Mengenal Definisi, Perkembangan dan Referensi tentang Ilmu Ushul Tafsir

Ilmu Ushul Tafsir adalah cabang dari ilmu al-Qur’an yang membahas tentang ilmu-ilmu dan kaidah-kaidah yang diperlukan dan harus diketahui untuk menafsirkan al-Qur’an.

Artikel ini akan membahas secara lengkap definisi dari Ilmu Ushul Tafsir, Referensi dan pembahasan dari Ilmu Ushul Tafsir. Secara berkala artikel ini akan terus diperbarui seiring bertambahkan keterangan yang perlu dimasukkan.

Definisi Ilmu Ushul Tafsir

Pengertian secara Bahasa

Ushûl (الْأُصُوْلُ) adalah bentuk jamak dari kata ashl (الْأَصْلُ) yang secara bahasa artinya bagian paling bawah dari sesuatu, atau yang darinya dibangun sesuatu yang lain, dan sesuatu yang disebut ashl itu tidak memerlukan fondasi dari yang lain. Term al-ashl adalah sesuatu yang keberadaannya tetap dengan sendirinya, yang dijadikan sebagai pijakan bagi yang lain.

Tafsîr (التَّفْسِيْرُ) secara bahasa berasal dari kata kerja fasara (فَسَرَ) yang artinya menyingkap atau menjelaskan. Sedangkan secara istilah: penjelasan atas al-Qur`an yan diturunkan­ kepada Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam.

Pengertian menurut Istilah

Menurut Fahd Ar-Rumi dalam kitabnya Buhuts fi Ushul Tafsir Ilmu Ushul Tafsir yaitu:

القواعد والأسس التي يقوم عليها علم التفسير، وتشمل ما يتعلق بالمفسر من شروط وآداب وما يتعلق بالتفسير من قواعد وطرق ومناهج

“Kaidah dan prinsip yang dijadikan pijakan oleh ilmu Tafsir yang pembahasannya meliputi syarat dan etika seorang mufasir, dan yang berhubungan dengan tafsir seperti kaidah, metode, pendekatan dan hal lainnya yang berhubungan”.

Buhuts fi Ushul Tafsir wa Manahijuhu

Fahd Ar-Rumi menjelaskan lagi bahwa Ilmu Tafsir juga bisa diartikan sebagai ilmu yang digunakan untuk mencapai pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an dan mengungkap metode yang menyimpang atau tersesat dalam menafsirkan al-Qur’an.

Ushul-al-tafsir adalah satu ilmu yang terdiri atas berbagai ilmu yang dikembangkan untuk mengkaji al-Qur’an, seperti ilmu tajwid, ilmu qira’at, ilmu rasm, dan lain-lain.

Ushul al-tafsir ini memiliki hubungan yang erat dengan ‘ulum al-Qur’an, sebagai ilmu yang paling urgen dan jelas perannya. Ushul al-tafsir dalam ‘ulum al-Qur’an digunakan ketika membahas masalah spesifikasi makna dari makna universal, karena itu dari sini kedudukan ushul al-tafsir sangat jelas.

Dinamakan Ushul al-tafsir karena ‘ilm al-tafsir berlandaskannya sesuai dengan kaidah-kaidah
dan syarat-syaratnya.

Menurut Musaid Ath-Thayyar,

الأُسُس العِلْمِيَّة التِيْ يَرجع إلَيْهَا المُفَسِّر حَالَ بَيَانِهِ لِمَعَانِيْ القرآن، وَ تَحرِيْره للخْتِلَافِ فِيْ التَفسِيْرِ

Yaitu;

“Dasar dasar ilmiyah yang menjadi acuan seorang ahli tafsir ketika ia menjelaskan makna kandungan Al Quran, dan ketika dia memilih (mentarjih) khilaf dalam tafsir.”

Fushul fi Ushul Tafsir dan at-Tahrir fi Ushul Tafsir

Menurut

عِلْمٌ بِهِ يُعْرَفُ اَحْوَالُ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ الَّتِيْ تُعْرَضُ لَهُ مِنْ جِهَّةِ الْإِسْنَادِ وَالنُّزُوْلِ وَغَيْرِهِ

“Ilmu yang denganya dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an al-Karim, yang (ragam ahwal tersebut) diperlihatkan melalui pengkajian Al-Qur’an dari sisi sanad, proses turunya, dan selainya”

Mabadi’ Ilm Ushul Tafsir

Perbedaan Ilmu Tafsir, Ushul Tafsir dan Ilmu Al-Quran.

Meski sedikit berbeda, ada perbedaan pengertian dari istilah Ilmu Tafsir, Ushul Tafsir dan Ilmu Al-Quran.

  • Ilmu Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan menjelaskan maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya.
  • Ushul Tafsir adalah cabang dari ilmu Al-Quran yang membahas ilmu dan kaidah yang diperlukan dan harus diketahui untuk menafsirkan Al-Quran. Ushul Tafsir adalah bagian dari Ilmu Al-Quran yang sangat penting karena erat hubungannya dengan pengambilan hukum dalam fikih dan penetapan akidah/keyakinan yang benar.
  • Ilmu Al-Quran adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan Al-Quran, baik dari aspek keberadaan Al-Quran maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia, atau ilmu yang berhubungan dengan berbagai hal terkait keperluan membahas Al-Quran, seperti ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu rasm quran, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Quran.

Faidah Ilmu Ushul Tafsir

  • Menjaga Al-Quran dari serangan musuh yang berusaha untuk mentahrif Al-Quran.
  • Mengetahui cara yang benar dalam menafsirkan Al-Quran.
  • Mengetahui kaidah yang benar untuk memahami kitabullah
  • Menelaah kesungguhan ulama salaf dalam berkhidmat pada Al-Quran

Referensi pembahasan Ushul Tafsir

Buku-buku yang judulnya Ushul Tafsir

  1. Muqaddimah fi Ushul Tafsir karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Menurut Musaid Ath-Thayyar, buku ini adalah yang terpenting dalam pembahasan ini, buku pertama yang beliau pelajari semasa awal menceburi ilmu tafsir dan dia baca berulang-ulang bahkan dia buat syarah dari kitab ini untuk menjelaskan perkara yang sebelumnya sukar untuk lebih mudah dipahami para pelajar.
  2. Al-Fauz Al-Kabir fi Ushul Tafsir karangan Ad-Dahlawi
  3. Ushulut Tafsir karangan Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin
  4. Ushulut Tafsir wa Qawa’iduhu karangan Khalid Al-‘Aak
  5. Buhuts fi Ushul Tafsir karangan Muhammad Luthfi Ash-Shabbagh
  6. Dirasat fi Ushulit Tafsir karangan Muhsin Abdul Hamid
  7. Ushulut Tafsir wa Manahijuhu

Pendahuluan yang ditulis ahli tafsir di kitab mereka

  1. Pendahuluan tafsir Ibnu Katsir
  2. Pendahuluan Tafsir An-Naktul Uyuun karangan Al-Mawardi
  3. Pendahuluan Tafsir Ibnu Jazi Al-Kalbi
  4. Pendahuluan Tafsir Jami’ Tafasir karangan Raghib Al-Asfahani
  5. Pendahuluan Tafsir Al-Qasimi
  6. Pendahuluan Tafsir At-Tahrir wat Tanwir

Buku-buku tentang Ilmu Al-Quran

  1. Al-Burhan fi Ulum Quran karangan Badruddin Az-Zarkasyi
  2. Al-Itqan fi Ulumil Quran karangan Jalaluddin As-Suyuthi

Kitab-kitab Tafsir

  1. Tafsir Imam Thabari
  2. Tafsir Ibnu Athiyyah
  3. Tafsir As-Sinqithi
  4. Tafsir Thahir bin Asyur

Tema Ushul Tafsir

Menurut Fahd Ar-Rumi

Secara umum Fahd Ar-Rumi menyebutan bahwa pembahasan Ilmu Tafsir meliputi kaidah, pokok, syarat, adab dan metode tafsir.

Menurut Musaid Ath-Thayyar

Musaid Ath Thayyar adalah ulama Saudi yang menghabiskan umurnya sejak muda untuk berkhidmah pada bidang ilmu tafsir, bukunya, at tahrir fii ushul tafsir menjadi rujukan utama di universitas Islam untuk mendalami ilmu ushul Tafsir.

Musaid Ath-Thayyar menyebutkan rincian tema-tema Ushul Tafsir yang menurutnya paling penting dalam bidang ini, yaitu:

  1. Al-Ta’rifat wal Furuq (Pendefinisian dan perbedaan): Tafsir, Ushul Tafsir, Ulum Tafsir, Ulum Al-Quran.
  2. Thuruq Al-Tafsir (cara-cara menafsirkan Al-Quran), dikenal juga dengan Mashadir al Tafsir (sumber-sumber tafsir) yang memiliki dua metode yang disepakati dan yang tidak disepakati yaitu Al-Quran, Hadis, Aqwal Sahabah dan Tabi’in, bahasa Arab, Israiliyat dan Ra’yu.
  3. Al-Ijma’ fit Tafsir (ijmak dalam tafsir)

Menurut Muhammad Abduh Pabbaja

KH. Muhammad Abduh Pabbajah dilahirkan di Allakuang Sidenreng Rappang dari pasangan keluarga Islam bernama Lapabbaja dan Latifah.

Baca juga:   Pengajar Awal Baca Tulis Al-Quran di Desa Adipuro

Beliau adalah alumni Madrasatul Arabiah Islamiah (MAI) Sengkang dan merupakan salah seorang murid terbaik dari KH.Muhammad As’ad. Di Allakuang beliau mendirikan sekolah MAI Allakuang tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiah dan Aliah, beliau juga diangkat sebagai kepala Distrik Allakuang dan menjadi kali Sidenreng pada tahun 1949 M.

Muhammad Abduh Pabbajah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Urusan Agama Kabupaten Pare-pare pada tahun 1951 M. Selain sebagai guru di pesantren juga dosen luar biasa di Universitas Muslim Indonesia dan kemudian menjadi dekan di Fakultas Tarbiah IAIN Alauddin Makassar Cabang Parepare (sekarang menjadi STAIN Parepare).

Beliau adalah salah seorang tokoh pendiri DDI “دارالدعوة والإرشاد” dan berkiprah di masyarakat dengan melakukan pencerahan agama Islam terutama melalui pengajian rutin di masjid raya Parepare. Semasa hidupnya beliau banyak menghasilkan karya tulis yang dengannya generasi sekarang dapat menggali kembali pemikirannya.

