8 Golongan Penerima Zakat dalam Surat At-Taubah Ayat 60

Pengantar

Agama Islam dibangun atas lima pilar pokok agama. Semua orang yang mengimani enam rukun iman dan memenuhi syarat-syaratnya, wajib menjalankan lima rukun Islam yang telah ditetapkan Allah Subhanahu Wata’ala.

Tujuan menjalankan rukun Islam adalah menjaga hubungan antara manusia dengan Allah Subhanahu Wata’ala (hablun minallah), selain hubungan dengan Allah, manusia juga perlua melakukan hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas) dengan saling mengasihi, menyayangi dan saling peduli. Wujud hubungan sesama manusia salah satunya direalisasikan dengan ibadah Zakat.

Kali ini kita akan membahas tema yang sering kita temui setiap masuk waktu akhir bulan Ramadan. Pembahasan kami sajikan secara lengkap dari pengertian tentang zakat, hikmah dan syarat zakat serta penjelasan golongan penerima zakat.

Semoga penjelasan yang lengkap nanti memungkinkan Anda untuk memahami perihal Zakat dari artikel ini. Insya Allah artikel akan selalu diperbaiki dan ditambahkan jika ada yang perlu ditambahkan baik keterangan, referensi atau tautan terkait.

Pengertian Zakat Fitrah

Zakat secara Bahasa

  • Zakat memiliki beberapa arti seperti An-Nama yang artinya tumbuh dan berkembang, artinya bahwa harta yang dikeluarkan untuk zakat tidak berkurang justru akan tumbuh berkembang dan semakin banyak.
  • Zakat berarti thaharah yang artinya suci, artinya bahwa harta yang dikeluarkan untuk zakat akan menjadi bersih dan membersihkan jiwa yang memiliki dari hasad dan dengki
  • Zakat berarti as-sholah artinya baik, harta yang dikeluarkan untuk zakat akan menjadi baik.

Zakat jika disebut dalam Al-Quran maknanya adalah zakat wajib yang dikenal orang Islam sebagai rukun islam yang ketiga, adapun sedekah kadang berarti zakat wajib kadang untuk sesuatu tidak wajib.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ maksud dari ayat ini adalah zakat-zakat yang wajib, berbeda dengan sadaqah mustahabah yang bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada pengkhususan.[2] Maka dapat kita fahami kalau arti sedekah dalam ayat itu bermakna zakat dan memang demikian penjelasan para ahli tafsir ketika menafsirkan kata sedekah dalam ayat ini dengan zakat.

Zakat secara Istilah

Zakat yaitu kadar tertentu yang wajib dikeluarkan ketika matahari terbit di awal bulan Muharram dengan ketentuan tertentu yang wajib bagi para mukallaf.

Zakat Fitrah diwajibkan kepada setiap orang dari kaum muslimin, baik anak kecil, orang dewasa, laki-laki, perempuan, merdeka dan budak.  Berdasarkan hadis Ibnu Umar bahwasanya:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ الْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, atas budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang besar dari kalangan orang Islam. Dan beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang pergi menunaikan shalat “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut Baznas, berdasarkan Peraturan Menteri Agama No 52 Tahun 2014, Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Hikmah Zakat Fitrah

Zakat Fitrah memiliki banyak hikmah, di antaranya:

  • Zakat fitrah merupakan pembersih jiwa orang-orang yang berpuasa.
  • Zakat fitrah merupakan bentuk solidaritas untuk membahagiakan orang fakir dan miskin pada hari raya Idul Fitri.
  • Zakat fitrah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan taufik sehingga dapat menyelesaikan puasa bulan Ramadan.

Syarat Kewajiban Zakat

  • Islam
  • Mendapatkan waktu terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadan.
  • Memiliki kelebihan harta

Besar Zakat Fitrah

Besar zakat fitrah yang harus dikeluarkan sebagaimana yang disebutkan hadist di atas, yaitu satu sha’ atau setara dengan 4 mud, atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.7 kg makanan pokok , seperti tepung, kurma, gandum dan beras. Lajnah Daimah Saudi Arabia memberi kehati-hatian dengan memberikan 3 kg makanan pokok.

Kapan dikeluarkan Zakat Fitrah?

Terdapat empat waktu menunaikan zakat fitrah

  • Waktu Wajib : Setelah terbenam Matahari akhir bulan Ramadhan
  • Waktu Sunnah: Pada pagi hari sebelum shalat Ied
  • Waktu Mubah: Membayar zakat fitrah satu atau dua hari sebelum hari raya pada bulan Ramadan. Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu pernah membayar zakat fitrah satu atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri.
  • Waktu Haram: Membayar zakat fitrah setelah shalat ied, tidak dianggap sebagai zakat fitrah, tetapi sedekah biasa.
Baca juga:   Biografi Hamka dan Tafsir Al-Azhar

Sebab Turunnya Ayat 60 Surat At-Taubah

Dalam QS. At-Taubah ayat 58, Allah menjelaskan sifat orang-orang munafik yang menganggap diri mereka berhak menerima zakat, padahal sebenarnya mereka tidak berhak. Mereka mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pembagian zakat dengan mengatakan bahwa Nabi tidak adil.

Orang munafik yang mendatangi Nabi Shallallahu Alaihiwasallam tersebut bernama Dzul Khuwaisirah, lelaki pemrotes Nabi yang kelak menjadi cikal bakal Khawarij. Ia mengatakan kepada Nabi Saw “Wahai Rasulullah, hendaklah engkau berlaku adil”. Lalu Rasulullah menjawab,“celakalah, dirimu, siapa orang yang bisa berbuat adil kalau diriku saja tidak berlaku adil”.

Kisah ini yang menjadi asbāb an-nuzūl surat At-Taubah ayat 58 tentang seorang Munafik yang mendatangi Nabi karena merasa tidak diperlakukan adil, ia menjadi iri karena tidak mendapatkan zakat.

Ayat 60 surat At-Taubah turun sebagai pembenaran atas sikap Nabi dan Allah menjelaskan bahwa Allah –lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat berikut.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk yang berada di jalan Allah dan untuk orang yang sedang di dalam perjalanan sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Para ulama’ berbeda pendapat berkaitan dengan delapan kelompok ini, apakah pembagian zakat harus meliputi semuanya, atau sebatas yang memungkinkan. Dalam hal ini terdapat dua pendapat :

  • Pertama, harus meliputi semuanya. Ini adalah pendapat Imam As-Syafi’I dan sekelompok ulama’.
  • Kedua, tidak harus semuanya. Harta zakat boleh diberikan kepada satu kelompok saja, meskipun terdapat kelompok yang lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sekelompok ulama’ salaf dan khalaf, di antaranya, Umar, Hudzaifah, Ibnu Abbas, Abul ‘Aliyah, Said bin Zubair dan Mimun bin Mihran. Ibnu Jabir berkata, “Ini adalah pendapat sebagian besar ulama’.

Penyebutan kelompok-kelompok dalam ayat tersebut adalah untuk menjelaskan mereka yang berhak, bukan karena keharusan memenuhi semuanya.[3]

8 Golongan Penerima Zakat (Masharif Zakat)

Pertama dan kedua, Fakir dan Miskin

Pada dasarnya kedua keadaan tersebut adalah sama dan sejenis, akan tetapi fakir keadaannya lebih memprihatinkan dari pada miskin, sehingganya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan fakir lebih dahulu dari pada miskin dalam ayat tersebut.

Di bawah ini kami akan sebutkan beberapa perbedaan dan pengertian antara fakir dan miskin.

  • Waqi, Ibnu Jarir, As’as dan Hasan berpendapat, “Bahwasanya yang disebut dengan fakir ialah orang yang tidak punya apa-apa sedangkan ia hanya berpangku tangan dirumahnya, sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya tetapi ia masih berusaha untuk mencukupi kehidupannya”.
  • Mujahid, “Fakir ialah orang tidak punya tetapi ia tidak minta-minta, sedangkan miskin ialah orang tidak punya dan ia meminta-minta.[4]
  • Orang fakir ialah orang tidak punya dan ia berhijrah, sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya dan ia tidak berhijrah.[5]
  • Fakir ialah orang yang tidak mendapatkan apa-apa, atau hanya mendapatkan sebagian kecil dari kebutuhannya.
  • Miskin ialah seseorang yang mendapatkan atau bisa memenuhi sebagian besar dari kebutuhannya, namun tidak mencukupi secara keseluruhan. Jika ia dapat mencukupi secara kesuluruhan maka ia bisa dikatakan sebagai orang yang kaya.[6].

Ada yang menyebutkan bahwa hubungan Fakir dan Miskin seperti hubungan Islam dan Iman yang masuk dalam istilah para ulama, “Idza ijtama’a iftaroqo, wa idza iftaraqa ijtama’a”, jika kedua kata tersebut disebutkan berbarengan, maknanya berbeda; namun jika kedua tersebut disebutkan secara terpisah, maka maknanya sama. Jika Islam dan Iman disebutkan bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan lahiriyah sedangkan Iman adalah amalan batin (berupa keyakinan-keyakinan hati).

Ketiga, Amil

Masharif zakat yang ketiga adalah amil zakat, yaitu orang bertugas mengelola atau mengambil zakat dari orang-orang yang berhak mengeluarkan zakat kemudian membagikannya kepada orang yang berhak pula. [7] Mereka berhak mendapatkan bagian zakat.

Seorang Amil tidak boleh dari kerabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena mereka tidak berhak menerima zakat berdasarkan hadits shahih dari yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdul Muthalib bin Rabi’ah bin al-Harits, bahwa ia dan Fadl bin Abbas memohon kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar dijadikan sebagai amil zakat, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “ Sesunguhnya zakat itu tidak dihalalkan bagi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan keluarganya. Sesungguhnya zakat itu adalah kotoran (harta) manusia.”[8]

Para ulama’ berselisih pendapat mengenai kadar yang diberikan kepada amil zakat :

  • Dlohak ia berpendapat bahwasanya amil zakat mendapatkan seperdelapan dari zakat.
  • Yunus, Ibnu Wahab dan Ibnu Zaid mereka berpendapat bahwa seorang amil mendapatkan sesuai dengan kadar apa yang dikerjakannya.
Baca juga:   Tafsir Al-Quran dalam Bahasa Indonesia

Adapun pendapat yang paling shahih dan mendekati kebenaran menurut Ibnu Jarir dalam kitabnya Jami’ul Bayan adalah pendapat yang kedua, yaitu seorang amil diberikan zakat sesuai dengan kadar apa yang telah diperbuatnya.

Hamka memberikan makna universal mengenai amil zakat yaitu panitia yangbertugas memungut dan mengumpulkan zakat. dan memberikan kepada orang yangberhak menerima zakat. Hamka dalam hal ini terlebih dahulu menyebutkan panitia zakatdalam konteks Negara yang seratus persen berdasarkan Islam.

Kemudian ia melihat konteks Indonesia yang belum seratus persen Islam, di Indonesia panitia zakatdilakukan tidak hanya oleh pemerintah tatapi juga oleh masyarakat Islam denganmengadakan panitia pengelolaan zakat sendiri

Sejarah didirikannya BAZNAS sangat menarik, disebutkan dalam website Baznas Kabupaten Garut bahwa keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 29 dan No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV tahun 1990. Langkah tersebut juga diikuti dengan dikeluarkan juga Instruksi Men-teri Agama No. 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis BAZIS sebagai aturan pelaksanaannya.

Baru pada tahun 1999, pemerintah melahirkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang tersebut diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. BAZ terdiri dari BAZNAS pusat, BAZNAS Propinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. (Link Sumber)

Keempat, Muallaf

Yaitu orang-orang yang perlu dilunakkan hatinya kepada Islam, supaya mereka memberikan sumbangsinya kepada Islam, atau Rais kaum yang baru masuk Islam dan dia diberikan zakat supaya mereka menegetahui bahwasanya agama Islam adalah agama yang benar dan shalih, dan supaya bertambah keimanannya.[9] Diantara mereka yang dilunakkan hatinya pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Sufyan bin Harb, Uyainah bin Badr dan Aqra’ bin Habis.[10]

Mereka ada tiga golongan :

  1. Yang dilunakkan hatinya supaya masuk Islam.
  2. Mereka yang masih lemah keislamannya atau lmannya.
  3. Mereka yang diberi zakat untuk mencegah kejelekan yang mereka timbulkan buat kaum mukminin.[11]

Saya yang saat ini sedang beraktifitas di Aksi Peduli Bangsa yang sedang membangun pedalaman Mentawai merasakan begitu pentingnya Zakat untuk menguatkan kaum muslimin di pedalaman Mentawai yang sudah masuk Islam. Dari 8 golongan yang menerima zakat, 6 golongan sudah kami dapatkan ada di pedalaman Mentawai.

Kelima, Riqab

Yaitu budak-budak yang sedang dalam proses memerdekakan diri, atau membeli diri mereka dari majikannya. Mereka dimerdekakan dan dibantu dengan harta zakat. Diriwaytakan dari Hasan al-Bashri ,Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdul Aziz, Said bin Zubar an-Nakha’I, az-Zuhri dan Ibnu Zaid bahwa yang dimaksud dengan riqab adalah “al-Mukatib” yaitu hamba sahaya yang mengadakan perjanjian bebas.[12]

Keenam, Gharimin

Yaitu orang yang terlilit utang tetapi bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian ia tidak bisa melunasi hutangnya tersebut. Mujahid berkata, “AlGharimin ialah orang yang terbakar rumahnya, kemudian ia berhutang untuk membangun kembali rumahnya.” Wajib bagi seorang Imam memerinya harta atau zakat dari Baitul Mal.[13]

Dalam keadaan ini ada dua golongan :

  1. Berhutang untuk kebaikan orang yang berselisih sehinga diberi sesuai dengan kadar utangnya.
  2. Berutang untuk pribadi, yakni menanggung banyak utang tapi tidak mampu membayarnya.[14]
  3. Orang yang mempunyai tanggungan denda atu hutang yang harus dipenuhi, sedangkan untuk memenuhinya ia harus menguras harta kekayaannya atau ia harus berhutang kepada orang lain, atau berhutang dan melakukan kemaksiatan lalu ia bertaubat. Maka orang yang seperti ini diberi zakat.

Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari bu Sai’d Al-Khudri ia berkata, “Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada seseorang yang menderita banyak kerugian karena buah-buahan yang barui saja dibelinya terkena hama, hingga hutangnya menumpuk. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bersedekahlah kepadanya,” maka orang-orangpun bersadaqah kepadanya, akan tetapi tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada para piutang tersebut, “Ambillah apa yang kalian dapati, hanya itu saja bagaian yang kalian dapatkan. (HR. Muslim).[15]

Baca juga:   Pandangan Al-Quran Tentang Homoseksual

Ketujuh, Fii Sabilillah

Zakat untuk orang yang berjihad di jalan Allah, jika tidak ada perang fisik, maka zakat bisa disalurkan kepada jihad dengan ilmu. Jika jihad fisik berfungsi menjaga badan, maka jihad ilmu untuk menjaga pemikiran.

Al-Alusi dalam Ruuhul Ma’ani menyebutkan bahwa para ulama’ berselisih pendapat mengenai pengertian fi sabilillah dalam ayat tersebut; Abu Yusuf berkata, “Yang dimaksud adalah orang yang berjihad atau di  dalam peperangan (mujahidin) yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dan melawan musuh-musuh-Nya.”. Muhammad, “Orang yang berhaji.” Sebagian ulama’ berpendapat mereka adalah orang yang sedang menuntut ilmu. Adapun yang paling mendekati kebenaran adalah setiap orang yang berusaha untuk taat kepada Allah dan orang-orang yang berada di jalan kebenaran. Wallahu ‘alam bi Shawab.[16]

Menurut Usama Al-Azami dalam artikelnya yang menyebutkan pandangan-pandangan ulama masa kini, bahwa diperbolehkan menyalurkan zakat untuk program-program pendidikan yang masuk didalamnya jihad fii sabilillah, hal ini dipegang oleh Syaikh Muhammad Alu Syaikh, Syaikh Shalih Al-Munajjid, Syaikh Ali Jum’ah dan Syaikh bin Bayyah.

Dalam Tafsir Al-Azhar, Hamka menafsirkan kata fii sabilillah bukan hanya orang yang berperang mengangkat senjata, karena jika hanya ditafsirkan berperang mengangkat senjata, tidak sesuai dengan konteks saat ini. Tetapi bisa dimaknai dengan pembangunan sekolah, jembatan dan lain-lain yang tujuannya mensejahterakan umat Islam.

Kedelapan, Ibnu Sabil

Ialah seorang musafir di suatu negeri yang bekalnya tidak mencukupi untuk dipakai pulang ke negerinya meskipun ia orang kaya, maka ia diberi bagian zakat yang mencukupi untuk pulang ke negerinya. Begitu pula dengan orang yang ingin bepergian, akan tetapi tidak memiliki bekal, maka ia diberi dari bagian zakat untuk perbekalannya pergi dan pulang. Namun ia tidak diperbolehkan mengambil lebih dari kebutuhannya.[17]

فَرِيضَةً مِن اللَّهِ َ Maksudnya ialah pembagian ini adalah langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diwajibkan kepada orang yang mempunyai harta dari orang muslimin. Allah Maha  Mengetahui kemaslahatan mahluknya terhadapa apa saja yang diwajibkan kepada mereka, tidak ada sesuatu apapun yang samar bagi-Nya. Tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan zakat pada kaum muslimin melainkan ada maslahat di dalamnnya. Dialah Maha Bijaksana yang mengatur segala sesuatu.[18]

Dari kedelapan masharif zakat tersebut, bisa disimpulkan dalam dua hal :

  1. Orang yang diberi zakat untuk memenuhi kebutuhannya.
  2. Orang yang diberi zakat dengan tujuan untuk kemaslahatan bagi Islam dan muslimin.[19]

Referensi

  1. Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalamil Manan oleh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, Muasasah Risalah. Cetakan pertama.
  2. Ruhul Ma’ani Sihabuddin Sayyid Mahmud Al-Alusi jilid 6. Maktabah Taufiqiyah, Kaero Mesir.
  3. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir jilid 4. Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
  4. Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wiliil Ayil Qur’an Tafsir Tobari oleh Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir At-Tobari jilid 5.Cetakan kedua  Dar As-Salam.
  5. Ad-Dauru Al-Mansur fi Tafsir Al-Mansur oleh Abdurrahman Jalaludin As-Suyuthi jilid 4. Dar Al-Fikr. Cetakan tahun 1414 H/ 1993 M.
  6. Ensiklopedi Islam Al-Kamil Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri. Darus Sunnah. Cetakan kedua.
  7. Pribumisasi Islam dalam Tafsir al-Azhar Pada QS. At-Taubah ayat 60 tentang Mustahiq Zakat. Available from: https://www.researchgate.net/publication/339484125_Pribumisasi_Islam_dalam_Tafsir_al-Azhar_Pada_QS_At-Taubah_ayat_60_tentang_Mustahiq_Zakat [accessed Apr 27 2022].

[1] . At-Taubah 60.

[2] . Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalamil Manan oleh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, hal 341 Muasasah Risalah

[3] . Terjemahan Tafsir Ibnu Katrsir jilid 4 hal 150-151. Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

[4] .Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wiliil Ayil Qur’an Tafsir Tobari oleh Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir At-Tobari jilid 5 hal 4021. Dar As-Salam.

[5] .Ad-Dauru Al-Mansur fi Tafsir Al-Mansur oleh Abdurrahman Jalaludin As-Suyuthi jilid 4 hal 222. Dar Al-Fikr.

[6] . Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalamil Manan oleh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, hal 341 Muasasah Risalah.

[7] .  Ensiklopedi Islam Al-Kamil Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri hal 776.  Darus Sunnah.

[8] .  Terjemahan Tafsir Ibnu Katrsir jilid 4 hal 151. Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

[9] . Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalamil Manan, hal 341.

[10] . Tafsir At-Tobari jilid 5 hal 4026.

[11] .Ruhul Ma’ani Sihabuddin Sayyid Mahmud Al-Alusi jilid 6 hal 169. Maktabah Taufiqiyah.

[12] . Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir jilid 4 hal 152.

[13] . Tafsir At-Tobari jilid 5 hal 4029.

[14] .  Ensiklopedi Islam Al-Kamil hal 776.

[15] . Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir jilid 4 hal 153-254.

[16] . Ruhul Ma’ani Sihabuddin Sayyid Mahmud Al-Alusi jilid 6 hal 171. Maktabah Taufiqiyah.

[17] . Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir jilid 4 hal 154.

[18] . Tafisr At-Tobari jilid 5 hal 4031.

[19] .Taisir Karim Ar-Rahman hal 341.

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

17 Comments

  1. Ustadz,, innama shodaqotu….”sesungguhnya zakat2 itu…” kenapa bukan “sesungguhnya sedekah2 itu…”, syukron kts.

  2. Saya akan menjawab sesuai keterangan dari Ust Zain An-Najah di site beliau ahmadzain.com.

    Saya mulai dari pengertian zakat dan sedekah. Zakat memiliki beberapa arti seperti An-Nama yang artinya tumbuh dan berkembang, artinya bahwa harta yang dikeluarkan untuk zakat tidak berkurang justru akan tumbuh berkembang dan semakin banyak.

    Zakat juga berarti thaharah yang artinya suci, artinya bahwa harta yang dikeluarkan untuk zakat akan menjadi bersih dan membersihkan jiwa yang memiliki dari hasad dan dengki

    Zakat juga berarti as-sholah artinya baik, harta yang dikeluarkan untuk zakat akan menjadi baik.

    Adapun Shadaqah secara bahasa berasal dari kata shadaqa, berarti sesuatu yang benar dan jujur.

    Kemudian di akhir tulisan beliau menyebutkan bahwa satu kaedah bahwa zakat jika disebut dalam Al-Quran maknanya adalah zakat wajib yang dikenal orang Islam sebagai rukun islam yang ketiga, adapun sedekah kadang berarti zakat wajib kadang untuk sesuatu tidak wajib.

    Maka dapat kita fahami kalau arti sedekah dalam ayat itu bermakna zakat dan memang demikian penjelasan para ahli tafsir ketika menafsirkan kata sedekah dalam ayat ini dengan zakat.

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

  3. Kalau menurut saya, penerima zakat fitrah tidak seperti yang tercantum dalam at Taubah ayat 60.
    Karena kewajiban zakat fitrah berkaitan erat dengan ibadah puasa romadhon, sehingga diberlakukan setelah turunnya Al baqoroh ayat 183 dimana zakat fitrah ditunaikan diakhir puasa romadhon.
    Sehingga menurut saya, para penerima zakat fitrah itu mengikuti hadist nabi, diperuntukkan bagi orang miskin (termasuk fakir), sesuai hadist riwayat Abu Dawud.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *