Semakin dewasa, saya melihat sebuah hubungan seringkali dibangun di atas kepentingan transaksional. Mata uang sosial digunakan sebagai alat tukar afeksi, waktu, kebutuhan materil dan immateril.
Seberapa banyak berbuat baik pada orang lain, jangan merasa kaget jika suatu saat tidak dibalas dengan hal serupa atau malah berbalik menyakitimu.
Demikian hidup, kita akan dihadapkan dengan orang-orang yang menyukaimu atau menyanjungmu dan suatu saat berbalik membencimu. Lumrah, apa yang diinginkan tidak dicapai atau tidak ada pada dirimu.
Ketika pengorbananmu tidak dihargai. Ketika kebaikanmu dikritisi. Tidak masalah. Orang yang orientasinya kepada Allah Subhanahu Wata’ala, tidak akan goyah meskipun orang lain menjatuhkan.
Buat hubungan pertemanan yang tulus, bukan pertemanan transaksional. Hidup akan mudah untuk kedua belah pihak.
Life is a Contact Sport
Ken Kragen dalam bukunya ‘Life is a Contact Sport‘ menyebutkan bahwa ‘Life is a contact sport, the more people you make contact with the better.”, Joanne Stern juga menyebut parenting sebagai contact sport.
Kita adalah makhluk sosial. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Hidup akan lebih baik ketika kita berhubungan, terkoneksi dengan orang lain.
Hidup itu seperti olahraga kontak, Anda akan mendapatkan pukulan. Bukan sebuah pukulan yang menjadi perhitungan, tetapi bagaimana Anda menanganinya dan menyikapinya. Jika Anda menanggapi dengan kemarahan, ketidakpercayaan, cemburu, kebencian, demikian pula balasan yang akan Anda dapatkan.
Tetapi jika Anda menanggapi sebuah pukulan dengan dengan cinta dan pengertian, itu tidak akan terlalu berarti, dan akang menghilang.
Suatu ketika 500 orang menghadiri sebuah seminar. Tiba-tiba pembicara berhenti dan memutuskan untuk melakukan kegiatan kelompok (grouping). Dia mulai memberi setiap orang sebuah balon.
Setiap orang kemudian diminta untuk menuliskan nama mereka di atasnya menggunakan spidol. Kemudian semua balon dikumpulkan dan diletakkan di ruangan lain.
Orang-orang itu kemudian diizinkan masuk ke ruangan itu dan diminta untuk menemukan balon yang bertuliskan nama mereka dalam waktu 5 menit.
Semua orang dengan panik mencari nama mereka, bertabrakan satu sama lain, mendorong orang lain dan terjadi kekacauan.
Pada akhir 5 menit tidak ada yang bisa menemukan balon mereka sendiri.
Kemudian, pembicara meminta setiap orang untuk mengumpulkan balon secara acak dan memberikannya kepada orang yang namanya tertulis di atasnya.
Dalam beberapa menit setiap orang memiliki balon mereka sendiri.
Pembicara kemudian memulai bicaranya dengan mengatakan,
“Ini terjadi dalam hidup kita. Semua orang panik mencari kebahagiaan di sekitar, tidak tahu di mana. Kebahagiaan kita terletak pada kebahagiaan orang lain. Beri mereka kebahagiaan; Anda akan mendapatkan kebahagiaan Anda sendiri. Dan inilah tujuannya kehidupan manusia, mengejar kebahagiaan.”
Arti Hidup pada Memberi
‘Arti Hidup pada Memberi’ hendaknya menjadi tagline hidup kita. Manusia cenderung menyukai apa yang ada digenggaman dan usahakan. Namun, agama juga mengajarkan infak dan sadaqah untuk mengingatkan bahwa apa yang kita miliki sebenarnya bukan milik sepenuhnya. Apa yang kita infakkan itulah yang benar di sisi Allah dan menjadi milik kita. Sebab apa yang ada di ATM, di dalam rumah, belum menjadi jaminan benar-benar milik kita.
Menghayati makna ‘Arti hidup pada Memberi’ ini sangat susah. Kita akan sering dihampiri rasa was-was. Apa perlunya membantu orang yang sedang susah. Cukuplah dengan kesusahan yang ada, tidak perlu lagi memikirkan kesusahan orang lain.
Hati yang mengalami was-was ini juga akan berbisik, ‘Aku terus yang memberi. Sesekali metilah menerima. Saya seperti dimanipulasi’.
Lalu muncullah sikap-sikap yang tidak baik, acuh tak acuh, melanggar janji dan lainnya.
Mestinya kehidupan tidak seperti itu. Memberi, tidak pernah mengurangi apa yang ada pada diri. Malah dengan memberi ia memberi makna pada diri.
Sesungguhnya setiap kebaikan yang kita berikan tidak pernah kebaikan itu tidak berbalik kepada kita.
“Jika kamu berbuat kebaikan, (maka faedah) kebaikan yang kamu lakukan adalah untuk diri kamu; dan jika kamu berbuat kejahatan, maka (kesannya yang buruk) berbalik kepada diri kamu juga.” [Al-Israa’ 17: 7]
Rahasia Umar Dicintai
Suatu saat, Umar bin Khatab dalam gelapnya malam memasuki rumah demi rumah untuk memberi santunan. Ada seseorang yang melihat perbuatan Umar, sedangkan dia tidak mengetahuinya. Orang itu adalah Thalhah.
Thalhah sempat curiga terhadap Umar, ‘Mengapa dia memasuki rumah itu?, Mengapa dia hanya seorang diri?, Mengapa harus malam hari? Mengapa dia tidak ingin dilihat orang lain?’ dan pertanyaan lain dari Thalhah.
Ketika pagi hari, Thalhah mendatangi rumah yang baru saja didatangi Umar, ternyata disana ada seorang nenek yang sudah tua renta. Thalhah bertanya, ‘apa yang dilakukan laki-laki yang mendatangi rumahmu semalam?’
Nenek itu menjawab, ‘Ia menjengukku sejak lama untuk membantuku, ia membersihkan kotoran, menyapu rumahku dan mencukupi kebutuhanku’.
Mendengar penuturan nenek itu, Thalhah bergumam pada dirinya sendiri, “Celaka engkau Thalhah, layakkah kamu mencurigai Umar?”
Inilah rahasia Umar bin Khatab sangat dicintai lawan dan kawan, dia gemar memberikan bantuan kepada orang lain baik waktu, pikiran dan tenaganya.
Berkenaan dengan Ihsan, saya mengajak Anda untuk menelaah artikel kami yang lain tentang Ihsan yang semoga semakin menambah keyakinan tentang pentingnya Ihsan dalam kehidupan kita.
- Tafsir Ihsan, membahas tentang keutamaan Ihsan, cara berihsan, dan derajat ihsan yang kami ambil dari buku Al-Ihsan: Haqiqatuhu-Fadhluhu-Thuruquhu, oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus-Salikin. (link)
- Yusuf Alaihis Salam, Terjaga karena Ihsan. Membahas tentang Ihsan-nya Nabi Yusuf Alaihissalam kepada orang-orang yang berbuat baik dan berbuat jahat kepadanya. Layak dibaca sebagai pedoman dalam bermuamalah di keluarga, bisnis dan masyarakat. (link)
Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com