Mereka mengatakan bahwa makna “Auliya’” dalam surah Al Maidah itu berarti “teman dekat“, bukan “pemimpin“. Jadi, katanya, boleh mengangkat pimpinan kafir karena tidak ada ayat yang melarang. Justru tafsiran ini tetap menjadi hujjah atas mereka, yakni hujjah yang tetap menghantam dan melemahkan posisinya.
Mereka tidak tahu kalau dalam ilmu Ushul Fiqih, ilmu yang mengulas tentang perangkat-perangkat istimbath (mengeluarkan hukum dari nash-nashnya) ada yang disebut dengan “Qiyas Al-Aula” atau “Fahwal Khitab“. Seperti pada firman Allah, “Jangan engkau ucapkan uf kepada orang tua“. Itu zahirnya ayat.
Maka dipahami darinya, kalau mengucapkan uf saja tidak boleh, maka memaki, memukul, atau membunuh orang tua, jauh lebih tidak boleh. Dan kalau ada yang mengatakan boleh memukul orang tua karena tidak disebutkan dalam ayat ini, maka otaknya perlu dipertanyakan.
Nah, terkait dengan inti pembicaraan kita. Taruhlah tafsiran mereka itu bisa diterima, maka kita katakan, “Jika mengangakat orang kafir sebagai “teman dekat” saja tidak boleh, maka mengangkatnya sebagai “pemimpin” jauh lebih tidak boleh lagi“. Sebab posisi pemimpin itu jauh melebihi sekedar teman akrab.
Siapa yang bilang boleh mengangkat pemimpin kafir karena ayat yang melarang hanya ditujukan bagi larangan mengangkat “teman akrab”, maka logikanya layak dipertanyakan.
Lagian, teman-teman Ahok yang katanya muslim itu, tiap hari duduk dan makan bareng, mendukung, berjuang, serta rela berdarah-darah karenanya, apa itu tidak berarti mengangkatnya sebagai “teman akrab” yang diharamkan Alqur’an menurut makna yang mereka akui sendiri?!
Tetap tak mau kalah, mereka juga mengatakan bahwa kata “Auliya'” yang dimaknai dengan “Pemimpin” tertulis dalam bentuk jama’, yang artinya pemimpin berjamaah, yang tak lain adalah pemimpin kolektif, bukan pemimpin tunggal.
Lewat aksioma itu, lagi lagi mereka menghalalakan pemimpin dari seorang kafir.
Secara tata bahasa, ayat di atas sudah benar karena sesuai dengan konteks ayat (siyaq al-kalam) yang sedang berbicara tentang Yahudi dan Nasrani.
Kata Auliya dalam surat Al-Maidah 51 berbentuk nakirah yang faidahnya menunjukkan pengertian umum jika nakirah tersebut mengandung unsur nafi atau nahi, syarath atau istifham. Kata Auliya dalam ayat tersebut bersifat umum, semua lini pimpinan baik lurah, bupati, gubernur atau presiden yang dipilih harus dari muslim tidak boleh Nasrani atau Yahudi.
Lebih jauh, inilah metode indah dalam Al-Quran. Menghindari kalimat Ifrad jika susunannya lebih indah dari kalimat jama atau kalimat jama lebih mudah dari struktur ifrad.
Contoh kata:
يَوْمَ يَخْرُجُونَ مِنَ ٱلْأَجْدَاثِ سِرَاعًا كَأَنَّهُمْ إِلَىٰ نُصُبٍ يُوفِضُونَ
(yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia), (Al-Ma’arij 70:43).
Bentuk tunggal dari الأجداث adalah جدث yang lebih indah dan mudah diucapkan dalam bentuk jamak dari ifradnya. Dan banyak contoh i’jaz lain dalam Alquran.