Self Regulated Learning dalam Pendidikan Islam

Artikel ini berusaha menjelaskan secara lengkap self-regulated learning atau regulasi diri dalam belajar. Kita akan belajar tentang apa itu self-regulated learning, self-regulated learning dalam Al-Quran dan Hadis, peran Pendidikan Agama Islam dalam membangun self-regulated learning dan bagaimana membantu anak memiliki self-regulated learning.

Sila dibaca semua dari awal sampai akhir, atau Anda bisa memilih bacaan dari daftar isi di bawah ini.

Self-Regulated Learning dalam Pendidikan Islam – Allah telah memberikan manusia kemampuan untuk berkembang dan maju, menjadi makhluk Allah yang paling baik dan menjadi Khalifah Allah di muka bumi untuk memakmurkan dunia. Maka Allah SWT telah menundukkan bumi, langit dan semua yang di alam untuk kepentingan manusia.

Hal ini sebagaimana firman Allah

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ

“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. (QS. Al-Jatsiyah: 13).

Akan tetapi, manusia sering lupa dari tugasnya dan lalai dengan kemampuannya sehingga menjadi makhluk yang rendah (asfala saafiliin).

Dunia cepat berubah. Mempersiapkan masa depan berarti secara aktif menciptakannya. Masa depan bukan hal yang tak terelakkan atau sesuatu yang kita hadapi. Ada hubungan timbal balik antara masa depan dan apa yang kita inginkan, dan kita harus secara sengaja memilih untuk membangun realitas yang ingin kita alami. Kita melihat tren global dan pengaruhnya mampu menciptakan masa depan, namun sebenarnya terserah kita untuk memilihnya tanpa harus mengikuti tren dan orang lain.

Apa itu Self-Regulated Learning?

Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah atau self-regulated leader untuk dirinya sendiri. Mampu mengindentifikasi kelebihan dan memperbaiki kekurangan. Jika dia tidak tahu sesuatu hal, dia paham harus berbuat apa, pergi kemana dan bertanya kepada siapa.

Kisah Adam diturunkan ke bumi kemudian meminta keampunan dan ditunjukan sebagai khalifah adalah konsep pendidikan Islam yang memuliakan kemampuan individu. Khalifah memang bersifat sosial, dimana dia berkaitan dengan isu masyarakat, alam dan kehidupan sekitarnya, namun khalifah adalah pembelajar dan pemikir sebagai ciri utama seorang khalifah.

Pendidikan kita masih kurang mengajarkan kemampuan regulasi diri. Selama 6 tahun pertama hidup, kita bergantung kepada bapak dan ibu. Masuk dunia sekolah, kita tidak disiapkan untuk belajar sendiri, kebanyakan adalah suapan dari guru dengan bentuk hafalan. Kemampuan analisa, aplikasi dalam berbagai konteks dan menciptakan sesuatu yang baru tidak ada bahkan tidak tercapai.

Pembelajaran yang ada, tidak mendidik kita untuk mengenal kelemahan dan kekuatan diri kemudian dididik untuk membina kelemahan dan kekuatan tersebut agar berhasil dan sukses.

Rhenald Kasali dalam bukunya ‘Self Driving‘ menyebutkan bahwa sejak dilahirkan, manusia diberikan “kendaraan” yang kita sebut “Self”. Hanya dengan self-driving, manusia bisa mengembangkan semua potensinya dan mencapai sesuatu yang tak pernah terbayangkan. Sedangkan mentalitas passenger yang ditanam sejak kecil hanya akan menghasilkan keluhan dan keterbelengguan.

Baca juga:   Bagaimana menjadi Guru yang Reflektif?

Aldous Huxley mengatakan:

“There’s only one corner of universe you can be certain of improving, and that’s your own self. So you have to begin there, not outside, not on other people. That comes afterward, when you’ve worked on your own corner”

Zimmerman mengatakan tentang regulasi diri.

“What defines them as “self-regulated” is not their reliance on socially isolated methods of learning, but rather their personal initiative, perseverance, and adoptive skill. Self-regulated students focus on how they activate, alter, and sustain specific learning practices in social as well as solitary contexts. In an era when these essential qualities for lifelong learning are distressingly absent in many students, teaching self-regulated learning processes is especially relevant.” (Zimmerman, 2002)

Self-Regulated Learning di Al-Quran

Surah Al-Hasyr: 18 dan Ar Ra’du: 11

Allah SWT menjelaskan tentang self-regulated dalam dua tempat dalam surat Al-Quran yaitu surat Al-Hasyr ayat 18 dan Surat Ar Ra’du ayat 11.

Firman Allah surat Al-Hasyr ayat 18

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Ayat tersebut menekankan adanya perencanaan yang baik dalam diri manusia atas segala tindakan selama di dunia, sehingga ia akan mendapatkan keselamatan di akhirat nanti.

Firman Allah Surat Ar Ra’du ayat 11

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Ayat di atas menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengatur dan mengontrol dirinya sendiri. Motivasi yang paling kuat adalah dari diri seseorang. Motivasi tersebut bisa mengarahkan tingkah laku keseharian tanpa terpengaruh orang lain.

Surah Al-Kahfi: 71-76

Al-Quran juga telah memberikan contoh kongkrit aplikasi self regulated learning yaitu dalam kisah Nabi Musa alaihis salam yang belajar kepada Nabi Khidir alaihis salam. Musa alaihis salam digambarkan sebagai seorang murid yang memiliki rasa ingin tahu tinggi dari dalam diri sendiri tanpa disuruh orang lain dan memiliki sikpa kritis dan tidak menggantungkan pemahaman pada orang lain.

Nabi Musa alaihis salam sendirilah yang memiliki inisiatif secara mandiri untuk belajar    lebih    dalam    kepada    Nabi    Khidir. 

Jika  ditinjau  dalam  Psikologi,  bentuk     kemandirian     belajar     yang     dimiliki Nabi Musa termasuk ke dalam jenis    kemandirian    belajar    Identivied regulation,  yaitu  perilaku  yang  muncul  sebagai  pilihan  pribadi  bukan  untuk  kepuasan dan kesenangan tetapi untuk mencapai     suatu     tujuan.    

Baca juga:   Bagaimana menjadi Guru yang Reflektif?

Individu     merasakan    dirinya    diarahkan    dan    bertujuan,   dan Intrinsically   motivated   behavior:  muncul  secara  sukarela  tanpa  ada      keterkaitan      dengan      faktor      eksternal. keinginan  yang  kuat  dari   dalam   diri   Nabi   Musa   untuk   mencari    ilmu    pengetahun    terekam    dengan  sangat  jelas  dalam  surat  al-Kahfi [18]: 60:

“Dan   (ingatlah)   ketika   Musa   berkata   kepada  seorang  pemuda:  “Aku  tidak  akan  berhenti   (berjalan)   sebelum   sampai   ke   Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun” (QS. Al-Kahfi [18]:60).

Setelah     Nabi     Musa     meng-ekspresikan rasa ingin tahunya kepada Allah    dan    ditanggapi    oleh    Allah    dengan    menunjukkan    tempat    Nabi    Khidir.   Nabi    Musa    mengekspresikan rasa ingin tahunya kepada Nabi    Khidir    yang    dalam    hal    ini    berperan      sebagai      pendidik. “Musa  berkata  kepada  Khidhr:  “Bolehkah  aku       mengikutimu       supaya       kamu       mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara   ilmu-ilmu   yang   telah   diajarkan   kepadamu?” (QS.al-Kahfi: 66).

Dari   hal   tersebut,    bisa    kita    artikan    bahwa    kemandirian    belajar    harus    disertai dengan  kesungguhan.  Setelah  melalui  proses    kontrak    belajar    dan    tawar    menawar  yang  cukup  unik  (QS.  Al-kahfi:   67-70).   Akhirnya,   Nabi   Musa   diterima   sebagai   peserta   didik   oleh   Sang   Maha   Guru   Khidir.

Memiliki  ciri-cici  orang  yang  mandiri  dalam     belajar,     yaitu     kritis     dan     memiliki       hasrat       untuk       mengidentifikasi sesuatu dari dalam dirinya sendiri,   tidak   menggantungkan   pemahaman  sepenuhnya  kepada  orang  lain,  serta  tidak  mudah  putus  asa.  Hal  tersebut  bisa  kita  lihat  dalam  QS.  Al-Kahfi ayat 71- 76:

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا

71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.

قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا

72. Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”.

قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا

73. Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”.

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا

74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”.

۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا

75. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”

قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا

76. Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.

Self-Regulated Learning di Hadis Nabi

….

Self-Regulated Learning di dalam Rumah

Masa pandemi ini, murid-murid sekolah di seluruh dunia hampir semua mengadakan pembelajaran via online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan sudah berjalan lebih dari satu tahun ini.

Baca juga:   Bagaimana menjadi Guru yang Reflektif?

Orang tua di rumah dapat menjadikan pembelajaran anak lebih bermakna dan berkesan bagi dirinya dengan menanamkan kemampuan regulasi diri pada diri anak. Pembelajarna regulasi diri atau self regulated learning menurut Zimmerman dan Schunk yang dikutip Hasrizal di blognya adalah proses dimana pelajar mampu mengawal dan memantau pembelajaran mereka sendiri.

Proses ini menurut Hasrizal membuat pelajar mampu mengenal bagaimana cara terbaik mereka belajar dan mengambil tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri.

Pembentangan lengkap tentang Self-Regulated Learning oleh Ust. Hasrizal telah dibentangkan dalam sebuah slide menarik dalam sebuah forum guru Khalifah Model School Malaysia yang waktu itu terbuka untuk umum dan saya termasuk yang dipilih untuk bisa menghadiri kajian ini. Slide beliau bisa didapatkan dari laman blognya (rujuk lengkap ke tautan ini: Kemahiran ‘Self-Regulated’ Learning Anak-anak di Rumah – Saifulislam.Com)

Lebih tepatnya pribadi yang mampu memimpin dirinya. Pengaruh teman, lingkungan atau derasnya informasi dan gadget adalah dari luar sementara yang lebih berpengaruh adalah kemampuan memimpin dirinya.

Seseorang yang mempunyai SRL yang baik mampu belajar melalui pengalaman dan refleksi diri (self-reflection). Pengalaman bisa muncul dari diri sendiri atau orang lain dan buku.

Tentang refleksi Saya mengutip perkataan John Dewey, we do not learn from experience… we learn from reflecting on experience.’

Peran PAI Membangun Self-Regulated Learning

Menurut Hanif Fitrianto, pendidikan Agama Islam memiliki peran signifikan dalam membangun Self Regulated Learner pada diri anak didik dalam pembelajaran jarak jauh.

Menurutnya, konsep self regulated learning sudah familiar dengan pendidikan Islam, konsep diri dalam Islam adala mengetahui diri sedalam-dalamnya, man ‘arafa nafsahu ‘arafa rabbahu, barang siapa yang mengenal dirinya, mengenal Tuhannya.

Hal ini telah melahirkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik para ulama salaf dahulu dalam menimba ilmu. Jika bisa efektif di zaman dahulu, pasti efektif juga era saat ini.

Maka menurut Fitrianto dalam penelitiannya, ada beberapa peran PAI dalam membangun self-regulated learning yaitu.

1) Iman dan Islam sebagai kendali diri, nilai-nilai yang terkandung dalam keduanya mampu mengendalikan diri dari perilaku sia-sia.

2) Ihsan sebagai simbol kebermanfaatan, proses SRL senantiasa mengajak murid merefleksikan perkembangan secara mandiri dan memberikan manfaat pada orang lain.

3) Kebaikan dunia akhirat sebagai motivasi diri.

4) Keteladanan sebagai sarana pendidikan terbaik.

Bagaimana Membantu Anak Memiliki SRL?

Referensi:

Book and Journal:

Jamil Abdul Aziz, SELF REGULATED LEARNING DALAM AL-QUR’AN, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol 14 No 1 (2017), DOI: https://doi.org/10.14421/jpai.2017.141-06

Hanif Fitrianto, The Roles of Islamic Education in Building Self-Regulated Learner in the Era of Distance Education, At-Ta’dib. Vol. 15. No. 2, December 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.21111/at-tadib.v15i2.4825

Barry J. Zimmerman (2002) Becoming a Self-Regulated Learner: An Overview, Theory into Practice, 41:2, 64-70, DOI: 10.1207/s15430421tip4102_2

Blogspot:

Toro, Stephanie. “How to Guide Students to Self-Regulated Learning.” Edutopia.org, May 21, 2021, https://www.edutopia.org/article/how-guide-students-self-regulated-learning. Accessed 17 Dec. 2022.

Abdul Jamil, Hasrizal. “Konsep Khalifah Mengmbangkan Paradigma Pendidikan.” Saifulislam.com, 9 Oct. 2018, saifulislam.com/2018/10/konsep-khalifah-mengimbangkan-paradigma-pendidikan/. Accessed 17 Dec. 2022.

*update terakhir Desember 2022 – (artikel masih dalam tahap pengembangan)

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *