Bani Qainuqa dan Ghirah di Masa Nabi

Hari itu, seorang wanita muslimah datang ke Pasar Yahudi Bani Qainuqa’. Untuk belanja kebutuhan tentunya. Ia lalu menghampiri salah satu pedangang Yahudi dan melakukan transaksi jual beli dengannya.

Namun ada niat buruk Yahudi itu. Ia berhasrat menyibak cadar yang dikenakan sang muslimah. Sekuat tenaga, ia berusaha menolak gangguan yang dilakukan Yahudi. 

Namun Tanpa sepengetahuannya, datang lelaki Yahudi lain mengikat ujung hijabnya, hingga ketika ia bangkit tampaklah wajahnya. Maka Ia pun pun menjerit.

Mendengar teriakan, seorang lelaki muslim bergegas. Membelanya. Hingga terjadi perkelahian dan Yahudi pengganggu itu tewas. Menyaksikan hal itu, orang-orang Yahudi lainnya tidak tinggal diam. Mereka pun mengeroyok laki-laki muslim tadi hingga syahid.

Kala berita ini sampai kepada mereka, Rasulullah segera beliau mengumpulkan para sahabat dan mempersiapkan pasukan. Mereka harus diberi pelajaran!

Tapi orang Munafik tidak tinggal diam. Melalui gembongnya, Abdullah bin Ubai bin Salul, mereka mulai memainkan perannya. Ia berusaha melobi Rasulullah agar mengurungkan niat mengepung Yahudi Bani Qainuqa’. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memperdulikan rayuan Abdullah bin Ubai.

Tidak menunggu waktu lama, pasukan pun mengepung perkampungan Bani Qainuqa’.
Iya, Rasulullah memobilisasi pasukan demi membela seorang wanita muslimah yang tersingkap auratnya, juga membela darah seorang muslim yang tertumpah.

Begitu besarnya arti kehormatan bagi wanita muslimah dan harga darah seorang muslim di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sadar bahwa keputusannya pasti mengandung resiko besar. Namun karena izzah Islam dan kehormatan kaum Muslimin, beliau siap menanggung resiko kehilangan nyawa para sahabatnya demi membela kehormatan muslimah tersebut.

Kendati yang dihadapi bukan kekuatan kecil. Bani Qainuqa’ bukan orang-orang yang lemah. Mereka memiliki persenjataan, pasukan, benteng, dan kemampuan militer yang mumpuni. Tapi tetap saja Rasulullah dan para sahabatnya hadapi mereka, “hanya” demi seorang wanita muslimah.

Baca juga:   Arti Tarhib, Antara Sambut, Ancaman dan Cinta

Subhanallah, jika kehormatan seorang muslimah begitu tingginya di mata Rasulullah, hingga beliau menyiapkan pasukan untuk menggempur mereka yang melecehkannya, kendati resiko “mafsadat” berupa korban jiwa dan harta sangat besar dan pasti terjadi, maka bagaimana dengan upaya membela kemuliaan Alqur’an dan kehormatan ulama?!

Kita belum bisa seperti Nabi. Kemampuan kita masih hanya sekedar menggelar aksi damai. Berteriak agar penguasa iba bertindak. Walau mungkin ada resiko. 

Kisah ini, menjadi contoh ghirah yang terjadi di masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. 

Ghirah Islamiyah itu ketika islam dihinakan, kita merasa terusik karena cinta Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Maka apapun yang melecehkan aturan Allah, ada rasa ketidak nyamanan, itulah ghirah. 

Akar dari Ghirah. 

  1. Mencintai Allah dan Rasul melebihi diri dan keluarganya. 
  2. Hubungan kepada siapapun dikarenakan Allah dan Rasul-Nya. 
  3. Tidak rela untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana Allah telah menyelamatkan dia dari kekufuran. 

Sekarang ada satu pemikiran yang disebarkan oleh kaum liberalis bahwa Tuhan tidak perlu dibela, sebegitu rendahkan Tuhan sehingga perlu dibela oleh Umatnya? 

Jika merek kaum liberalis mau rajin sedikit menelisik surat-surat dalam Al Quran, jawaban dari Tuhan tentu akan dengan mudah ditemukan”. Tanpa retorika soal tafsir yang muluk-muluk. 


Surah At Taubah (9): 111 atau Surah Ash-Shaf (61): 4, 10—14 memposisikan pembelaan agama ini pada sisi kepentingan hamba agar mereka menunaikan kewajiban pembelaan agama sebagai salah satu bentuk pembuktian kebaktian kepada Allah.


Ini tidak menihilkan klaim bahwa Tuhan Maha Perkasa dan tidak perlu dibela. Namun, karena Tuhan tidak akan mengadili hamba-hamba-Nya tanpa proses pengadilan berbasis pembuktian di akhirat nanti, upaya pembuktian terbalik mesti dilakukan hamba selama di dunia. 

Baca juga:   Ketika Manusia Menjadi Komoditi
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *