhab dan lain sebagainya.

Teks online buku bisa Anda baca secara online di Aplikasi Turath, review bukunya bisa Anda simak di video berikut.

Referensi

Abu Ibrahim Ismail bin Yahya Al-Muzani, Al-Mukhtashar min Ilmi Al-Syafi’i wa min Ma’na Qaulihi, Tashih dan Ta’liq: Abdullah Syarafuddin Al-Dagistani, Riyadh: Dar Madarij Lin Nashr, 2019.

Mukhtashar al-Muzani, https://abusyahmin.blogspot.com/2013/08/mukhtashar-al-muzani_3.html, terbit 3 Agustus 2013

Mengenal Mukhtashar al-Muzani, https://irtaqi.net/2017/11/23/mengenal-mukhtashor-al-muzani/, terbit 23 November 2017

Mukhtashar Al-Muzani, Channel Barnamij Al-Khizanah, https://youtu.be/EhKiWLFcAwQ, 17 September 2022

Artikel terkait

Peran Al-Ghazali dalam Mengembangkan Keilmuan Fiqih dan Ushul Fiqh Mazhab Syafi’i, https://ahmadbinhanbal.com/peran-al-ghazali-dalam-mengembangkan-keilmuan-fiqih-dan-ushul-fiqh/, terbit 10 November 2021

Peran Al-Juwaini dalam Mengembangkan Mazhab Syafi’i, https://ahmadbinhanbal.com/peran-al-juwaini-dalam-mengembangkan-mazhab-syafii/, terbit 18 April 2024

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *