Orientalisme dan Hujatan Terhadap Rasulullah SAW

Orientalisme dan Hujatan Terhadap Rasulullah SAW – BELUM lama ini, media kampus di Universitas Cambridge, Inggris, menerbitkan kembali salah satu kartun Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cambridge yang terletak di Inggris timur adalah 10 besar universitas terbaik sedunia dan memiliki 25 ribu mahasiswa.

Penghinaan terhadap Rasulullah sungguh tindakan yang tidak masuk akal bagi kalangan terdidik. Namun rupanya hujatan terhadap Nabi bukanlah barang baru. Itu sudah berlangsung sejak dulu.

Daftar Hujatan

Di kalangan Yahudi-Kristen, telah umum beredar hinaan atau celaan terhadap Nabi Muhammad. Misalnya penggunaan istilah pseduopropheta (nabi palsu). Johannes dari Damascus Ioannou tou Damaskhenou alias Johannes Damascenus atau John of Damascus (±652-750)] adalah orang yang paling awal menganggap Rasulullah sebagai nabi palsu.

Johannes menyebut Rasulullah sebagai Mamed. Dikutip dalam buku John of Damascus: The Heresy of the Ishmaelites oleh Daniel J Sahas (1972), John atau Johannes berpendapat bahwa Mamed adalah seorang nabi palsu dan secara kebetulan mengetahui isi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta berpura-pura pernah bertemu dengan Arius. Setelah itu, Mamed membuat sendiri ajaran sesatnya. Johannes menegaskan Mamed sendiri tidak sadar kalau menerima wahyu karena mendapatkannya ketika sedang tidur.

 Tak cukup itu, Johannes juga mengatakan bahwa Mamed bukanlah seorang nabi (alias nabi palsu) karena perilakunya yang tidak bermoral. Mamed, katanya, membolehkan mengawini banyak perempuan dan ia sendiri mengawini istri anak angkatnya sendiri.

Ada banyak sebutan untuk Nabi. Umumnya, bernada hujatan. Sebutan seperti; Mamed, Mawmet, Mahound, Mahoun, Mahun, Mahomet, Mahon, Machmet, yang kesemua kata tersebut bermakna setan (devil) dan berhala (idol) telah berkumandang keras khususnya pada zaman pertengahan.

Hujatan terhadap Rasulullah terus dilakukan oleh para tokoh terkemuka Kristen. Misalnya, Pastor Bede (673-735) menganggap Mamed sebagai a wild man of desert (seorang manusia padang pasir yang liar), kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosialnya rendah, bodoh tentang dogma Kristen, tamak kuasa sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim dirinya sebagai seorang rasul (nuntius/apostolus).

Hujatan kepada Rasulullah juga dilakukan oleh para rahib terkemuka Kristen yang lain. Misalnya dilontarkan oleh Pierre Maurice de Montboissier yang juga dikenal sebagai Petrus Venerabilis alias Peter the Venerable (1049-1156), seorang kepala biara Cluny di Perancis.

Dalam buku Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe, juga dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe (editor Michael Frasseto and Davis R Blanks), Pierre Maurice pernah menegaskan bahwa Mahomet adalah an evil man (orang jahat) dan satan (setan) karena mengajarkan anti-Kristus.

Hujatan demi hujatan terus berlanjut. Ricoldus de Monte Crucis alias Ricoldo da Monte Croce (±1243-1320), seorang biarawan Dominikus, menulis beberapa karya yang juga menghujat Islam. Menurut Ricoldo, yang mengarang Al-Qur`an dan membuat Islam adalah setan.

Kata Ricoldo, sebagaimana dikutip Patrick O’Hair Cate dalam Each Other’s Scripture:

“Pengarang bukanlah manusia tetapi setan, yang dengan kejahatannya serta izin Tuhan dengan pertimbangan dosa manusia, telah berhasil untuk memulai karya anti-Kristus. Setan tersebut, ketika melihat iman Kristiani semakin bertambah besar di Timur dan berhala semakin berkurang, dan Heraclius, yang menghancurkan menara menjulang yang dibangun oleh Chosroes dengan emas, perak dan batu-batu permata untuk menyembah berhala-berhala, mengatasi Chosroes pembela berhala. Dan ketika setan melihat palang salib Kristus diangkat oleh Heraclius, dan tidaklah mungkin lagi untuk membela banyak tuhan atau menyangkal Hukum Musa dan Bibel Kristus, yang telah menyebar ke seluruh dunia, setan tersebut merancang sebuah bentuk hukum (agama) yang pertengahan jalan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dalam rangka untuk menipu dunia. Dengan maksud ini ia memilih Muhammad.”

Hujatan ala Martin Luther

Seolah terpengaruh dengan pemikiran Ricoldo, Martin Luther (1483-1546) berpendapat, “The devil is the ultimate author of the Qur`an (setan adalah pengarang terakhir Al-Qur`an). Pendapat Luther didasarkan kepada penafsirannya terhadap Yohannes 8 (44).

Luther berpendapat bahwa setan adalah a liar and murderer (seorang pembohong dan pembunuh). Al-Qur`an mengajarkan kebohongan dan pembunuhan. Oleh sebab itu, yang mengarang Al-Qur`an (Mahomet) dikontrol oleh setan.

Luther juga menyatakan, “Jadi ketika jiwa pembohong mengontrol Mahomet, dan setan telah membunuh jiwa-jiwa Mahomet dengan Al-Qur`an dan telah menghancurkan keimanan orang-orang Kristen, setan harus terus mengambil pedang dan mulai membunuh tubuh-tubuh mereka.” (Lihat Martin Luther, On War Against the Turk, penerjemah Charles M Jacobs).

Menurut Luther, Mahomet, Al-Qur`an, dan orang-orang Turki semuanya adalah produksi setan. “Namun sebagaimana Paus yang anti-Kristus, begitu juga orang-orang Turki yang merupakan penjelmaan setan,” ujar Luther.

Sebagaimana Ricoldo, Luther menganggap Tuhan orang-orang Turki adalah demon (setan) karena ketika orang-orang Turki berperang, mereka berteriak Allah! Allah! Ini sama halnya dengan tentara-tentara Paus ketika berperang berteriak Ecclesia! Ecclesia! Bagi Luther, teriakan gereja (ecclesia) berasal dari setan.

Luther menegaskan, dalam peperangan, sebenarnya Tuhan orang-orang Turki yang lebih banyak bertindak dibanding orang-orang Turki sendiri. Tuhan mereka yang memberi keberanian dan trik, yang mengarahkan pedang dan tangan, kuda dan manusia.

Walhasil, Luther menyimpulkan Mahomet mengajarkan kebohongan, pembunuhan dan tidak menghargai perkawinan. Mahomet bohong karena menolak kematian Yesus dan ketuhanan Yesus sebagaimana yang diajarkan Bibel.

Tak hanya menghina, Luther juga memfitnah dengan mengatakan bahwa Mahomet mengajarkan bahwa hukum ditegakkan dengan pedang dan keimanan Kristiani dan pemerintahan Muslim perlu dihancurkan, dan Turki (Muslim) adalah pembunuh. (Lihat Patrick O’Hair Cate, Each Other’s Scripture).

Dalam pandangan Luther, Mahomet membolehkan siapa saja untuk beristri sebanyak yang diinginkan. Menurutnya, merupakan kebiasaan bagi seorang laki-laki Turki untuk memiliki sepuluh atau dua puluh istri dan meninggalkan atau menjual siapa yang dia inginkan. Sehingga wanita-wanita Turki dianggap murah yang tidak ada harganya dan dianggap rendah; mereka dibeli dan dijual seperti binatang ternak. (Martin Luther, On War Against the Turk)

Demikianlah, kecaman, hinaan, dan hujatan terhadap Nabi Muhammad tak hanya datang kali ini, namun telah berlangsung jauh-jauh hari. Dan ternyata, hujatan dan hinaan tersebut telah menjadi bagian dari studi orientalisme.

Tuduhan Pengaruh Yahudi

Gagasan bahwa ajaran Yahudi banyak mempengaruhi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diprakarsai oleh Abraham Geiger (1810-1874), intelektual sekaligus rabi dan pendiri Yahudi Liberal di Jerman.

Tulisnya dalam buku “Was hat Muhammad aus dem Judenthume aufgenommen? “. (Apa yang Telah Muhammad Pinjam dari Yahudi?), terbit 1833, untuk mengarang Al-Qur`an, Muhammad telah meminjam sejumlah kosa kata Ibrani seperti tabut, Taurat, jannatu ‘adn, jahannam, ahbar, darasa, Rabbani, sabt, thaghut, furqan, ma’un, mathani, malakut.

Agama Yahudi dianggap mempengaruhi Muhammad ketika mengemukakan hal-hal yang menyangkut keimanan dan doktrin, peraturan-peraturan hukum dan moral, serta pandangan tentang kehidupan. Cerita-cerita dalam Al-Qur`an pun tidak terlepas dari pengaruh Yahudi.

Adanya kecaman Al-Qur`an terhadap Yahudi dianggap sebagai kesalahan Muhammad karena telah menyimpang dan salah mengerti doktrin-doktrin agama Yahudi.

Sementara Theodor Nöldeke, sarjana Kristen dari Jerman, berpendapat bahwa karangan Muhammad (Al-Qur`an) salah fatal karena menyebut Haman adalah menteri Fir’aun, padahal menteri Ahasuerus; menyamakan Maryam, saudara perempuan Musa, dengan Maryam Ibunya Nabi Isa. “Orang Yahudi yang paling tolol pun tidak akan melakukan kesalahan seperti Muhammad,” katanya.

Kesalahan fatal Al-Qur`an yang lain, menurut Nöldeke, adalah anggapan Muhammad bahwa tanah Mesir subur disebabkan hujan. Muhammad banyak salah-paham, misalnya ketika menerapkan ungkapan-ungkapan Aramaik. Furqan, misalnya, sebenarnya bermakna redemption (penebusan), namun bagi Muhammad makna tersebut dalam bahasa Arab menjadi revelation (wahyu). Millah sepatutnya bermakna word (kata), namun dalam Al-Qur`an menjadi agama. (Theodore Nöldeke, Sketches from Eastern History, London, 1985, hal 37-38).

Para sarjana itu melacak pengaruh Yahudi-Kristen kepada Muhammad karena ingin mengungkap orisinalitas ide dan wawasan Muhammad. Menurut Hartwig Hirschfeld, seorang Yahudi Jerman kelahiran Prussia, “Pengetahuan tentang sumber-sumber orisinal yang hanya dapat menerangkan apa yang sering nampak pada awal mulanya kabur dan tidak bermakna. Salah satu kesulitan utama di hadapan kita adalah untuk memastikan apakah ide atau ekspresi adalah properti spiritualitas Muhammad atau dipinjam dari yang lain, bagaimana dia mempelajarinya, dan sejauh mana itu diubah mengikut tujuan-tujuannya.”

Bagi Hirshfeld, sebelum mengaku menjadi Nabi, Muhammad telah menjalani kursus pelatihan Bibel. Bagaimanapun, kata dia, kursus tersebut tidak berjalan secara sistematis karena tidak mengikuti instruksi para guru dengan teratur. Muhammad lebih otodidak. (Hartwig Hirschfeld, New Research into the Composition and Exegesis of the Qoran, London, 1901, hal 4).

Tuduhan Pengaruh Kristen

Dalam disertasi berjudul Die Abhängigkeit des Qorans von Judentum und Christentum, Stuttgart, 1922 (Ketergantungan Al-Quran terhadap Yahudi dan Kristen), Wilhelm Rudolph menyimpulkan bahwa Islam sebenarnya berasal dari Kristen). Kristen adalah die wiege des Islam (buaian Islam). Ide-ide Muhammad bukanlah penemuannya sendiri, tetapi hasil dari pergaulannya dengan Yahudi Makkah, dan kemungkinan pergaulannya dengan orang-orang Kristen.

Sementara Tor Andrae menulis Der Ursprung des Islams und das Christentum (Asal Mula Islam dan Kristen). Katanya, ajaran-ajaran Al-Qur`an memiliki contoh-contoh yang jelas dalam Literatur Syiriak.

Kata Andrae, “Konsep kenabian sebagai sesuatu yang hidup dan aktual, sesuatu yang milik sekarang dan akan datang, sukar, sejauh yang aku lihat, muncul di dalam jiwa Muhammad jika ia tidak mengetahui mengenai nabi-nabi dan kenabian yang telah diajarkan Yahudi dan gereja-fereja Kristen di Timur.” (Tor Andrae, Mohammed: The Man and His Faith, pen Theophil Menzel, London, 1936).

Menjabarkan hegemoni Kristen terhadap Muhammad, Richard Bell menulis buku berjudul The Origin of Islam in its Christian Environment (London: 1926). Bell menyimpulkan bahwa pengaruh Kristen datang dari Syiria (Suriah), Mesopotamia, dan Ethiopia. Kosa kata Aramaik dan Ethiopia yang digunakan oleh orang-orang Kristen, diketahui oleh Muhammad, yang selanjutnya memasukkannya ke dalam Al-Qur`an.

Pada tahun 1927, Alphonso Mingana, pendeta Kristen asal Iraq, menyimpulkan wujudnya 100 persen pengaruh asing kepada Al-Qur`an. Ethiopia mewakili 5 persen, Ibrani 10 persen, bahasa Yunani-Romawi 10 persen, Persia 5 persen, dan Syiriak 70 persen.

K Ahren menulis Christlisches im Koran: Eine Nachlese (Kristen di dalam Al-Quran: Sebuah Investigasi) . Ia menyimpulkan argumentasi Muhammad untuk menentang Kristen pun sebenarnya berasal dari fraksi-fraksi Kristen.

Dengan menggali karya para orientalis sebelumnya, Arthur Jeffery yang konon menguasai 19 bahasa dan penulis The Foreign Vocabulary of the Quran (Kosa Kata Asing Al-Qur`an) menyimpulkan bahwa dengan melacak kata-kata tersebut kembali kepada sumbernya, maka sejauh mana pengaruh yang terjadi kepada Muhammad dalam berbagai periode misinya akan dapat diperkirakan.

Memang terdapat kesamaan antara ajaran Islam dengan sebagian ajaran Nabi Musa ‘alaihissalaam dan Nabi Isa ‘alaihissalaam. Semua nabi membawa wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, karena ada penyimpangan- penyimpangan dalam agama Yahudi-Kristen, maka Nabi Muhammad membawa Islam yang menunjukkan penyimpangan tersebut. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan mendasar antara Al-Qur`an dengan ajaran-ajaran Yahudi-Kristen. Namun para orientalis mengganggap perbedaan tersebut disebabkan kesalahan Rasulullah.

Muhammad bukan Ummiy?

Tuduhan adanya keterpengaruhan itu sebenarnya bertujuan untuk menunjukkan bahwa Muhammad bukanlah seorang yang ummiy (buta huruf).

Nöldeke, misalnya, berpendapat ayat-ayat tentang ummiy berada dalam periode Madinah. Konsep itu dalam Al-Qur`an bertentangan dengan ahlul-kitab. Pasalnya, ummiy merujuk pada masyarakat tanpa Wahyu.

Friedrich Schwally pun mengatakan bahwa ummiy berasal dari kata umma (bangsa, masyarakat) dan ini paralel dengan bahasa Yunani kuno λαιχος (laikhos) dari λαος (laos) yang artinya masyarakat. Kata tersebut paralel juga dengan bahasa Syiro-Aramaik almaya (saecularis) . Schwally merujuk kata ummiy kepada kosa kata Ibrani, am-ha-ares.

Hirshfeld menyatakan, Muhammad bukan ummiy, bisa membaca dan menulis. Menurutnya, Muhammad mengetahui aksara Ibrani tatkala berkunjung ke Syiria. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa Muhammad bisa menulis ketika di Madinah.

Sulit dipercaya, tegas Hirshfeld, jika Muhammad tidak bisa menulis ketika berusia di atas 50 tahun. Selain itu, kata Hirshfeld, banyaknya nama-nama dan kata-kata yang diungkapkan di dalam Al-Qur`an menunjukkan bahwa Muhammad salah membaca di dalam catatan-catatannya yang ditulis tanpa kemahiran.

Ringkasnya, dengan menunjukkan Rasulullah bukan seorang ummiy berarti membuktikan bahwa Muhammad adalah pengarang Al-Qur`an. Ini tujuan terpenting bagi mereka.

Pendapat Ulama

Sangat bertentangan dengan para orientalis, mayoritas ulama berpendapat bahwa Rasulullah adalah seorang ummiy. Al-Zajjaj, pakar bahasa Arab, berpendapat, “Kata ummiy berarti umat yang kondisinya seperti saat dilahirkan oleh ibu, tidak mempelajari tulisan, dan tetap seperti itu hingga dewasa.”

Ibn Manzur, pengarang Lisan al-Arab, menyatakan kata ummiy bermakna tidak bisa menulis. Menafsirkan Surat Al-Ankabut ayat 48, Manzur menyatakan Rasulullah disebut ummiy karena umat Arab tidak bisa menulis dan membaca. Allah mengutus Muhammad dan beliau tidak bisa menulis dan membaca dari kitab, dan sifat ini merupakan salah satu mukjizatnya, karena ia mengulangi Kitab Allah dengan sangat teratur, tepat, tidak kurang dan tidak lebih, tidak seperti orator Arab yang lain.

Tuduhan kaum orientalis memang tidak dapat dipisahkan dari prejudis, baik disadari ataupun tidak. Meskipun mereka ingin menunjukkan “objektivitas” dan mengaplikasikan metode kritis-historis, namun pandangan-hidup Yahudi-Kristen sebenarnya tetap menjadi dasarnya.

Metode yang disebut “kritis-historis” itu dibangun atas faham empirisisme. Secara epistemologis, metode ini tidak sesuai untuk diterapkan dalam studi Islam. Islam bersumber dari Wahyu yang memuat sejumlah kepastian dan keyakinan, sedangkan metode tersebut berasal dari paham positivisme yang mengabaikan kepastian Wahyu yang kebenarannya tidak terbatas kepada fenomena empiris saja.

Ucapan dan pernyataan kaum orientalis yang mengaku ilmiah dan objektif tentang Muhammad hanyalah bertujuan untuk mengaburkan dan meragukan kebenaran Al-Qur`an. Kaum Muslimin harus bisa “membaca” hal ini dengan seksama.*

Sumber: Majalah Hidayatullah, http://www.hidayatullah.com/, Kamis, 15 Maret 2007 oleh Adnin Armas.

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *