AHMADBINHANBAL.COM – Bulan Rajab yang kini sedang hadir di tengah kita, memiliki sejarah, keutamaan, amalan, serta peristiwa penting yang layak kita ketahui agar semakin khusyuk dalam menggapai ibadah di bulan mulia ini.
Sejarah Bulan Rajab
Sudah menjadi peraturan bersama bahwa peperangan dilarang untuk dilakukan selama bulan-bulan suci (harram). Urutan bulan-bulan suci tersebut (Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram) guna melindungi peziarah ke Ka’bah baik sebelum kedatangan Islam dan setelahnya. Bulan-bulan ini telah dirancang oleh Allah Subhanahu Wata’ala untuk memungkinkan perjalanan yang aman bagi peziarah ke dan dari Mekah selama musim haji.
Sayangnya, banyak orang Arab pra-Islam tidak menghormati kesucian bulan Rajab, mereka sering mengubahnya ke tempat lain di tahun itu sehingga mereka bisa berperang di bulan ketujuh! Mereka akan berpura-pura bahwa Rajab berada di bulan yang berbeda untuk menyesuaikan dengan agenda politik mereka sendiri.
Bulan Rajab, bulan ketujuh tahun qamariyah, berdiri terpisah dari bulan-bulan suci lainnya. Maka dia disebut juga ‘Rajab al-Fard’ atau ‘Rajab Yang Terpisah’. Allah menjadikannya suci untuk menjaga keselamatan orang-orang selama melakukan ibadah’Umrah, haji kecil.
Faidah di atas tentang bulan Rajab yang memberikan keamanan bagi orang-orang yang ingin melaksanakan ibadah Haji, mungkin saat ini sudah tidak relevan karena dengan moda transportasi yang semakin canggih, kita tidak membutuhkan waktu sampai 1 bulan untuk berangkat pergi haji ke Makkah.
Namun, firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam surat At-Taubah yaitu فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ akan selalu relevan sampai akhir zaman. Ayat ini larangan menganiaya dirimdengan mengerjakan perbuatan yang dilarang atau melakukan maksiat.
Ibnu Abbas radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah mengkhususnya 4 bulan haram dan mengagungkan kemuliaannya. Dosa didalamnya sangat besar, namun pahala dan amal shalih di dalamnya juga sangat besar. Allah Subhanahu Wata’ala khususkan bulan-bulan ini dengan memperbanyak zikir. Melarang berbuat dhalim untuk menghormati (bulan tersebut) meskipun (perbuatan dhalim) itu dilarang setiap waktu.
Ibnu Rajab – rahimahullah – berkata :
احذروا المعاصي .. فإنها تحرم المغفرة في مواسم الرحمة
Hati-hatilah terhadap berbagai macam maksiat (di dalam bulan haram) karena ia dapat menjauhkan pengampunan dalam tempat-tempat rahmat. (Lathoif al-ma’arif: 272)
Keutamaan Bulan Rajab
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 36 yang menjadi dasar kemuliaan bulan-bulan Ashurul Hurum.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Qs. At-Taubah ayat 36)
Ayat di atas menyebutkan empat bulan haram, yaitu bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharram. Bulan ini dinamakan bulan haram (suci) untuk memperkuat kesuciannya dan haramnya berperang di bulan itu. Maksudnya jangan menganiaya diri dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang atau melakukan maksiat pada bulan itu karena dosanya lebih besar, termasuk menganiaya diri adalah melanggar kehormatan bulan itu dengan mengadakan peperangan.
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah dalam Zaadul Maysir menjelaskan kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram?, Beliau mengatakan; “Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat , tafsir surat At Taubah ayat 36)
Selain ayat di atas, terdapat pula hadis Nabi Muhammad Shallalahu Alaihiwasaalm berkenaan kemuliaan 4 bulan haram ini.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنِ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ ”.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsanna, menceritakan kepada kami Abdul Wahab, menceritakan kepada kami Ayyub dari Muhammad bin Sirin dan Ibnu Abi Bakrah dari Abu Bakrah -raḍiyallāhu ‘anhu-, dari Nabi Shallallahu Alaihiwasallam
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan dan di antaranya ada empat bulan yang suci. Tiga berturut-turut, yaitu Zulqa’dah, Zulhijjah dan Muharram. Sedangkan keempatnya adalah bulan Rajab Muḍar antara Jumada dan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3197).
Allah Subhanahu Wata’ala memiliki sebagian bulan yang lebih mulia dari bulan yang lain, sebagian tempat yang lebih mulia dari tempat yang lain. Penetapan keutamaan waktu atau tempat berdasarkan hadis qath’i dan pasti sehingga tidak sampai berlaku dusta kepada hadis Nabi Shallallahu Alaihiwasaalam.
Dalil yang menyebutkan keutamaan bulan Rajab, secara umumnya terdapat dalam Surat At-Taubah ayat 36 di atas, dan hadis yang menyebut Rajab sebagai bulan Mudhar. Penyebutan ini disandarkan kepada bani Mudhar yang dikenal sangat menghormati dan memuliakan bulan Rajab.
Selama bulan Rajab di larang untuk melakukan peperangan, maka bulan ini disebut juga ‘Rajab Al-Asham’ yang artinya bulan Rajab yang diam karena selama bulan ini dilarang melakukan peperangan. Termasuk larangan juga berlaku maksiat dan dosa.
Setelah mengetahui keutamaan bulan Rajab, mari kita lanjutkan pembahasan tentang amalan di bulan Rajab.
Amalan di Bulan Rajab
Bulan Rajab merupakan bulan yang agung, banyak amalan-amalan yang bisa kita lakukan selama di bulan mulia ini.
1. Memperbanyak Istighfar
Bulan Rajab merupakan kesempatan emas untuk bertaubat, karena bulan Rajab adalah bulan Istighfar, bulan penuh keampunan.
Bacaan Istighfar yang paling agung adalah Sayyidul Istighfar atau penghulunya permintaan ampunan.
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“ALLOHUMMA ANTA ROBBI LAA ILAHA ILLA ANTA, KHOLAQTANI WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHO’TU. A’UDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHONA’TU, ABUU-U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA, WA ABUU-U BI DZANBI, FAGHFIRLIY FAINNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA”
Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau) (HR. Bukhari, no. 6306)
Atau Anda bisa membaca bacaan Istighfar yang dirangkai oleh Habib Muhammad bin Abdillah al-Haddar, filenya bisa Anda unduh di link ini: https://drive.google.com/file/d/1MSMdHW-u57VX8lAnUBs2xtXY-4tKiE8m/view
2. Memperbanyak Puasa
Rajab merupakan bulan ketujuh dalam hitungan kalender Islam. Sama seperti Muharram, Rajab juga termasuk bulan bulan mulia. Allah meng isra’kan nabi Muhammad pada bulan Rajab dan salat juga diwajibkan pada bulan ini.
Bulan Rajab merupakan momentum tepat untuk meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah Azza wa jalla. Pada bulan ini sepatutnya energi kita difokuskan untuk menunjukkan cinta kita kepada Allah dan Rasulullah. Salah satu cara menunjukkan rasa cinta kepada Allah dan Rasulullah adalah dengan memperbanyak salat dan puasa.
Berkenaan anjuran Nabi untuk puasa di bulan Rajab, berikut teks hadis riwayat Bukhari Muslim.
“Sesungguhnya di surga ada suatu sungai bernama “Rajab”, warnanya lebih putih dari susu, rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa berpuasa satu hari dalam bulan Rajab, maka akan diberi minum oleh Allah dari Surga itu”. (HR. Bukhari dan Muslim.
Maka bagi kita yang merindukan hidangan lezat di surga, tidak ada alasan untuk meninggalkan puasa sunnah di bulan Rajab, mari kita jalankan puasa sunnah seperti puasa senin kamis, puasa ayyamul bidh dan puasa Dawud bagi siapa yang sudah terbiasa melaksanakan.
Didalam bulan haram, yang masuk didalamnya bulan Rajab, kita disunnahkan untuk berpuasa. Dalil yang bisa digunakan adalah kisah Sahabat Al-Bāhili -raḍiyallāhu ‘anhu- yang banyak melakukan puasa hingga penampilannya berubah dan kekuatannya melemah.
Berikut teks lengkap hadisnya.
عن مُجِيبَةَ الباهلية، عن أبيها أو عمها: أنه أتى رسولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ انطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ -وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالُهُ وَهيئَتُه- فقالَ: يا رسولَ اللهِ، أما تَعرفَنِي؟ قال: «ومَن أنتَ»؟ قال: أنا الباهليُّ الذي جِئتُك عامَ الأوّلِ. قال: «فَمَا غَيَّرَكَ، وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الهَيْئَة!» قالَ: ما أكلتُ طعاماً منذ فَارقتُك إلا بِليلٍ. فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «عذّبتَ نفسَكَ!» ثم قال: «صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ، وَيَوماً مِنْ كُلِّ شَهْر» قالَ: زِدنِي، فإنّ بي قُوةً، قال: «صُم يَومَين» قالَ: زِدنِي، قال: «صُم ثَلاثةَ أيامٍ» قال: زِدنِي، قال: «صُمْ مِنَ الحُرُم وَاتركْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتركْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتركْ» وقال بأصابِعه الثَّلاثِ فَضَمَّها، ثُمَّ أرْسَلَهَا.
Dari Mujībah al-Bāhiliyyah, dari bapaknya atau pamannya, bahwasannya dia mendatangi Rasulullah – ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu bertolak (pulang) lagi. Setahun kemudian ia datang lagi -dengan kondisi dan penampilan sudah berubah- lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak mengenalku?” Beliau bertanya, “Siapa engkau?” Orang itu menjawab, “Aku Al-Bāhili yang pernah datang kepadamu pada tahun pertama (tahun lalu).” Beliau bersabda, “Apa yang telah mengubahmu, padahal dulu kamu berpenampilan baik?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah makan sejak meninggalkanmu kecuali pada malam hari.”
Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Kamu telah menyiksa dirimu!” Selanjutnya beliau bersabda, “Berpuasalah pada bulan yang penuh kesabaran (Ramadan) dan satu hari setiap bulan.” Orang itu berkata, “Tambahkanlah untukku, karena sesungguhnya aku punya kekuatan.” Beliau bersabda, “Puasalah dua hari!” Orang itu berkata, “Tambahkanlah untukku.” Beliau bersabda, “Berpuasalah tiga hari!” Orang itu berkata, “Tambahkanlah untukku.” Beliau bersabda, “Berpuasalah pada bulan-bulan haram (mulia) dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan-bulan haram dan tinggalkanlah!” Beliau bersabda sambil memberi isyarat dengan tiga jarinya lalu menggenggamnya kemudian melepaskannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Pahala amal shalih di bulan Rajab sama besarnya seperti di bulan-bulan Haram lainnya, seperti melaksanakan puasa, baik di awal atau di akhir Rajab. Hal ini sebagaimana pernyataan Ibnu Hajar bahwa pada bulan Rajab tidak terdapat hadis yang mengkhususkan keutamaan puasa di dalamnya, baik itu hadis Shahih dan tidak pula hadis Hasan.
Dalam satu hadits shahih riwayat Imam Muslim:
حدثنا أبو بكر بن أبى شيبة حدثنا عبد الله بن نمير ح وحدثنا ابن نمير حدثنا أبى حدثنا عثمان بن حكيم الأنصارى قال سألت سعيد بن جبير عن صوم رجب – ونحن يومئذ فى رجب – فقال سمعت ابن عباس – رضى الله عنهما – يقول كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا يصوم.
Telah menceritakan kepada kami Abubakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair (dalam riwayat lain), telah menceritakan kepada kami oleh Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim al-Anshari ia berkata, saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab.
Maka ia pun menjawab, saya telah mendengar Ibnu Abbas Ra. Berkata: “Dulu Rasulullah Saw. pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa.” (HR. Muslim)
Hadits ini juga diriwayatkan dari thariq yang lain (lihat Shahih Muslim bab Shiyam Nabi fi Ghair Ramadhan)
Hukum Puasa Rajab
Pertanyaan yang sering muncul ketika memasuki bulan Rajab adalah tentang hukum puasa Rajab. Sebenarnya bagaimana fuqaha menyikapi hal tersebut? Berikut uraian argumentasi-argumentasi empat mazhab terkai t hukum puasa di bulan Rajab.
Mazhab Hanafi
Di dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyyah disebutkan fatwa yang menyatakan anjuran berpuasa di bulan Rajab sebagaimana berikut:
(الْمَرْغُوبَاتُ مِنْ الصِّيَامِ أَنْوَاعٌ) أَوَّلُهَا صَوْمُ الْمُحَرَّمِ وَالثَّانِي صَوْمُ رَجَبَ وَالثَّالِثُ صَوْمُ شَعْبَانَ وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ وَهُوَ الْيَوْمُ الْعَاشِرُ مِنْ الْمُحَرَّمِ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ وَالصَّحَابَةِ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمْ
“Termasuk puasa yang disenangi ada beberapa macam, antara lain: 1) puasa di bulan Muharram, 2) puasa di bulan Rajab, 3) puasa di bulan Sya’ban, ‘Asyura; yaitu hari ke-sepuluh dari bulan Muharram menurut mayoritas Ulama’ dan Shahabat ra.” (al-Fatawa al-Hindiyyah, 1/202)
Dari kitab induk di atas yang berafiliasi pada Mazhab Hanafi ini, jelas sekali bahwa posisi mazhab ini mengakui bahwa puasa Rajab merupakan puasa yang disenangi.
Mazhab Maliki
Di dalam kitab Kifayat al-Thalib al-Rabbani dijelaskan tentang puasa bulan Rajab yang masuk kategori puasa yang disenangi:
وَ) كَذَلِكَ صَوْمُ شَهْرِ (رَجَبَ) مُرَغَّبٌ فِيهِ لِمَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ سُئِلَ عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ فَقَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ»
“Begitu juga demikian bahwa puasa di bulan Rajab termasuk puasa yang disenangi berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Sa’id bin Jubair ditanya tentang puasa Rajab. Ia berkata: Ibn Abbas telah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah Saw sering berpuasa hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak pernah berbuka, namun juga beliau sering tidak berpuasa (berturut-turut) hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak berpuasa.” (Kifayat al-Thalib, 2/531)
Kemudian dijelaskan lebih detail dalam Hasyiyah al-‘Adawi ‘ala Kifayat al-Thalib al-Rabbani yang menjelaskan bahwa pahala berpuasa di bulan Rajab itu lebih besar dibandingkan berpuasa di bulan yang lain, hanya saja tetap tidak bisa mengalahkan pahala berpuasa di bulan Muharram:
تَنْبِيهٌ: ظَاهِرُ كَلَامِهِ أَنَّ ثَوَابَ صَوْمِهِ يَفْضُلُ ثَوَابَ صَوْمِ غَيْرِهِ وَلَوْ مِنْ بَاقِي الْحُرُمِ إذْ لَوْ لَمْ يَكُنْ كَذَلِكَ لَمْ يَكُنْ لِذِكْرِهِ دُونَ بَاقِيهَا وَجْهٌ وَلَيْسَ كَذَلِكَ كَمَا أَشَارَ لَهُ الشَّيْخُ زَرُّوقٌ بَلْ وَرَدَ أَنَّ صَوْمَ الْمُحَرَّمِ أَفْضَلُ مِنْ صَوْمِ رَجَبَ أَوْ غَيْرِهِ مِنْ الْحُرُمِ.
“Dari perkataan di atas menunjukkan bahwa pahala berpuasa di bulan Rajab lebih besar dibandingkan pahala berpuasa di bulan selainnya, meskipun termasuk bagian dari bulan-bulan yang dimuliakan. Sebab apabila tidak demikian, maka tidak akan disebutkan pendapat yang menyatakan tentang puasa itu, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Syekh Zarruq. Namun puasa Muharram tetap lebih utama (pahalanya) dibandingkan puasa Rajab atau bulan-bulan yang dimuliakan lainnya.” (Hasyiyah al-‘Adawi ‘ala Kifayat al-Thalib al-Rabbani, 2/407)
Mazhab Syafi’i
Dalam Mazhab Syafi’i, banyak sekali literatur yang menyebutkan tentang kesunnahan berpuasa di bulan Rajab. Pendapat-pendapat tersebut disadur dalam berbagai kutub al-muthawwalat (kitab-kitab yang luas pembahasannya). Seperti dalam kitab Majmu’ Syarh al-Muhazzab karya al-Nawawi disebutkan tentang termasuk puasa yang dianjurkan adalah puasa di bulan yang dimuliakan:
قَالَ أَصْحَابُنَا وَمِنْ الصَّوْمِ الْمُسْتَحَبِّ صَوْمُ اْلاَشْهُرِ الْحُرُمِ وَهيَ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ وَأَفْضَلُهَا الْمُحَرَّمُ قَالَ الرُّويَانِيُّ فِي الْبَحْرِ أَفْضَلُهَا رَجَبُ وَهَذَا غَلَطٌ لِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ الَّذِي سَنَذْكُرُهُ إنْ شَاءَ الله تعالى ” اَفْضَلُ الصَّوْمِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ”
“Murid-murid kami (Imam Syafi’i) berkata: Termasuk dari puasa yang disunnahkan adalah puasa di bulan-bulan yang dimuliakan; Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Bulan yang paling mulia adalah bulan Muharram. Imam al-Ruyani dalam kitabnya al-Bahr menyebutkan bahwa bulan yang paling mulia adalah bulan Rajab. Pendapat ini dibantahkan dengan adanya hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: ‘Puasa yang paling mulia setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah; Muharram.’” (al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, 6/386)
Imam Nawawi juga menerangkan dalam kitab Syarah Shahih Muslim :
قوله ( سألت سعيد بن جبير عن صوم رجب فقال سمعت بن عباس يقول كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا يصوم ) الظاهر أن مراد سعيد بن جبير بهذا الاستدلال أنه لا نهى عنه ولا ندب فيه لعينه بل له حكم باقي الشهور ولم يثبت في صوم رجب نهى ولا ندب لعينه ولكن أصل الصوم مندوب إليه وفي سنن أبي داود أن رسول الله صلى الله عليه و سلم ندب إلى الصوم من الأشهر الحرم ورجب أحدها والله أعلم
Yang dhahir bahwa maksud Sa`id bin Jibrin dengan istidlal ini adalah tidak ada larangan tentang puasa Rajab dan tidak ada perintah sunat bagi khusus puasa Rajab tetapi berlaku hukum puasa bulan yang lain dan tidak ada larangan tentang puasa Rajab dan tidak pula perintah sunat secara khusus tetapi asal hukum puasa adalah sunat. Dalam Sunan Abi Daud “Bahwa Rasulullah memerintahkan puasa pada bulan-bulan haram sedangkan bulan Rajab termasuk salah satu bulan haram. (Imam Nawawi, Syarah Muslim jilid 4 hal 295)
Mazhab Hanbali
Fuqaha mazhab ini sedikit berbeda dalam menyatakan status hukum berpuasa di bulan Rajab. Sebagaimana dinukil dalam kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah yang menyatakan makruh bagi orang yang mengkhususkan berpuasa di bulan Rajab saja:
فَصْلٌ: وَيُكْرَهُ إفْرَادُ رَجَبَ بِالصَّوْمِ. قَالَ أَحْمَدُ: وَإِنْ صَامَهُ رَجُلٌ أَفْطَرَ فِيهِ يَوْمًا أَوْ أَيَّامًا بِقَدْرِ مَا لَا يَصُومُهُ كُلَّهُ
“Dimakruhkan bagi orang yang mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa. Ahmad berkata: apabila seseorang berpuasa, maka hendaknya ia berbuaka sehari atau beberapa hari sekiranya dia tidak berpuasa sebulan penuh.” (al-Mughni li Ibn Qudamah, 3/171)
Hanya saja kemakruhan tersebut bisa hilang sebab tidak berpuasa sebulan penuh, artinya seseorang menyelingi dengan berbuka sehari maupun beberapa hari. Sebagaimana diungkapkan dalam Kasyaf al-Qina’:
(وَتَزُولُ اْلكَرَاهَةُ بِفِطْرِهِ فِيْهِ وَلَوْ يَوْمًا أَوْ بِصَوْمِهِ شَهْرًا آخَرَ مِنَ السَّنَةِ قَالَ اْلمُجِدُّ وَإِنْ لَمْ يَلِهِ) أي يَلِي الشَّهْرَ اْلآخَرَ رَجَبُ (وَلاَ يُكْرَهُ إِفْرَادُ شَهْرِ غَيْرِهِ) أي غَيْرِ رَجَبَ بِالصَّوْمِ
“Status makruh (dalam puasa Rajab) bisa hilang sebab seseorang berbuka (tidak berpuasa) di bulan Rajab walaupun hanya sehari atau berpuasa Rajab (dengan diiringi berpuasa) di bulan yang lain pada tahun tersebut. Al-Mujidd berkata: meskipun bulan yang lain itu tidak bersambung dengan bulan Rajab. Dan juga tidak dimakruhkan mengkhususkan puasa di selain bulan Rajab.” (Kasyaf al-Qina’, 2/340)
Dengan demikian, Mazhab Hanbali hanya menyatakan makruh dalam hal mengkhususkan puasa Rajab sebulan penuh, namun status makruh tersebut hilang sebab tidak berpuasa sebulan penuh atau menyambungkan dengan bulan lainnya.
Jelas sekali dari argumentasi empat mazhab di atas, bahwa keempat mazhab ini tidak ada yang menyatakan haram terhadap puasa di bulan Rajab. Hanya saja terdapat kemakruhan dalam Mazhab Hanbali tatkala mengkhususkan puasa di bulan Rajab saja, sebab bisa menyerupai bulan Ramadhan.
Dalam hal puasa di bulan Rajab, Ibnu Hajar memberikan satu simpulan bahwa larangan puasa ini dilakukan bagi orang yang berpuasa untuk menghormati perkara masa Jahiliyah, adapun jika diniatkan untuk berpuasa secara umum tanpa memastikan atau mengkhususkan pada hari tertentu dan menganggapnya sunnah, maka amalan seperti ini tidak apa-apa dilaksanakan.
3. Shalat Raghaib
Selain berpuasa, ada juga beberapa orang yang mengamalkan shalat Raghaib. Shalat raghib adalah shalat yang biasanya dilaksanakan pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab. Waktunya di antara shalat Maghrib dan Isya, didahului dengan berpuasa pada hari Kamis pertama di bulan Rajab.
Shalat Raghaib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Raghaib (hari kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at.
Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.
Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).
Tidak terdapat dalil yang shahih, yang menyebutkan adanya anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat Raghaib di malam jum’at pertama bulan rajab adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih.
4. Shalat Tasbih
Jika kita tetap tidak ingin hilang kemuliaan malam-malam kita di bulan Rajab ini, bisa kita perbanyak dengan amalan Shalat Tasbih. Darul Ifta’ di Mesir menyarankan umat Islam untuk memperbanyak shalat ini di bulan Rajab meskipun hanya satu kali saja. Diketahui bahwa Shalat Tasbih ini bisa menghilangkan dosa, menghilangkan kesedihan, mempermudah yang sulit.
Bagaimana cara melaksanakan Shalat Tasbih?
Ibnu Hajar Al-Haitami di dalam kitabnya Al-Minhâjul Qawîm menuliskan:
و صلاة التسبيح وهي أربع ركعات يقول في كل ركعة بعد الفاتحة والسورة: سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر، زاد في الإحياء: ولا حول ولا قوة إلا بالله خمس عشرة مرة وفي كل من الركوع والاعتدال وكل من السجدتين والجلوس بينهما والجلوس بعد رفعه من السجدة الثانية في كل عشرة فذلك خمس وسبعون مرة في كل ركعة
“Dan (termasuk shalat sunnah) adalah shalat tasbih, yaitu shalat empat rakaat di mana dalam setiap rakaatnya setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar—di dalam kitab Ihyâ ditambahi wa lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh—sebanyak 15 kali, dan pada tiap-tiap ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk setelah sujud yang kedua masing-masing membaca (kalimat tersebut) sebanyak 10 kali. Maka itu semua berjumlah 75 kali dalam setiap satu rakaat.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm)
Dari penjelasan Ibnu Hajar di atas dapat disimpulkan tata cara pelaksanaan shalat tasbih sebagai berikut:
- Pada dasarnya tata cara pelaksanaan shalat sunnah tasbih tidak jauh berbeda dengan tata cara pelaksanaan shalat-shalat lainnya, baik syarat maupun rukunnya. Hanya saja di dalam shalat tasbih ada tambahan bacaan kalimat thayibah dalam jumlah tertentu.
- Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali. Setelah itu baru kemudian melakukan ruku’.
- Pada saat ruku’ sebelum bangun untuk i’tidal terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu baru kemudian bangun untuk i’tidal.
- Pada saat i’tidal sebelum turun untuk sujud terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian sujud.
- Pada saat sujud yang pertama sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian bangun untuk duduk.
- Pada saat duduk di antara dua sujud sebelum melakukan sujud kedua membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian melakukan sujud yang kedua.
- Pada saat sujud kedua sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali.
- Setelah sujud yang kedua tidak langsung bangun untuk berdiri memulai rakaat yang kedua, namun terlebih dahulu duduk untuk membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu barulah bangun untuk berdiri kembali memulai rakaat yang kedua. Dengan demikian maka dalam satu rakaat telah terbaca tasbih sebanyak 75 kali. Untuk rakaat yang kedua tata cara pelaksanaan shalat dan jumlah bacaan tasbihnya sama dengan rakaat pertama, hanya saja pada rakaat kedua setelah membaca tasyahud sebelum salam terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian membaca salam sebagaimana biasa sebagai penutup shalat. Sumber: Islam NU
Dari keterangan keterangan para ulama bisa disimpulkan bahwa tidak ada amalam pengkhsusan pada saat bulan Rajab tetapi sangat dianjurkan setiap umat Islam sebagai hamba Allah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah dan meningkatkan ibadah kepada Allah dimanapun dan kapan pun.
Apakah ibadah yang selama ini rutin dikerjakan dan ternyata hadisnya adalah palsu, lalu ibadahnya jadi bid’ah dan sia-sia?
Menurut Ust. Ahmad Lutfi Fathullah ketika membahas tentang hadis hadis tentang Rajab menyebutkan demikian.
Harus diketahui bahwa hadis palsu tidak mempengaruhi hukum fiqh yang dibangun dengan hadis sahih atau ayat al-Qur’an. Sebagai contoh, puasa adalah amalan yang disyari’atkan Islam, tentu dengan aturan yang sudah sama-sama dimaklumi. Ia boleh dilakukan kapan saja kecuali beberapa hari tertentu saja, yaitu 5 atau 6 hari dalam satu tahun. Selain disyari’atkan, puasa adalah amal kebaikan yang tentu saja berpahala.
Hanya saja, berapa besarkah pahala yang didapat seorang ketika berpuasa, hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu, artinya, hanya melalui al-Qur’an dan hadis sahihlah kita dapat mengetahui besarnya pahala tersebut, ulama, siapapun orangnya, tidak dapat mengetahui besarnya pahala. Mereka dengan pemahaman dapat mengatakan bahwa ini berpahala karena merupakan amal shaleh, berapa besar pahalanya, wallahu a’lam bissawab.
Dengan demikian, maka bagi mereka yang melakukan shalat malam, puasa dan bershalawat di bulan Rajab, tetap akan mendapatkan pahala, hanya saja pahala yang dijanjikan atau diberikan bukan seperti yang dirincikan dalam hadis-hadis palsu.
Bid’ah atau tidak puasa di bulan Rajab atau shalat malam harinya, tentu saja tidak asal dasar pengamalannya bukan dimotivasi oleh hadis yang palsu.
Peristiwa-Peristiwa Penting di Bulan Rajab
Kita sudah semakin dekat dengan Ramadan, Allah membantu kita mempersiapkan diri untuk bulan yang penuh berkah dengan mengirimkan kepada kita dua bulan lain yang sangat penting, yaitu Rajab dan Sha’ban sebagai waktu berlatih untuk mendapatkan pahala ekstra dan mempersiapkan diri secara mental untuk Ramadhan, bulan-bulan ini juga menjadi inspirasi ketika kita melihat kembali peristiwa yang terjadi pada saat-saat ini dalam sejarah kita.
Ketika melihat peristiwa apa saja di bulan Rajab, sejarah Islam menyebutkan empat peristiwa tertentu yang terjadi dalam bulan penting ini yang berpengaruh dalam sejarah.
1. Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
Perjalanan malam Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم ke Yerusalem, yang dikenal sebagai Al Israa’ Wal Mi’raj, terjadi pada bulan Rajab tahun ke-10 Kenabian (620 CE). Dalam satu malam Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم melakukan perjalanan dari Makkah ke Yerusalem, dan kemudian ke sidratul muntaha dan seterusnya. Cerita dan pelajaran dari perjalanan Isra Mi’raj ini sangat banyak dan menginspirasi kekaguman orang orang untuk terus mempelajarinya.
Makna spiritual yang mendalam dari perjalanan kenabian ini akan sangat jelas ketika disandarkan dengan keadaan ketika saat itu Nabi Muhammad baru kehilangan pamannya Abu Talib yang telah melindunginya sejak awal panggilannya, serta istri tercintanya Khadijah (ra), Rasulullah صلى الله عليه وسلم berada dalam situasi yang sulit.
Kita ketahui dalam sejarah, setelah Abu Thalib dan Khadijah wafat, Suku Quraisy dan suku-suku Makkah lainnya secara terbuka menyatakan permusuhan mereka terhadap Islam melalui kampanye penyiksaan dan penganiayaan mereka.
Dalam situasi yang mengerikan inilah, pada puncak perjuangan antara Islam dan kekufuran, Allah جل جلاله memutuskan untuk menunjukkan kepada hamba pilihan-Nya beberapa tanda terbesar-Nya, membawanya dalam satu malam, atau sebagian darinya, ke masjid suci di tanah suci Yerusalem dan dari sana ke surga tertinggi.
2. Perang Tabuk
Rajab juga menandai peristiwa bersejarah Pertempuran Tabuk, yang menyaksikan 30.000 Muslim berbaris di bawah kepemimpinan Nabi صلى الله عليه وسلم menuju wilayah al-Sham, atau Suriah modern, pada tahun kesembilan setelah hijrah.
Tentara Muslim dengan mudah mengatasi tentara Romawi, yang menyerah dan menerima untuk membayar jizya (pajak perlindungan), tanpa perlu pertempuran. Acara ini juga menandai selesainya otoritas Islam atas semenanjung Arab dan era ekspansi Islam berikutnya.
3. Pembebasan Masjid Al-Aqsha
Kemenangan Salahuddin al-Ayyubi atas tentara salib Eropa terjadi di bulan Rajab pada tahun 583AH. Menandai kemenangan besar bagi umat Islam dalam merebut kembali Al-Aqsa yang diberkati setelah pertumpahan darah dan intoleransi agama yang dialami di tangan tentara salib Eropa.
Peristiwa sebelum dan sesudah kemenangan atas Yerussalam ini juga di dokumentasikan dalam sejarah sebagai titik awal kebangkitan Islam yang jauh dan holistik setelah terjadi penindasan yang menyebar ke seluruh negeri Muslim.
4. Runtuhnya Khilafah Turki Usmani
Peristiwa terakhir yang disaksikan bulan Rajab yang menyakitkan, tetapi layak untuk diingat yaitu kehancuran besar Kekhalifahan Islam.
Pemberlakuan hukum Islam syariah, dihapuskan dan tanah-tanah Muslim dipisah pisah di antara kekuatan kolonial Eropa. Sebagian besar situasi bencana di dunia Muslim sejak itu berakar pada peristiwa ini, dengan kehilangannya bergema di seluruh komunitas di negeri-negeri yang sebelumnya Islam.
[Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com]
saya baru tahu kalau ada sholat roghoib, mksh atas pengetahuanya….
Sama-sama mas Adiep dari Kaliangkrik, semoga yang sedikit ini bermanfaat, amien..
mkch bnyk ya bang…
Ya sama-sama