Menuju Pesantren Berkualitas

Upaya menjadikan sistem pendidikan pesantren sebagai solusi alternatif dalam menjawab kelemahan manajemen pendidikan nasional cukup lama menjadi perdebatan. Termasuk juga perlunya pondok pesantren dimasukkan dalam UU SISDIKNAS.

Sistem pendidikan pesantren, memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan sistem pendidikan lainnya yang ada di Indonesia. Sebab di dalamnya terdapat prinsip-prinsip dan nilai-nilai filosofis-edukatif yang tidak dimiliki oleh sistem pendidikan lain.

Prinsip-prinsip perjuangan, pengabdian, pengorbanan, ijtihad, dan mujahadah yang dijiwai oleh nilai-nilai keikhlasan, kesederhanaan, percaya diri dan kemandirian, persaudaraan, dan kebersamaan, serta kebebasan berfikir positif dan produktif menjadi landasan utama manajemen pendidikan dan pengembangan berbagai jenis pendidikan yang dikelola di dalamnya.

Selain itu, di dalam manajemen pendidikan pesantren terdapat prinsip-prinsip filosofis-edukatif lain yang telah lama mengakar seperti competence oriented, life skill, social skill dan bahkan memiliki metode pembelajaran yang pupil centered atau student centered.

Maka sangat layak dan menarik jika manajemen pendidikan dengan berbasis nilai-nilai pesantren kita jadikan solusi alternatif perbaikan manajemen pendidikan di saat sistem pendidikan nasional masih mencari jati diri dan solusi di tengah-tengah keterpurukannya.

Wacana menjadikan nilai-nilai pesantren sebagai teologi dan basis manajemen pendidikan alternatif tentu saja berangkat dari adanya ‘kebuntuan’ sistem pendidikan nasional untuk mencetak SDM yang berkualitas, akibat dari terjadinya krisis multi dimensional yang melanda bangsa Indonesia. Lebih-lebih krisis moral dan identitas yang terus mewarnai perilaku elit bangsa pada khususnya dan keseluruhan lapisan masyarakat pada umumnya.

Di sisi lain, derasnya dinamika zaman akibat permainan politik global dan arus informasi dan industrialisasi dengan segala implikasinya, tentu semakin mengancam identitas kemanusiaan yang pada gilirannya akan terus melahirkan manusia yang ‘bejat’ dan kehilangan kendali. Maka, dunia pendidikan menjadi harapan bersama untuk membendung semua itu agar melahirkan manusia yang betul-betul ber-nurani manusia, bukan manusia yang ber-nurani tikus yang rakus, dan lain semacamnya.

Pesantren, dengan karateristik nilai-nilai dan tradisi yang di milikinya mempunyai potensi besar untuk dijadikan “pelarian” dalam rangka menyikapi globalisasi dan persoalan-persoalan lain yang menghadang pesantren, secara khusus, dan dunia pendidikan secara umum.

Setidaknya, menurut Abd A’la nilai-nilai pesantren berupa kemandirian, keikhlasan, dan kesederhanaan merupakan nilai-nilai yang dapat melepaskan masyarakat dari dampak negatif globalisasi dalam bentuk kebergantungan dan pola hidup konsumerisme yang lambat tapi pasti akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia, terutama anak didik di sekolah.

Baca juga:   Muhammad Abdullah Draz: Biografi dan Pengenalan Pemikirannya

Nilai-nilai pesantren seperti keikhlasan, kesederhanaan, keteladanan, dan kemandirian adalah kekayaan moral yang dapat dijadikan dasar dalam pengelolaan pendidikan untuk menghentikan proses penghancuran manusia yang pada intinya berawal dari kemandulan sistem dan pengelolaan pendidikan dewasa ini yang tidak memiliki landasan moral-institusional yang jelas.

Tentu saja nilai-nilai pesantren tersebut perlu dikontekstualisasikan dan dicarikan rumusan dalam suatu pola manajemen pendidikan yang sistematis dan komprehensif dalam konteks perkembangan pendidikan dewasa ini.

Ada beberapa pilihan pola manajemen pendidikan berbasis pesantren tersebut yang bisa ditawarkan yaitu:

  1. Pertama, pola penggantian total (revolutionary design), yaitu mengganti secara totalitas sistem pendidikan sekolah yang selama ini menjadi satu-satunya sistem formal pendidikan nasional dengan sistem pendidikan pesantren. Kedua, pola integrasi (integrative design), yaitu integrasi sistem pendidikan pesantren secara total ke dalam sistem pendidikan sekolah, atau sebaliknya.
  2. Kedua sistem tersebut disatukan dan dipadukan secara harmonis dan komprehensif sehingga menjadi satu sistem pendidikan yang benar-benar baru dan unik, tetapi tentu dengan nilai-nilai pesantren sebagai basis ideologi pendidikannya.
  3. Ketiga, pola konvergensi (convergentive design), yaitu dengan cara sistem pendidikan pesantren dikonvergensikan dengan sistem pendidikan sekolah, atau sebaliknya. Kedua sistem ini diarahkan ke satu titik pertemuan dan kemudian dilaksanakan bersama-sama, tanpa menghilangkan unsur dan cirinya masing-masing.

Nampaknya pola konvergensi inilah yang banyak dilakukan pesantren pada dekade terakhir ini, antara lain dengan menyelenggarakan pendidikan MI/SD Pesantren, Mts/SMP, MA/SMU/SMK, dan PT, di mana kurikulum dan sistem pendidikannya mengacu pada sistem sekolah/madrasah yang ditetapkan oleh pemerintah, kemudian dikonvergensikan dengan nilai-nilai dan tradisi pesantren. Bahkan akhir-akhir ini banyak pula sekolah -bahkan Universitas- yang melaksanakan pola konvergensi ini dengan cara membuka “sekolah dengan sistem asrama” atau boarding school.

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua dalam perjalanan kehidupan Indonesia sejak enam abad yang lalu hingga sekarang. Sebagai model pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam perspektif wacana pendidikan nasional sekarang ini, sistem pondok pesantren telah mengundang berbagai macam spekulasi tentang asal usulnya.

Baca juga:   Integrasi dan Pengembangan Iptek dalam Pendidikan Islam

Di Indonesia telah banyak berkembang berbagai variasi pondok pesantren di antaranya salafi, khalafi/kombinasi, tradisional dan modern. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh dosen Pendidikan Agama Islam, IAIN Surakarta, Khuriyah, S.Ag., M.Pd. di berbagai pesantren di wilayah Jawa Tengah ditemukan berbagai informasi. Temuan tersebut antara lain berkaitan dengan sistem pengelolaan yang berjalan di pesantren.

Terdapat pesantren yang dikelola secara alami tanpa berupaya melakukan pengelolaan secara efektif. Ada pula yang sudah dikelola secara rapi dan sistematis dengan kaidah manajerial yang umum. Selain itu, dalam hal kurikulum juga telah terdapat pesantren yang sudah menata sedemikian rupa sesuai pedoman dari Kementerian Agama. Namun di sisi lain masih ada pesantren dengan kurikulum seadanya dan belum didasarkan kepada kebutuhan yang semakin komplek seiring perkembangan jaman.

Nilai-nilai positif dari Islamic Boarding School dibandingkan dengan pendidikan sekolah reguler yaitu:

  1. Pendidikan Paripurna, umurnya sekolah reguler terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademis sehingga banyak aspek kehidupan siswa yang tidak tersentuh. Sementara dalam boarding school dirancang program pendidikan yang komprehensif dari soft skill dan hard skill sampai membangun wawasan global.
  2. Lingkungan yang kondusif, semua elemen dalam sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Guru dan siswa melihat langsung praktik kehidupan dalam berbagai aspek dan bukan hanya di dalam kelas.
  3. Siswa yang Heterogen, boarding school mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang siswa. Kondisi ini kondusif membangun wawasan nasional dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman yang berbeda dan menghargai perbedaan.
  4. Sistem ini memberi nilai pendekatan individual sangat tinggi sehingga pengawasan moral peserta didik dapat diberlakukan selama 24 jam.
  5. Para pengajarnya, kiai dan ustadz sebagai modelling. Mereka berperan sebagai contoh keteladanan dalam perilaku.
  6. Penerapan teori dalam praktek keseharian. Bahkan yang selalu diterapkan adalah konsep pendidikan learning by doing (menerapkan ilmu).
  7. Memiliki intergritas, komitmen, kejujuran dan nilai-nilai perjuangan para insan pengelola pesantren keseluruhan. Hal ini berakibat pada pembentukan karakteristik peserta didik. Keberhasilan pesantren dalam membentuk kader layak dijadikan pertimbangan orangtua memilih pendidikan bagi putra-putrinya.
Baca juga:   Manajemen Berbasis Sekolah (MBS): Sejarah Lahir dan Implementasinya di Indonesia

Kelebihan-kelebihan di atas menjadikan pesantren pada masa sekarang merupakan lembaga pendidikan islam dengan ciri khas tersendiri. Bahkan bisa berperan dalam proses keberlanjutan pendidikan Nasional.

Selanjutnya, berikut peran penting pesantren menurut Prof. A’la yang kami sadur dari buku beliau Pembaruan Pesantren.

Peran Pesantren Menurut Abdul A’la

A. Peran Pesantren dalam Transformasi Sosial

Menurut Abdul A’la , pesantren merupakan institusi keagamaan yang tidak mungkin bisa dilepaskan dari masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Lembaga ini tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat dengan memosisikan dirinya sebagai bagian masyarakat dalam pengertiannya yang transformatif.

Dalam konteks ini, pendidikan pesantren pada dasarnya merupakan pendidikan yang sarat dengan nuansa transformasi sosial. Pesantren berikhtiar meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian sosial yang pada awal mulanya ditekankan pada pembentukan moral keagamaan dan kemudian dikembangkan kepada rintisan-rintisan pengembangan yang lebih sistematis dan terpadu. (Abd A’la, Pembaruan Pesantren, hal. 2-3)

B. Peran Pesantren dalam Pendidikan Alternatif

Menurut Abdul A’la, salah satu kelebihan dari model pendidikan yang dikembangkan para Wali Sanga itu (dan kemudian menjadi ciri khas pendidikan pesantren) terletak pada pendekatannya yang didasarkan pada segala sesuatu yang sudah akrab dengan masyarakat dan perpaduan antara aspek teoritis dan praksis.

Misalnya, Sunan Giri menggunakan pendekatan permainan untuk mengajarkan Islam kepada anak-anak, Sunan Kudus menggunakan dongeng, Sunan Kalijaga mengajarkan Islam melalui wayang kulit, dan Sunan Derajat mengenalkan Islam melalui keterlibatan langsung dalam rangka menangani kesengsaraan yang dialami masyarakat. (Abd A’la, Pembaruan Pesantren, hal. 17)

C. Peran Pesantren dalam Pengembangan Akhlak

Menurut Abdul A’la, pesantren sebagai lembaga pendidikan agama sekaligus bagian komunitas dunia yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral keagamaan, pesantren dituntut pula menyikapi realita kehidupan sebagai persoalan kemanusiaan. Dalam bahasa lain, pesantren dituntut untuk mencari solusi yang tepat, sistematis, dan berjangkauan luas ke depan sehingga diharapkan bisa menyelesaikan problem tersebut. (Abd A’la, Pembaruan Pesantren, hal. 31)

Referensi:

Abd A’la, Pembaruan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006

Link Terkait:

Menuju Pesantren Berkualitas
Infografis biaya beberapa pesantren besar yang berkualitas dengan biaya yang masih terjangkau
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *