Selain Prof. Dr. Nasaruddin Umar, Dr. Musdah Mulia juga menjadi icon dalam perjuangan feminisme di Indonesia setelah dia dan teman-temannya dari Tim Pengarustamaan Gender[1] Departemen Agama menerbitkan buku CLD-KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam) dan mengatasnamakan Depag lalu buku “Islam menggugat Poligami”, yang kemudian diikuti buku “Perempuan dan Muslimah Reformis”.
Kemudian sebagai bantahan terhadap buku-buku ini terbitlah buku “Kontroversi Revisi Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Perspektif Pembaruan Hukum Islam di Indonesia” yang ditulis oleh Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, salah seorang anggota Dewan Pakar MAAI (Majelis Ilmuwan Muslimah Internasional). Dalam bukunya itu Prof. Dr. Huzaemah menyimpulkan bahwa pembaruan yang ditawarkan CLD-KHI hanya sebagai pembaruan liberal yang tidak mengikuti cara-cara dan kaidah-kaidah yang dicanangkan dalam penetapan hukum Islam.[2]
Selain Majelis Ilmuwan Muslimah Internasional (MIMI), KMKI atau Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam juga menolak secara keseluruhan pasal demi pasal dalam RUU Kesetaraan Gender karena empat alasan:
Pertama, RUU ini bersifat sekular dan tidak berlandaskan nilai-nilai agama sehingga bertentangan dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yakni pengakuan kepada Allah Yang Mahakuasa sebagai penganugerah nikmat kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Padahal Pembukaan UUD 1945 menyatakan, bahwa bangsa Indonesia telah mengakui Allah SWT sebagai Tuhan mereka, dan seharusnya juga mengakui kedaulatan Allah Yang Maha Kuasa untuk mengatur kehidupan mereka.
Kedua, RUU ini terlalu memaksakan nilai-nilai lokal peradaban Barat yang sekular, liberal, dan materialistik, tentang konsep dan kedudukan perempuan, menjadi nilai-nilai universal yang harus dipeluk oleh semua bangsa di dunia.
Padahal, berbagai bangsa memiliki nilai-nilai yang khas. Bangsa Indonesia yang telah mengakui kedaulatan Allah Yang Maha Kuasa, dalam pembukaan konstitusinya, seharusnya tidak mudah terseret arus globalisasi dan westernisasi yang terbukti telah menjerumuskan umat manusia ke jurang kehampaan dan ketidakpatian nilai, sehingga menjauhkan mereka dari kehidupan yang bahagia.
Ketiga, RUU ini telah menafikan dan mengecilkan arti dan peran perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga, sebagai pendamping suami dan pendidik anak-anaknya. Partisipasi perempuan dalam pembangunan hanya diukur berdasarkan keaktifannya di ruang publik. Sangat ironis, jika pandangan semacam ini diterapkan hanya untuk mengejar peringkat Human Development Index.
Padahal, konsep dan cara pandang seperti ini akan memunculkan ketidakharmonisan dan bahkan penderitaan bagi perempuan itu sendiri, karena peran yang dijalankannya didapat melalui belas kasih dan pemaksaan porsi gender dan bukan karena kapabilitas dan kehormatan pribadinya.
Keempat, RUU ini bertentangan fitrah manusia yang telah dikaruniakan Allah Yang Maha Kuasa, di mana laki-laki dan perempuan diciptakan dengan potensi masing-masing untuk saling melengkapi dan bekerjasama dalam berbagai aspek kehidupan. Allah Yang Maha Kuasa telah menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dan penganggung jawab keluarga yang wajib berlaku adil, beradab, dan penuh kasih sayang, dalam ber-mu’asyarah dengan perempuan.
Untuk menghindari bahaya RUU Kesetaraan Gender itu, KMKI mendesak DPR dan pemerintah agar menganulirnya dan segera menyusun RUU Keluarga Bahagia dan Sejahtera sebagai alternatifnya.
Selanjutnya akan kami paparkan salah satu pemikiran dari Siti Musdah Mulia yang pernah menerima penghargaan dari International Women of Courage dari Menlu AS, Condoleeza Rice di White House, Washington DC. Ia pernah menulis makalah dalam Majalah Madina yang terbit bulan Mei 2008 tentang halalnya homoseksual dengan alasan sebagai berikut:
“Pemahaman teologi Islam soal homo selalu dikaitkan dengan kisah Luth. Pemahaman itu sudah dianggap final dan mutlak. Secara teologis, penolakan terhadap homoseksual dinisbahkan pada ayat-ayat al-Qur’an yang berkisah tentang Nabi Luth AS (lihat QS. Al-Naml 54-58, Hud: 77-83, al-A’raf 80-81, al-Syu’ara: 160-175). Di samping al-Qur’an, ditemukan juga sejumlah hadis Nabi. Di antaranya, hadis riwayat Tabrani dan al-Baihaqi, Ibnu Abbas, Ahmad, Abu Dawud, Muslim, dan Tirmizi”…
Kemudian Musdah memberikan analisanya sebagai berikut:
“Saat ini kajian saintifik menunjukkan bahwa sebagian dari mereka yang memiliki orientasi seksual homo, memiliki kecenderungan tersebut karena faktor takdir (biologis). Pertanyaannya, apakah pengikut Luth dilaknat karena mereka memiliki orientasi seksual yang tidak mungkin diingkari (faktor takdir, pen) atau mereka dilaknat karena mengekspresikan perilaku seksual terlarang, seperti sodomi? Lalu apakah kaum homo yang tidak mengekspresikan perilaku seksual ter-larang juga akan dilaknat? Misalnya seorang homo yang perilaku seksualnya tidak mengandung unsur kekerasan, pemakaan dan membahayakan kesehatan, seperti soddomi, perkosaan pedofili, berzina, melacurkan diri, dan gonta-ganti pasangan – apakah mereka juga terlaknat?”…
Selanjutnya Musdah menyimpulkan sebagai berikut:
“Dengan demikian, manusia, apapun orientasi seksualnya, hanya dapat ber-fastabiqul khairat, berlomba berbuat kebajikan seoptimal mungkin. Karena itu, tidak berlebihan rasanya saat ini untuk membaca ulang pandangan fuqaha terdahulu yang begitu kaku soal homo. Adalah penting untuk merumuskan kembali pandangan keislaman yang lebih akomodatif dan lebih humanis, mengingat banyak hal telah berubah dalam realitas sosiologis, terutama berkaitan dengan homo. Tidak mustahil rasanya bagi umat Islam sekarang memberikan perlindungan terhadap dan pemenuhan atas hak-hak asasi kelompok homo yang tertindas akibat orientasi seksual dan identitas gendernya”
Selain homoseksual, Musdah juga mengkampanyekan praktik lesbian, menurutnya bahwa untuk menetapkan kehalalan praktek lesbian di Indonesia cukup menggunakan retorika tanpa menggunakan metodologi ilmiah sehingga ia menyatakan: “Allah I hanya melihat taqwa, bukan orientasi seksual manusia”.
Membaca pernyataan Musdah di atas, dapat disimpulkan bahwa dia ingin memperkenalkan praktik homoseksual dan lesbian yang Islami dan santun, yaitu jika dilakukan secara sopan, tanpa kekerasan, dan tidak membahayakan kesehatan, namun sungguh disayangkan, Musdah hanya hanya sebatas memberi contoh dan ia hanya bermain-main dalam retorika saja.
Dan di Indonesia, kehidupan homoseksual sudah mulai masuk dalam kehidupan sosial masyarakat. TV, Radio dan Majalah sudah banyak mempromosikan homoseksual, bahkan sekarang telah dibentuk organisasi gay pertama di Indonesia yang diberi nama KKLGN (Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara) dan telah mempublikasikan majalah GAYa NUSANTARA.[3]. GAYa Nusantara merupakan suatu organisasi yang menaungi keberadaan kaum gay di kota Surabaya. GAYa Nusantara didirikan setelah organisasi sebelumnya yaitu Lambda Indonesia harus bubar di tengah jalan. lihat website resminya disini
Kalangan dosen dan mahasiswa Islam juga ikut-ikutan mempromosikan homoseksual, seperti Mahasiswa Fakultas Syariah di Semarang yang menulis dalam jurnal Islam Justisia: Gay: Suara dari IAIN dan seorang dosen IAIN bernama Sumanto al-Qurtubi yang menulis buku berjudul Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif, dalam buku tersebut ia menulis artikel yang berjudul Agama, Seks, dan Moral yang dengan terang-terangan menghalalkan praktik seks bebas dan pelacuran, ia menulis:
“Lalu bagaimana hukum hubungan seks yang dilakukan atas dasar suka sama suka, “demokratis”, tidak ada pihak yang “disubordinasi” dan “diintimidasi”? atau bagaimana hukum orang yang melakukan hubungan seks dengan pelacur (maaf kalau kata ini kurang sopan), dengan escort lady, call girl dan sejenisnya? Atau hukum seorang perempuan, tante-tante, janda-janda atau wanita kesepian yang menyewa seorang gigolo untuk melampiaskan nafsu seks? Jika seorang dosen atau penulis boleh “menjual” otaknya untuk mendapatkan honor, atau seorang dai atau pengkhotbah yang “menjual” mulut untuk mencari nafkah, atau penyanyi dangdut yang “menjual” pantat dan pinggul untuk mendapatkan uang, atau seorang penjahit atau pengrajin yang “menjual” tangan untuk menghidupi keluarga, apakah tidak boleh seorang laki-laki atau perempaun yang “menjual” alat kelaminnya untuk menghidupi anak istri/suami mereka”[4]
Adapun dalam Islam telah jelas hukum tentang keharaman homo seksual dan lesbian, Rasulullah ` bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
Artinya:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth (homosex), maka bunuhlah pelaku dan yang diperlakukannya.”[5]
Berikut ini wawancara Najwa Syihab, presenter show Mata Najwa di Metro TV dengan Musdah Mulia, disitu Musdah menyatakan kalau Homo Seks itu halal.
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=0kdu7H2ngV0&feature=related]
Wawancara Ourvoice Indonesia tentang Homo Seksual
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=WLzyZQnzo9M]
Orang orang Yahudi merasa senang dan gembira
karena telah sukses menipu orang orang Islam. Dan salah satu korbannya adalah Prof. Dr Siti Musdah Mulia. Simak video berikut!!
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=Ht6fQUQI8xk]
[1] Pengertian paham kesetaraan jender seperti yang dikutip Nasaruddin Umar dari Women’s Studies Encyclopedia, adalah “konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat”. lihat Henri Shalahuddin,MA, Tafsir Feminis: Tantangan terhadap konsep Wahyu dan Tafsir. www.insitsnet.com.
[2] Prof. KH. Ali Yafie, Apa yang dibalik Pembaruan Hukum Islam ala CLD-KHI, dalam Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo dkk Membendung Liberalisme, (Jakarta: Republika, 2006), cet. ke-1, hal. 67
[3] Erros jakfar, Iblis Laknatullah itu bernama Homoseksual, Swaramuslim.net feb 2000 -des 2005
[4] Dr. Adian Husaini, Liberalisasi IAIN, majalah ar-Risalah (Vol. IX no. 8 Februari 2010), hal. 32
[5] HR Ahmad no. 2596 dalam bab Awal Musnad Abdullah bin Abbas
Musdah Mulia menyatakan kalau Homo Seks itu adalah takdir yang tidak bisa diubah,
padahal sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi orang menjadi homoseksual. dan homosexsual bisa disembuhkan dengan bantuan psikiater dan kesungguhan diri untuk menolak dikuasai perasaan suka dengan lawan jenis.
jadi apakah kita tidak bisa merubah takdir yang lebih baik.
Homosexsual bisa disembuhkan,
Homosexsual bisa disembuhkan
Homosexsual bisa disembuhkan
Homosexsual bisa disembuhkan
Homosexsual bisa disembuhkan
Musdah Mulia Sesat.
Takdir diri kita kita yang memilih. pilihlah takdir yang Baik.
Praktek Feminisme, Homosexual & lesbianisme adalah kesesatan yang nyata dan membahayakan…
Harus segera di hapuskan…