Karya tulisnya yang sangat berkesan adalah pencerahannya bagi pemuda yang diramu dari sumber dasar Islam Alqur’an dan Hadits sebagaimana tergambar dalam buku-buku yang ditinggalkannya.

Pencerahannya tentang pemuda ini dapat ditelusuri dalam majalah الرسالة الأسعدية فى قسم الشباب (Arrisalah al-as’adiah; kolom khusus pemuda), demikian juga dalam karangan bukunya yang berjudul أدب الفتاة serta bukunya yang berjudul مرآة النّاشئين (Atellongenna ana’ mulang mpekke’e), bahkan beliau juga menciptakan lagu-lagu berbahasa Bugis yang isinya mengandung nasehat dan pelajaran yang sarat akan makna kabajikan.

Adapun KH. Muhammad Abduh Pabbaja, dalam kitabnya Mabadi’ Ilm Ushul Tafsir yang ditulis pada tahun 1973 sebagai panduan mahasiswa UIN, menyebutkan tentang Mabadi’ al-Asyrah yaitu 10 dasar-dasar pokok dalam disiplin ilmu ushul tafsir.

Dalam sepuluh poin dasar tersebut tercakup pembahasan terkait:

  1. Al-Had (definisi): Defenisi ilmu tersebut serta apa saja yang membedakannya dari disiplin ilmu yang lain
  2. Al-Mudhu’ (ruang lingkup): Atau cakupan bahasan, menjelaskan tentang apa saja yang akan dicakup dalam pembahasan dalam disiplin ilmu tersebut.
  3. Istimdad (rujukan): Apa saja dan dari mana saja sumber dasar ilmu tersebut.
  4. Masa’il (masalah): Masalah apa saja yang akan dibahas ketika mempelajari ilmu tersebut.
  5. Hukm asy-Syari’ fihi (hukum mempelajarinya):Apa hukum ilmu tersebut dan hukum mempelajari disiplin ilmu menurut pandangan syariat
  6. Nisbah (posisi):Kedudukan disiplin ilmu tersebut apabila disandarkan atau dihubungkan dengan ilmu yang lain
  7. Wadhi’ (pencetus):Menjelaskan siapa orang yang mempelopori adanya disiplin ilmu tersebut.
  8. Syaraf (keutamaan):Keutamaan mempelajari disiplin ilmu tersebut.
  9. Tsamrah (kegunaan): Manfaat apa yang akan diperoleh oleh penuntut ilmu dari disiplin ilmu tersebut, dan
  10. Ism (nama ilmu tersebut):Apa saja nama disiplin ilmu tersebut, karena terkarang suatu disiplin ilmu memiliki beberapa nama sebutan.

Teks bahasa Arabnya saya tulis ulang di bawah ini yang diambil dari kitab Adab al-Asyrah:

مَبَادِئُ عِلْمِ أَصُوْلِ التَّفْسِيْرِ

حَدُّهُ: هُوَ عِلْمٌ بِهِ يُعرَفُ أَحْوَالُ القرآنِ الْكَرِيْمِ الَّتِيْ تُعَرَضُ لَهُ مِنْ جِهَةِ الإِسْنَادِ وَالنُّزُوْلِ وَغَيْرِهِ

مَوْضُوْعُهُ: القُرآنُ الْكَرِيْمُ مِنْ حَيْثُ مَا يُعْرَضُ لَهُ حَالُ التَّفْسِيْرِ مِنَ الأُمُوْرِ المُتَعَلِّقَةِ بِإِسْنَادِهِ وَنُزُوْلِهِ وَأَلْفَاظِهِ

إِسْتِمْدَادُهُ: مِنَ الْعُلُوْمِ الشَّرْعِيَّةِ، كَعِلْمِ الأَصُوْلِ وَعِلْمِ الْقِرَاءَاتِ، وَالأَدَبِ وَغَيْرِهَا

مَسَائِلُهُ: قَضَايَاهُ الْمُتَعَلِّقَةُ بِإِسْنَادِهِ وَنُزُوْلِهِ وَأَلْفَاظِهِ

حُكْمُ الشَّارِعِ فِيْهِ: الوُجُوْبُ الْكِفَائيُّ عَلَى الْعُمُوْمِ وَالْوُجُوْب الْعَيْنِيْ عَلَى الخُصُوْصِ

نِسْبَتُهُ: التَّبَايُنُ

وَاضِعُهُ: شيخ الإِسلام أبو الفضل جَلَال الدِّين عَبد الرحمن الْبُلقني، المتوفى سنة 824 هجرية

شرفه: مِنْ أَشْرَفِ الْعُلُوْمِ، إِذْ بِهِ يُعْرَفُ أَحْوال كِتَاب الله الذي أنزلهُ رَحمةً و هُدًى للناس

ثَمرته: الإحتراز من الخطأ في فهم كتاب الله الذي لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه

إسمه: علم أصول التفسير

kitab-kitab ilmu tafsir oleh Musaid Ath-Thayyar dan Fahd Abdurrahman ar-Rumi
kitab-kitab ilmu tafsir oleh Musaid Ath-Thayyar dan Fahd Abdurrahman ar-Rumi

Al Mabadi’ Al ‘Asyrah dalam Ilmu Ushul Tafsir karya AGH Muhammad Abduh Pabbajah
Al Mabadi’ Al ‘Asyrah dalam Ilmu Ushul Tafsir karya AGH Muhammad Abduh Pabbajah

Pertumbuhan Ilmu Tafsir dan Periode Perkembangannya

Periode Pertama: Tafsir pada Masa Rasulullah saw

Pada masa hidup Rasulullah saw, Tafsir al-Quran belum terlalu dibutuhkan, sebab jika ada satu ayat yang musykil (sulit difahami), para sahabat akan langsung menanyakannya kepada Rasululah saw, sehingga mayoritas tafsir Nabi adalah menjelaskan ayat yang masih musykil atau mentakhsis yang ‘aam.

Setelah Rasulullah saw wafat dan kekuasaan Islam semakin melebar dan meluas, gesekan antar budaya pun terjadi yang menimbulkan masalah-masalah baru yang mesti dituntaskan, dan untuk menuntaskan masalah-masalah yang muncul itu beberapa sahabat dan tabi’in memberanikan diri untuk menafsirkan ayat yang masih bersifat global dan masih garis besar itu, dengan merujuk pada kaidah-kaidah dalam berijtihad.

Pada perkembangan selanjutnya, Tafsir semakin kompleks, karena ia mulai ditafsirkan sesuai kebutuhan entah kebutuhan untuk menguatkan mazhabnya sendiri atau yang lainnya serta munculnya bermacam-macam aliran-aliran yang berbeda ketika menafsirkan ayat al-Quran.

Para ulama berselisih pendapat tentang kadar tafsir dari Nabi saw, perselisihan ini terbagi menjadi dua pendapat:

Pertama, Rasulullah saw telah menjelaskan pada sahabatnya semua makna al-Quran, sebagaimana ia menjelaskan lafadz al-Quran pada mereka.

Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Taimiyah,…,… mereka mengambil dalil dari firman Allah swt: 

“Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44). 

Dan riwayat Ibnu Umar bahwa ia menghafalkan surat al-Baqarah selama beberapa tahun, Imam Malik mengatakan 8 tahun.

Kedua, Rasulullah saw tidak menjelaskan kepada sahabatnya  kecuali sedikit saja.

Mereka mendasarkan pendapat mereka pada riwayat Aisyah yang menyebutkan bahwa Nabi saw tidak menafsirkan kecuali sedikit saja serta doa Nabi kepada Ibnu Abbas agar ia diberi kemudahan oleh Allah untuk mempelajari Tafsir.

Pendapat yang benar adalah sebagaimana yang telah nyatakan oleh Ibnu Abbas ra bahwa dalam al-Quran, terdapat ayat yang bisa difahami dengan mengetahui bahasa arab, ada bisa dengan cepat difahami, sekalipun oleh orang yang bodoh, ada ayat yang hanya diketahui Allah saja dan ada juga ayat yang tidak ada faidah yang banyak jika mengetahuinya selain mengetahui maknanya. (Fahd bin Abdurrahman ar-Ruumi, Buhuts fi Ushul at-Tafsir, (Riyadh: Maktabah at-Taubah, 1413 H), cet ke-1, hal. 17)

Bahasan lebih mendalam dari kedua pendapat di atas, dapat dibaca di artikel tentang Tafsir Nabawi.

Periode Kedua: Tafsir pada Masa Sahabat ra

Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, karena itu pada umunya orang-orang Arab dapat dengan mudah memahami al-Quran, dan para sahabat adalah orang Arab asli dan fasih, mereka mengetahui makna dan konsekuensi bahasa Arab, meski demikian para sahabat mempunyai tingkatan yang berbeda-beda dalam memahami al-Quran, hal ini disebabkan karena perbedaan mereka dalam masalah Ilmu Bahasa.

Di antara mereka ada yang mengetahui sastra Arab dan gaya Bahasa Arab dan di antara mereka ada yang tidak, perbedaan mereka dalam mendampingi Nabi saw, sehingga di antara mereka ada yang mengetahui sebab turunnya ayat, dan ada pula ayng jarang mendampingi beliau sehingga tidak mengetahui sebab turunnya ayat, serta perbedaan mereka dalam memahami ilmu syar’I dan perbedaan intelejensia.

Dan tidak jarang juga mereka berbeda pendapat erhadap tafsir suatu ayat, atau bahkan keliru dalam pemahaman mereka tentang maksud fiman Allah yang mreka dengar atau mereka baca.

Baca juga:   Instructional Methodology of Sabak, Sabki and Manzil

Dari sini kemudian para ulama menggaris bawahi bahwa kepastian arti kosa kata atau ayat tidak mungkin atau hampir tidak mungkin dicapai kalau pandangan hanya tertuju kepada kosa kata atau ayat secara berdiri sendiri. (Fahd bin Abdurrahman ar-Ruumi, Madrasah al-‘Aqliyah al-Haditsah fi at-Tafsir, (Riyadh, Muasasah ar-Risalah, 1414 H), cet ke-4, juz 1, hal. 16)

Tafsir Pada Masa Sahabat Memiliki Beberapa Kelebihan

  1. Sedikit mengambil berita Israiliyat.
  2. Tafsiran mereka belum menyeluruh pada semua ayat al-Quran.
  3. Mereka tidak terlalu membebani dalam menafsirkan ayat sehingga sampai terjerumus pada lubang dosa, mereka mencukupkan diri untuk mengetahui makna global dan tidak mencari makna rinci jika tidak ada manfaat dari rincian tersebut.
  4. Sedikit kodifikasi Tafsir, kebanyakan mereka menjaga tafsir melalui riwayat saja, kalaupun ada itu hanya segelintir saja, seperti Abdullah bin Amru bin Ash ra.

Sumber-Sumber Tafsir Pada Masa Sahabat

  1. Tafsir al-Quran dengan al-Quran.
  2. Tafsir al-Quran dengan perkataan, perbuatan, taqrir dan jawaban Nabi saw terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh para sahabat kepada Nabi saw untuk meminta penjelasan, seperti pertanyaan dari Ali kepada Rasulullah saw tentang yaumul hajjil akbar, lalu Nabi menjawab: “hari berkorban.” (HR. Tirmidzi)
  3. Ijtihad. Para sahabat berani melakukan ijtihad karena mereka memiliki formula untuk bisa berijtihad, seperti bahasa Arab dan seluk beluknya, mengetahui kebiasaan orang Arab, mengetahui keadaan Yahudi dan Nasrani di daerah Arab ketika al-Quran turun, mereka mengetahui sebab turunnya ayat serta kecerdasan yang diberikan Allah pada mereka.

Ahli Tafsir Pada Masa Sahabat

Pada zaman sahabat terkenal beberapa orang penafsir al-Quran seperti:

  • Abu Bakar
  • Umar bin Khatab
  • Utsman bin Affan
  • Ali bin Abi Thalib
  • Abdullah Ibnu Abbas
  • Abdullah Ibnu Masud
  • Abdullah bin Zubair
  • Ubay bin Ka’ab
  • Zaid bin Tsabit
  • Abu Musa al-As’ari dan
  • Aisyah.

Hukum Tafsir Sahabat

  1. Jika bukan berdasar pada pendapat seperti hal yang ghaib atau tentang sebab turunnya ayat, dihukumi marfu’ (sampai pada Nabi saw)
  2. Jika berasal dari pendapat mereka, hukumnya mauquf dan mauqufnya sahabat wajib diambil.

Imam Syafii termasuk ulama yang menjadikan perkataan sahabat sebagai hujjah, dan jika para sahabat terjadi silang pendapat, maka ia merujuk pada tafsir Khulafa’ar-Rasyidin

Berikut penjelasannya.

  1. Jika perkataan mereka sesuai dengan al-Quran dan sunnah, maka perkataan mereka diterima.
  2. Jika perkataan mereka tidak berdasar pada al-Quran dan sunnah,maka diambil perkataan yang banyak.
  3. Jika perkataan mereka sama,maka dilihat mana yang paling baik takhrijnya. (Dr. Ahmad Mustafa Farran, Tafsir Imam Al-Syafi’I, (Riyadh, Dar Ibnu Hazm, 2006), Jilis 1 Hal. 81)

Periode Ketiga: Tafsir pada Masa Tabi’in ra

Tafsir pada masa ini tidak berbeda jauh dengan tafsir periode sebelumnya pada masa Sahabat, Tabi’in adalah murid dari para Sahabat dan mereka banyak merajihkan tafsiran dari para pendahulu mereka itu.

Sumber-Sumber Tafsir Pada Masa Tabi’in

  1. Tafsir al-Quran dengan al-Quran.
  2. Tafsir al-Quran dengan perkataan, perbuatan, taqrir dan jawaban Nabi saw
  3. Tafsir al-Quran dengan perkataan Sahabat, karena para Tabi’in banyak merujuk tafsiran mereka pada Sahabat.
  4. Ijtihad.
  5. Perkataan Ahlu Kitabdengan masuknya Ahlu Kitab ke Islam serta ada beberapa kisah dalam al-Quran yang tidak disebutkan dengan rinci dan kemungkinan diperinci pada kitab sebelumnya, membuat Tabi’in bertanya kepada mereka, berita dari Ahlu Kitab seperti ini dikenal dengan istilah Israiliyat.

Tafsir Pada Masa Tabi’in Memiliki Beberapa Kelebihan

  1. Mulai masuk Israiliyat
  2. Semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam dan masuknya orang ‘Ajm (non-Arab) sehingga membutuhkan tafsir yang sesuai dengan kebutuhan manusia
  3. Tafsir masih terjaga melalui riwayat, sekalipun riwayatnya hanya tercakup pada suatu daerah, seperti orang Makkah, mengambil riwayat dari Ibnu Abbas, orang Madinah, mengambil riwayat dari Ubay dan orang Iraq, mengambil riwayat dari Ibnu Mas’ud
  4. Munculnya perselisihna tafsir yang lebih besar daripada masa Sahabat serta ijtihad yang masuk dalam Tafsir
  5. Muncul perselisihan mazhab
  6. Tafsir ketika masa itu terdapat sanad sampai kepada orang yang mengatakannya, sehingga bisa dikenal dan dinilai.

Ahli Tafsir Pada Masa Tabi’in

Para Tabi’in yang banyak meriwayatkan dari Ibnu Abbas ialah Mujahid bin Jabir, Sa’id bin Jubair, Thawus bin Kaisan, Atha’ bin Rabah dan Ikrimah maula Ibnu Abbas. Kesemuanya adalah murid dari Ibnu Abbasada beberapa penilaian dari ulama terhadap murid-murid Ibnu Abbas di atas, kami sebutkan sebagian.

Mujahid adalah orang menjadi banyak rujukan Ahli Hadits, seperti Bukhari, Syafi’I dan yang lainnya, kemudian Ikrimah adalah bekas budak Ibnu Abbas, ia juga banyak diambil haditsnya oleh lama, termasuk Bukhari.

Para Tabi’in yang banyak meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ialah Masruq bin Ajda’, Alqamah bin Qais an-Nakha’I, al-Aswad bin Yazid, Qatadah bin Da’amah, Hasan al-Bashri dan ‘Amir as-Sya’bi. Masruq dikenal dengan kezuhudannya, Qatadah dikenal dengan ilmunya dalam syair-syair Arab dan peperangan-peperangan Arab.

Para Tabi’in yang banyak meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab ialah Abu ‘Aliyah ar-Riyahi, Zaid bin Aslam, Muhammad bin Ka’ab al-Qardhi dan anaknya, Thufail bin Ubay bin Ka’ab.

Hukum Tafsir Tabi’in

  1. Tidak wajib mengambilnya, dengan alasan mereka belum pernah bertemu dengan Nabi saw dan mereka tidak mengetahui kejadian ketika suatu ayat diturunkan. Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Uqail dan Syu’bah.
  2. Pendapat mereka diambil, karena Tabi’in telah bertalaqi dan bermajlis kepada para Sahabat.
  3. Pendapat Ibnu Taimiyah, dan pendapat beliau yang rajih, jika mereka telah bersepakat pada tafsir suatu ayat, maka wajib diambil, namun jika mereka berselisih pendapat, maka tidak wajib diambil dan harus melihat pada al-Quran, Hadits dan Tafsir Sahabat.

Periode Keempat: Tafsir pada Pembukuan

Perkembangan Tafsir pada masa kodifikasi ini dapat dibagi ke dalam dua fase.

Masa kodifikasi Tafsir

Maksud dari kodifikasi di sini adalah kodifikasi Hadits Nabi saw dalam bentuk bab-bab dan masuknya Tafsir dalam bab-bab tersebut, fase ini bermula ketika masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, Tafsir masih tercampur dan masuk  pada bab-bab dalam kitab hadits dan belum menjadi kitab yang mandiri.

Di antara ulama yang mengumpulkan Tafsir dengan metode di atas adalah Yazid bin Harun (117 H), Syu’bah bin Hajaj (160 H), Waki’ bin Jarrah (197 H) dan Abdurrazaq bin Hammam (211 H).

Masa Pembukuan Tafsir

Tafsir sudah terkumpul secara mandiri dalam satu kitab, Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa orang yang pertama mengumpulkan Tafsir dalam satu kitab adalah Abdul Malik bin Juraij (140 H).

Dalam buku Madrasah Aqliyah, Syaikh Fahd ar-Ruumi menyebutkan bahwa tidak menjadi hal yang pasti bahwa Ibnu Juraij adalah yang pertama kali menulis Tafsir  karena telah banyak yang mendahuluinya, seperti Mujahid dan Sa’id bin Jubair.

Menurut Ibnu Nadim,(995 H), tafsir yang sudah ditulis oleh pengarangnya sendiri dan termasuk yang  paling awal adalah karya Sa’id ibn Jubair, seorang Kibar at-Tabi’in. Karya ini ditulis atas permintaan ‘Abd al-Malik ibn Marwan. Tapi, karya ini belum sampai ke zaman kita sekarang.

Baca juga:   Kisah Lengkap Penangkapan Ust Farid Okbah oleh Densus 88

Karya tafsir termasuk yang paling tua yang sampai ke tangan generasi sekarang dan ditulis oleh pengarangnya sendiri adalah potongan dari al-Wujuh wa al-Naza’ir, karya Muqatil ibn Sulayman al-Balkhi (150 H), seorang Tabiut Tabi’in. Di dalam karya tafsirnya, Muqatil menyebutkan beberapa orang mufassir dari kalangan tabi’in seperti Sa’id ibnu Jubair, Mujahid ibn Jabr dan Dhahak ibn Muzahim ( 105 H).

Selain karya tersebut, Muqatil juga menulis beberapa karya tafsir yang lain seperti tafsir Khamsumi’ah ayat min al-Qur’an, al-Tafsir fi Mutashabih al-Qur’an dan al-Tafsir al-Kabir. Pada zamannya, tafsir Muqatil termasuk karya yang dijadikan panduan bagi para ulama lain. Sufyan ibn ‘Uyaynah mempelajari karya Muqatil. Shafi’i  juga punya riwayat tafsir yang sampai kepada Muqatil. Ia menganggap Muqatil sebagai pemimpin di dalam kajian literatur tafsir. Beberapa salinan tafsir Muqatil terus beredar di abad ketiga dan dipelajari oleh para ulama seperti Imam Ahmad ibn Hanbal.

Selain itu, pada abad kedua Hijriyah, sudah terdapat banyak mufassir lain yang sezaman dengan Muqatil. Diantaranya adalah ‘Abd al-Rahma al-Suddi (127 H), Muhammad bin al-Sa’ib al-Kalbi (146 H), Shu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan al-Tsauri (161 H) dan Ibnu Ishaq, pengarang buku Sirah yang terkenal.

Selain karya Muqatil, berbagai karya tafsir awal  yang dinisbatkan kepada para pengarangnya juga sudah beredar. Diantaranya karya tafsir yang dinisbatkan kepada ‘Abdullah ibn Wahb (197 H); al-Farra ( 207 H) dengan karyanya Ma’ani al-Qur’an; ‘Abdurrazzaq al-San’ani dengan karya Tafsir al-Qur’an ( 211 H) dengan karyanya Ma’ani al-Qur’an.

Pada masa selanjutnya banyak orang yang menggampangkan sanad, sehingga mereka meringkasnya dan tidak menyandarkan perkataan tersebut pada si empunya sebagai akibat dari hal ini adalah munculnya bermacam-macam bentuk  dalam menafsirkan al-Quran, yang secara garis besarnya bisa dibagi menjadi tiga; Tafsir bil Ma’tsur, Tafsir birra’yi dan Tafsir Isyari atau disebut juga Tafsir Sufi.

Metode belajar Ilmu Tafsir menurut Dr. Musaid Ath-Thayyar

Berikut ini ringkasan dari ceramah yang disampaikan oleh Dr. Musaid bin Sulaiman ath-Thayyar di Pusat Studi al-Quran yang terletak di daerah Thaif pada tanggal 17 Syawal tahun 1430 H.

Menurut Dr. Musa’id ath-Thayyar seseorang yang ingin belajar Ilmu Tafsir membutuhkan buku yang berisi matan-matan ringkas yang bisa membantunya secara bertahap memahami ilmu ini. Oleh karena itu dalam mempelajari ilmu Tafsir bisa dibagi menjadi tiga tingkatan atau marhalah.

  1. Marhalah al-Mubtadi’in (tingkat pemula).
  2. Marhalah al-Salikin (tingkat proses)
  3. Marhalah al-Tawassu’ (tingkat pengembangan)

Tingkat Pertama

Marhalah ini sangat penting bagi seseorang yang ingin mempelajari Ilmu Tafsir karena marhalah ini berfungsi sebagai pondasi pertama, dan pada marhalah ini seorang penuntut ilmu akan memahami makna ayat secara umum, menemukan faidah dan ilmu-ilmu dari kitab tafsir yang telah ditentukan dan tidak disibukkan dengan keterangan-keterangan njlimet pada sebagian ayat.

Maka kitab yang ringkas yang baik digunakan bagi pemula adalah kitab al-Tafsir al-Muyassar, kitab ini menafsirkan ayat-ayat secara global hanya saja ia masih kurang dalam menyebutkan makna lughawi dari ayat sehingga seorang pemula memerlukan kitab yang ringkas tentang Gharibul Quran seperti Tuhfatul Arib oleh Abu Hayan, Tafsir Gharibul Quran oleh Makki al-Qaisi dan Aisir al-Tafasir oleh Abu Bakar al-Jazairi.

Marhalah ini tidak memiliki batasan waktu yang tepat karena tergantung sepenuhnya kepada kemampuan dan kefahaman orang tersebut, siapa saja yang rajin dan sungguh-sungguh akan mendapatkan ilmu lebih cepat dari pada yang lain.

Seorang penunut ilmu bisa menargetkan satu juz atau setengah juz selama satu minggu dan terus konsisten dengan target ini karena yang sedikit tapi terus menerus itu lebih baik dari pada yang banyak tapi cepat berhenti.

Tingkat kedua

Pada marhalah ini seorang penuntut ilmu sudah masuk ke dalam spesialisasi ilmu tafsir, maka pada marhalah ini seorang penuntut ilmu telah selesai dari memahami makna ayat secara umum dan mengetahui makan ayat secara bahasa sebagaimana telah kami sebutkan di atas.

Dan pada marhalah ini seorang penuntut ilmu harus mengetahui:

  1. Ushul al-Tafsir
  2. Aqwal al-Mufassirin

Jika pada marhalah pertama seorang penuntut ilmu hanya mempelajari tafsir dari satu makna, maka pada marhalah kedua ini ia akan mempelajari banyak perkataan ulama tafsir dengan berpatokan pada satu perkataan yang telah ia pilih ketika belajar di marhalah pertama.

Yang terpenting, seorang penuntut ilmu pada marhalah ini mempelajari ilmu-ilmu yang berkenaan tentang Ushul al-Tafsir seperti Thuruq Tafsir, Asbabul Ikhtilaf fit Tafsir, Anwa’ al-Ikhtilaf wa Qawaid al-Tafsir, Qawa’id at-Tarjih dan Musthalahat al-Mufassirin. Selain itu ia juga harus membaca kitab-kitab tentang makna al-Quran, qiraat, nasikh wa mansukh dan asbabun nuzul.

Oleh karena itu seorang penuntut ilmu bisa membaca kitab-kitab tafsir seperti berikut: Zaadul Masiir oleh Ibnul Jauzi, Tafsir al-Mawardi, ad-Dur al-Mantsur oleh as-Suyuthi, Tafsir Ibnu Katsir dan kitab lain yang banyak menyebutkan banyak perkataan seperti: al-Muharrar al-Wajiz oleh Ibnu Athiyyah, Tafsir Ibnu Jarir oleh Imam Thabari dan Tafsir Thahihr Ibnu Asyhhur.

Target kompetensi dari marhalah ini adalah:

  1. Mengetahui perkataan-perkataan ulama pada suatu ayat.
  2. Mengetahui perkataan salaf secara khusus seperti perkataan Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
  3. Mengetahui perkataan yang paling benar yang muncul setelah masa salaf.
  4. Mengetahui metode mufasir yang berbeda-beda.

Tingkat Ketiga

Marhalah ini disebut juga marhalah studi kritis dimana ia akan membaca dan mendapatkan ilmu dari kitab-kitab yang dekat atau bahkan jauh dari spesialisasinya tentang tafsir al-Quran.

Maka hendaknya seorang penuntut ilmu pada marhalah ini:

  1. Mengetahui metode salaf dan ulama setelahnya melalui studi kritis
  2. Mempraktekkan ilmu ushul tafsir yang telah ia pelajari pada kitab tafsir yang ia baca.
  3. Merujuk kembali kepada sumber-sumber yang terdapat dalam kitab tafsir.
  4. Seorang mufasir hendaknya mengetahui ilmu bahasa, fiqih dan qiraat.
  5. Bersungguh-sungguh untuk mendapatkan ilmu dari apa-apa yang telah ia pelajari. [ ]

Referensi:

Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Buhuts fi Ushul Al-Tafsir wa Manahijuhu, Maktabah Al-Taubah, 1419 H, Cet. Ke-4. (link ebook)

Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Prinsip Dasar dan Metodologi Penafsiran Al-Quran, Kalimantan: Antasari Press, 2019.

Subair Muhammad, K.H. Muhammad Abduh Pabbajah; Sang Pencerah di Kalangan Anak Muda, DOI: 10.13140/RG.2.2.34051.35366

20 Tahun Bersama Usul al Tafsir: Terjemahan Wawancara Bersama Prof. Dr. Musa’id al Tayyar, Terjemah oleh Anas Bad Latif. Link artikel: https://www.academia.edu/50957351/20_Tahun_Bersama_Usul_al_Tafsir_Terjemahan_Wawancara_Bersama_Prof_Dr_Musaid_al_Tayyar (diakses pada 05 September 2023). Link versi Arabnya: https://ar.islamway.net/article/56030

Jumal Ahmad, Mengenal Sejarah Tafsir Islam, ahmadbinhanbal.com, Juli, 10 2010.( https://ahmadbinhanbal.com/sejarah-tafsir-islam/, diakses pada 05 September 2023)

Jumal Ahmad, Metode belajar Ilmu Tafsir, ahmadbinhanbal.com, November, 07 2010.(https://ahmadbinhanbal.com/metode-belajar-ilmu-tafsir/, diakses pada 05 September 2023)

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

22 Comments

  1. Assalamualaikum tuan. Saya nak tanya. Kitab buhuts fi ushul al tafsir krngn Fahd Ar Rumi ada terjemahan tak?

  2. Afwan. Filenya baru bisa saya kirim sekarang karena tadi seharian saya di luar rumah.

    Saya kirim 3 file.
    1. PDF kitab Fushul fii Ushul Tafsir oleh Dr. Musaid Sulaiman Ath-Thayyar
    2. PDF kitab Buhuts fii Ushul Tafsir was Manaahijuhu oleh Prof. Dr. Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi.
    3. Terjemahan singkat dari kedua buku di atas.

    Semoga bermanfaat dan terima kasih atas kunjungannya.

  3. Klo terjemahan kitab fushul fi tafsir krya syaikh musa’id yang lengkap ga ada y ust?krna yg dikirim kitab arab nya

  4. Sepengetahuan saya belum ada. Saya hanya bisa membantu sampai disini, itu terjemahan saya yang belum lengkap. Jika kemampuan bahasa Arab anda bagus, sila terjemahkan sendiri dan jangan malu bertanya pada guru atau yang lebih ahli.

  5. Afwan ustad apa terjemahannya sudah ktmu?afwan sebelumnya merepotkan antum krna memang sedang sangat btuh terjemahan kitab ini,jazzakumullahu khoiron

  6. Mungkin bisa dicari di beberapa toko buku bahasa Arab, kalau tidak bisa anda cari e-booknya di google dengan menuliskan ini.

    فصول في أصول التفسير للشيخ مساعد الطيار pdf

    Ada beberapa link yang menyediakan file kitab dalam bentuk pdf. Sila dicoba.

    Sekian dan terima kasih sudah berkomentar di blog sederhana saya.

  7. Mohon maaf, saya belum mendapatkan terjemah buku ini. Buku sejenis bertemakan ilmu Tafsir yang sudah saya temukan terjemahnya adalah buku Dasar-Dasar Ilmu Tafsir Al-Qur’an yang merupakan terjemah dari Kitab Ushul fit Tafsir Karya Fadilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. Sekian.

  8. Afwan ustadz, ana mau tanya. Yang jual buku nya dimana yaa? Syukron, jazakallah khoirol jaza’

  9. Afwan ust bisa dikirim file terjemahan kitab Ushul tafsir karangan Fadh Abdurrahman bin Sulaiman arrumi?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *