Israiliyyat dalam Kisah Yusuf – Zulaikha

Pendahuluan

Ketika membaca kisah Yusuf-Zulaikha, apa yang ada dalam benak anda? Apakah mereka berdua sama-sama berhasrat untuk bercinta? Kisah yang sering kita dengar memang menyebut kedua-duanya sama-sama saling mencintai. Bahkan dalam beberapa penafsiran yang telah dibumbui israiliyat menyebutkan bahwa Yusuf pun sebenarnya ingin berzina dengan Zulaikha! Sebuah tuduhan keji kepada salah seorang Nabi Allah swt.

Kalau selama ini Anda beranggapan bahwa Yusuf dan Zulaikha saling mencintai bahkan sampai berhasrat untuk berzina dengan dalih ayat “walaqad hammat bihi wa hamma biha”, maka tulisan ini layak anda baca karena akan merevisi pemikiran keliru itu.

Kisah dari KH. Ali Mustafa Ya’qub

Sudah menjadi kebiasaan para da’i di Indonesia dan Malaysia ketika mereka diminta untuk mendoakan kedua mempelai, dengan tanpa ragu mereka menyertakan nama Yusuf dan Zulaikha. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub pernah menulis satu cerita dari seorang alumnus program doctoral Universitas al-Azhar Cairo yang menuturkan,

“Tatkala upacara pernikahan seorang mahasiswa dari Indonesia dilaksanakan, saat itu hadir pula oleh Rektor Universitas al-Azhar, Prof. Dr. Omar Hasyim, dan diakhir acara tersebut tiba saatnya untuk berdoa. Doa dipimpin oleh seorang mahasiswa senior yang sekarang mengabdi di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai dosen tetap. Dengan penuh kekhusyu’an, mahasiswa itu berdoa (dalam bahasa Arab). Setelah bunyi do’a tersebut sampai pada kalimah,

“Alahumma allif baynahumaa kamaa allafta bayna yuusufa wa zulaikha”.

“Ya Allah, semoga Engkau merukunkan kedua mempelai ini sebagaimana Engkau telah merukunkan Nabi Yusuf dan Zulaikha.”

Tiba-tiba Prof. Dr. Omar Hasyim menyuruhnya berhenti. “Cukup, jangan teruskan, lewatlah kalimat tersebut.” Demikian komentarnya. Dari cuplikan cerita tersebut, kita mengetahui seolah-olah penamaan Zulaikha yang bersanding pada Nabi Yusuf As itu tidak direstui oleh Rektor Universitas al-Azhar Cairo, Prof. Dr. Omar Hasyim.” Kata alumnus tadi menutup penuturannya.

Benarkah Yusuf dan Zulaikha menjadi Suami Istri

Kita harus waspada tentang hal ini, apakah benar nama istri perdana mentri Mesir itu adalah Zulaikha? Apakah benar Yusuf dan Zulaikha itu kemudian menjadi suami istri, sehingga mereka hidup rukun dan bahagia? Jika tidak maka kita telah menuduh nabi Yusuf as hidup bahagia dengan Zulaikha, seorang perempuan yang bukan istrinya.

Sejak kali pertama, saudara-saudara kandung Yusuf as telah menaruh iri dan dengki kepada dirinya karena di mata Ya’qub, Yusuf lebih diistimewakan daripada mereka. Mereka berusaha mencelakakan Yusuf as, dengan menceburkannya ke dalam sumur tua, di tengah padang pasir yang jauh dari perkampungan penduduk.

Kemudian Allah swt mengeluarkan Yusuf as, dari dasar sumur itu melalui tangan para kafilah yang sedang menimba air pada sumur itu. Yusuf as lalu dibawa kafilah tersebut, dan dijual dengan harga yang sangat murah. Atas kuasa dari taqdir Allah swt, Yusuf as dibeli perdana menteri Mesir, orang kedua yang paling berpengaruh  di negeri itu setelah raja.

Nabi Yusuf diasuh dengan penuh kasih sayang oleh wanita tersebut, hingga tumbuh dewasa, dalam keluarga kerajaan itu. Ia begitu disayang oleh perdana mentri, hingga ia mendapat tempat tersendiri di mata keluarga kerajaan. Ia pun menjadi orang yang disegani di kalangan keluarga kerajaan, setelah perdana mentri Mesir dan istrinya.

Allah swt memberi karunia kepada Yusuf as berupa ketampanan, kegagahan sampai ada yang mengatakan, “Ketampanan Yusuf as, merupakan ikon ketampanan pria sepanjang masa”. Tetapi ketampanan dan kegagahan itulah yang menjadi embrio ujian dan cobaan dirinya. Dalam nikmat ketampanan dan kegagahan yang dimiliki Yusuf as itulah, prahara hidupnya bermula.

Sejalan dengan pertumbuhan Yusuf as menjadi pemuda dewasa, ketampanan dan kegagahannya membuat hati Zulaikha istri perdana mentri Mesir itu terkagum-kagum. Tumbuhlah benih-benih cinta dalam dirinya, yang kian subur karena seringnya mereka bertemu. Karena luapan cinta yang membara itu tak tertahankan, mulailah Zulaikha mengatur strategi agar bias meluapkan cintanya kepada Yusuf as. Dengan modal kecantikan dan kedudukan yang dimiliki, Zulaikha mencoba menarik perhatian dan cinta Yusuf as. Tetapi Yusuf as tetap bergeming.

Hari-hari yang berlalu menghadirkan pesona kecantikan Zulaikha di hadapan Yusuf suatu pesona yang mengandung fitnah. Zulaikha memang memiliki segalanya; kecantikan, nasab yang mulia dan kedudukan terhormat di masyarakat. Tetapi kecantikan iman di dada Yusuf as membuatnya bergeming dari semua itu. Justru sikap dingin yang ditunjukkan Yusuf semakin menggelorakan cinta Zulaikha.

Begitulah hari-hari berlalu di antara mereka, yang membuat Zulaikha semakin tenggelam dalam derasnya pusaran asmara. Hingga hilanglah kesabarannya. Ia nekat menanggalkan norma-norma susila, demi memburu cintanya. Dipanggillah Yusuf as dengan panggilan menggoda yang menyiratkan makna khusus dalam bercinta.

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung”. (QS Yusuf: 23)

Keengganan Yusuf as itu sungguh merupakan hunjaman yang tak terperikan bagi Zulaikha dan sangat melukai hasrat kewanitaannya. Bagaimana tidak, ia adalah istri seorang perdana mentri Mesir, istri orang kedua yang paling berkuasa di negeri itu setelah raja. Zulaikha, yang sedang terpuruk dari kedudukannya yang mulia ke dalam kubangan syahwat dan godaan syetan, yang sedang menghambakan dirinya pada nafsu. Ia menggoda Yusuf as dengan ajakan dan rayuan yang menggetarkan hati.

Tetapi Yusuf as begitu tegar. Meski dalam usia muda yang penuh dengan hasrat dan kecondongan terhadap nafsu; meski kesempatan untuk menikmati keindahan tubuh, kecantikan wajah dari seorang wanita yang memiliki kedudukan tinggi yang melambungkan angan, telah terbuka lebar, Yusuf as dengan tegas menolak ajakan Zulakha.

Ia berpaling menghindari kemaksiatan dengan berlindung kepada Rabbnya,

“Aku berlindung kepada Allah”

Yusuf as sadar betul bahwa tuannya (perdana mentri Mesir, suami Zulaikha), telah menanamkan budi kebaikan kepada dirinya yang tiada tara; mengasuhnya sedari kecil, memberikan sandang pangan; memberikan kepercayaan penuh dengan dirinya. Adakah segenap kebaikan yang mereka torehkan itu harus dibalas dengan tindak kebejatan moral?

Baca juga:   Mengenal Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Metode mereka dalam Menafsirkan al-Quran

Itulah kesadaran yang membuat Yusuf as tahu diri. Kesadaran yang andai saja tidak miliki landasan religious hingga membuatnya konsisten dalam kebaikan dan terpelihara dari kejahatan sudah cukup mampu mencegahnya melakukan perbuatan yang menodai kehormatan tuannya.

Meski demikian, penolakan Yusuf as tersebut, bagi Zulaikha, adalah sebuah penodaan atas nilai-nilai kewanitaannya, dan merupakan hunjaman yang tak terperikan pada dadanya. Perasaan tersebut memicu geliat nafsu keangkuhan, kesombongan serta arogansinya. Maka, tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali berusaha mencumbu dan merangkul Yusuf as, dengan segala rayuan mautnya. Namun Yusuf as, juga tidak kalah gesit untuk berusaha mengelaknya.

Yusuf as berusaha melepaskan diri dari cengkraman Zulaikha dengan bergegas lari menuju pintu. Namun rangkulan yang kuat terlebih nafsu yang tak tertahankan membuat Zulaikha menjadi liar. Yang ada dibenak Yusuf as kala itu adalah berlari dan berlari menghindari sergapan Zulaikha.

Tetapi Zulaikha tak kalah gesit. Dengan kuat ia mencengkeram baju Yusuf as, dan berusaha mencegahnya lari, agar ia tetap bisa melampiaskan bara nafsu dalam hatinya. Cengkraman itu bergitu kuat, sehingga membuat baju Yusuf as robek.

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.

dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. wanita itu berkata: “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?”(QS Yusuf: 23-25)

Pijakan dalam menelaah Sejarah para Nabi

Karenanya, perlu pijakan langkah yang tepat dalam menelaah sejarah para nabi tersebut, agar uraian kisah yang ada bisa kita jaga objektifitasnya. Lalu, apakah pijakan langkah yang mesti ditempuh?

Meyakini keperpeliharaan para nabi“, bahwa para nabi dan rasul Allah swt itu adalah manusia-manusia yang terpelihara dari dosa; baik dosa besar maupun dosa yang kecil, sebelum diangkat menjadi nabi maupun setelahnya.

Tidaklah berlebihan kalau kita katakan, bahwa mereka adalah manusia yang tidak pernah berpikir untuk mendekati perbuatan dosa, apalagi berniat melakukannya. Niat melakukan suatu dosa, lebih berbahaya daripada perbuatan dosa itu sendiri, apalagi jiki dinisbahkan kepada seorang nabi. Sebab, berapa banyak perbuatan dosa terjadi dengan sendirinya, tanpa ada niatan yang mendasarinya terlebih dahulu. Itu saja sudah dianggap sebagai dosa. Lalu, bagaimana dengan dosa yang terencana?

Sejenak kita layangkan ingatan kita pada apa yang telah dilakukan nabi Musa as. Ia telah membunuh orang Mesir, padahal sama sekali tidak ada dalam benaknya niatan untuk membunuh orang tersebut. Pembunuhan itu terjadi di luar keinginannya sama sekali. Musa as juga tidak membawa senjata, karena dia tidak berniat membunuh. Yang terjadi adalah, ia hendak membela orang yang tertindas, dengan menghentikan tindak kedhaliman pelakunya. Maka dipukullah si dhalim itu, yang menyebabkan kematian yang tak diduga sebelumnya. Itukah yang disebut wajah dosa? Adakah Musa as melakukan dosa?

Meski bukan sebagai sebuah dosa, namun sebagai manusia yang memiliki moralitas dan sopan santun yang tinggi kepada Allah swt, Musa as menganggap tragedy yang membelit dirinya sebagai tindakan dosa, karenanya ia memohon kepada Allah swt, seperti yang terekan dalam Al-Quran.

“Wahai Rabbku, aku telah melakukan kedhaliman terhadap diriku, maka ampunilah aku”

Berdasarkan pijakan tersebut, seorang yang mengaku Muslim dan telah mengkaji sejarah kehidupan para nabi, sudah seharusnya untuk bertindak arif dalam menyimak apa yang ia dengar tentang tuduhan serta pendestruksian yang menyudutkan bahkan membusukkan karakter para nabi dan rasul serta kekasih Allah swt, engan satu keyakinan, bahwa mereka adalah manusia-manusia yang terpelihara dari dosa.

Selanjutnya hendaknya dia menelisik teks-teks otentik yang terkait dengan kredibilitas para nabi tersebut, serta menyingkirkan teks yang tidak otentik dan jauh dari kredibilitas kenabian.

Israiliyyat dalam kisah Yusuf – Zulaikha

Membaca sejarah kehidupan Nabi Yusuf as, berbarti membaca sketsa kehidupan manusia yang telah dianugerahi wahyu oleh Allah swt dan dijadikan Nabi-Nya, serta sosok yang dijadikan Allah swt teladan dalam moralitas dan pekerti yang tinggi bagi kemanusiaan secara universal.

Hal yang perlu dicermati dalam membaca kisah-kisah para nabi, utamanya para nabi dari Bani Israil, adalah banyaknya israiliyat, yang disisipkan dalam kisah tersebut. Seseorang yang membaca kisah-kisah itu tanpa sebelumnya mendalami pokok-pokok dasar aqidah atau menelaah kisah tersebut secara global, boleh jadi akan membenarkan bumbu israiliyat tersebut. Akibatnya aqidahnya akan rusak. Minimal, dalam hatinya akan tumbuh keragu-raguan yang akan menodai pola pikir dan kepercayaannya terhadap kesucian para nabi. Padahal, mereka adalah insan-insan suci yang telah Allah swt pilih dari sekian banyak manusia.

Pengikut Islam periode pertama; yaitu Rasulullah saw dan sahabatnya, menyikapi kisah-kisah israiliyat dengan sangat hati-hati. Dalam sebuah Hadis shahih dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda:

“Kamu jangan membenarkan penuturan Ahl al-Kitab, jangan pula mendustakannya. Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan apa-apa (kitab) yang diturunkan kepada kami dan (kitab-kitab) yang diturunkan kepadamu.”

Sikap kehati-hatian ini diajarkan oleh Nabi saw sebab dalam penuturan ahlu kitab itu terdapat dua kemungkinan benar atau salah, meski demikian Nabi saw dan sahabatnya masih menerima penuturan mereka sejauh tidak bersinggungan dengan masalah aqidah atau hukum-hukum syari’at, sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr sebagai berikut:

“Sampaikan apa-apa dariku meskipun itu berupa satu ayat. Kamu tidak apa-apa meriwayatkan penuturan Bani Isra`il (Ahl al-Kitab). Siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka bersiaplah dirinya untuk menempati tempatnya di neraka.”

Dalam kisah Yusuf dan Zulaikha banyak terselip kisah-kisah israiliyat yang disisipkan oleh kalangan ahlu kitab dan belum banyak diketahui oleh umat islam yaitu tentang nama keotentikan nama Zulaikha dan tentang rayuan Zulaikha kepada Yusuf as yang membutnya masuk penjara. Di bawah ini kita akan membahas lebih detil perrihal kisah-kisah di atas.

Baca juga:   Hafal Al-Quran Di Jalan Macet

Nabi Yusuf as selingkuh dengan Zulaikha?

Terkait dengan kajian utama perihal nabi Yusuf as ini, kita dapati teks otentik yang tidak ada keraguan sedikitpun yaitu firman Allah swt.

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS Yusuf: 24)

Sebelum mengkaji ayat ini, hal yang harus kita yakini adalah Yusuf as merupakan nabi Allah; ia manusia yang terpelihara dari dosa, bahkan terpelihara dari berpikir tentang dosa. Logikanya, tidak mungkin Yusuf as melakukan tindakan maksiat dengan mendekati perempuan tersebut, atau bahkan berpikir untuk bercinta dengan istri perdana mentri Mesir itu. Jika ada tuduhan Yusuf as punya hasrat untuk berselingkuh dengan wanita itu, jelas tidak benar!!!

Lantas apa kata mereka tentang Yusuf as?

Dalam tafsir Imam Qurtubi, kita akan temukan pandangan “miring” tentang Yusuf tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab itu. Hampir mayoritas ulama tafsir, termasuk Imam Al-Qusyairy Abu Nashr bin Al-Ambari, An-Nuhas, Al-Mawardi dan lainnya menandaskan bahwa “hasrat” yang ada dalam benak Yusuf as adalah bentuk dari perbuatan maksiat. Karena Yusuf as duduk bersama Zulaikha seperti lazimnya seorang laki-laki yang memangku istrinya ketika hendak melakukan senggama.

Hal ini disandarkan pada pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan, “Posisi duduk Yusuf dan Zulaikha telah menyebabkan celana keduanya bersentuhan, dan Yusuf tidak sekedar memangku Zulaikha tapi juga mendekapnyam dengan posisi kaki saling berhimpitan. Itulah sebabnyam ketika ia hendak melarikan diri, dengan mudah Zulaikha merobek kain bajunya”.

Sa’id bin Jabir mengatakan, “Posisi duduk Yusuf as dengan Zulaikha sangatlah dekat, karena celana dan baju mereka telah menempel satu sama lain”. Ibnu Mujahid menandaskan “Kedua kain yang dikenakan keduanya telah tersingkap, ketika mereka saling berpangku-pangkuan dalam duduknya”.

Sayang, tidak disebutkan berapa jumlah potongan kain yang mereka kenakan. Sebab, tidak mungkin seseorang hanya memakai satu celana atau gamis. Pasti ada lapisan baju di dalamnya, baik seorang lelaki atau perempuan. Biasanya mereka memakai pakaian pelapis dalam kesehariannya.

Imam Qurtubi menambahkan, “Ibnu Abbas berkata, “Ketika Yusuf as berkata, “Yang sedemikian itu supaya dia tahu bahwa diriku tidaklah melakukan tindakan pengkhianatan di belakang dirinya”. Kala itu Jibril berkata dengan seketika, “Demikian pula di saat engkau berhasrat melakukan senggama dengan wanita istri penguasa itu wahai Yusuf”. Yusuf as lantas berkata, “Aku tidak bermaksud membebaskan diriku dari kesalahan”.

Imam Qurtubi menandaskan, banyak interpretasi tafsir ayat “Andaikata dia tidak melihat ayat (tanda) Tuhannya”. Di antara mereka ada yang mengatakan, “Ayat (tanda) tersebut adalah sumpah dan perjanjian abadi dengan Allah swt. Sebagian yang lain mengatakan urgensi ayat tersebut adalah: Yusuf mendengar suara memanggil dirinya, “Engkau wahai Yusuf, termaktub sebagai nabi, tapi engkau berbuat lazimnya orang-orang bodoh berbuat”.

Al-A’mas meriwayatkan dari Mujahid, maka ayat itu adalah, “ketika celana Yusuf tersingkap, Yusuf ingat wajah Ya’qub yang menegurnya, “Hai Yusuf” hingga ia lari terbirit-birit”. Dalam riwayat yang dibawa Sofyan yang diterima dari Abu Khushain yang ia dengar dari Sa’id bin Jabir ditandaskan, “Kala itu ada sosok yang menyerupai Yaqub, lantas menepuk dada Yusuf hingga reduplah syahwat yang menggelora di dadanya”.

Ibnu Mujahid menambahkan, “Dua belas anak Yaqub itu masing-masing memiliki 12 putra kecuali Yusuf yang hanya memiliki dua putra. Yang sedemikian itu karena lemahnya syahwat yang ada pada diri Yusuf as”.

Menyibak tabir kebenaran

Demikianlah wacana penafsiran tentang sosok Yusuf as. Di antara sekian pendapat, yang paling meringankan adalah penafsiran, bahwa “hasrat” yang ada dalam diri Yusuf itu dianggap sebagai tabiat yang melahirkan gerak yang tidak mengakibatkan dosa.

Perlu ditegaskan di sini, apa yang dilontarkan para ahli tafsir tersebut murni pemikiran israiliyat, yang dinisbahkan kepada ulama pada masa sahabat dan tabi’in seperti Ibnu Abbas, Ibnu Jabir dan lainnya. Penisbatan itu sendiri merupakan sebuah kebatilan.

Siapa yang telah melihat Yusuf as secara kasat mata, sehingga berani mengatakan “Celana Yusuf bersentuhan dengan celana Zulaikha?” Siapa yang melihat secara  kasat mata Yusuf berpangku-pangkuan dengan Zulaikha seperti lazimnya model pangkuan laki-laki dan perempuan yang hendak bersenggama? Kesaksian seperti itu hanya mampu diucapkan oleh orang ketiga yang ada dalam kamar Zulaikha. Padahal, di situ tidak ada orng selain mereka berdua, karena Zulaikha telah,

“Ia telah menutup pintu”

Apakah mereka yang berpendapat seperti di atas lupa terhadap potongan ayat tersebut? Adakah Yusuf as sendiri yang mengungkapkan kisah tercela ini? Padahal Yusuf as sendiri dengan sendu telah mengadu kepada Rabb-Nya,

“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS Yusuf: 33)

Dan sebelumnya ketika perempuan itu merayu Yusuf as, ia telah berkata tegas,

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (QS Yusuf: 23)

Lantas siapa sejatinya yang menyebarkan skandal itu? Adakah yang menyebarkan kejadian tersebut istri perdana mentri Mesir itu sendiri? Jawabannya jelas; dia penebar berita itu. Hal tersebut ditegaskan pula dengan pengakuannya kepada para wanita di negeri tersebut,

“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS Yusuf: 33)

Dan ketika masalah tersebut diselidiki oleh pembesar perdana Mentri negeri itu, si wanita istri perdana mentri Mesir itu mengaku dengan penuh kejujuran,

Baca juga:   Metode Tahfidhul Qur'an Pondok Pesantren Bina Qolbu Cisarua

“raja berkata (kepada wanita-wanita itu): “Bagaimana keadaanmu[755] ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” mereka berkata: “Maha sempurna Allah, Kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya”. berkata isteri Al Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan Sesungguhnya Dia Termasuk orang-orang yang benar.” (QS Yusuf: 51)

Perempuan itu menambah pengakuannya,

“(Yusuf berkata): “Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (QS Yusuf: 52)

Ungkapan ini bukan perkataan Yusuf as, karena ketika istri perdana Mesir itu disidang, posisi Yusuf as berada di dalam penjara. Hal itu dipertegas dengan perintah raja kepada sipir penjara untuk membawa Yusuf as ke istana, ketika ia hendak disuruh mentakwilkan mimpi raja.

“raja berkata: “Bawalah Dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan Tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya mereka.” (QS Yusuf: 50)

Atas saran Yusuf pula, perdana mentri Mesir memanggil semua perempuan termasuk Zulaikha untuk datang menghadap dirinya. Perdana mentri itu lantas mengintrogasi mereka satu persatu, sementara Yusuf as diiarkan mendekam dalam penjara. Dari proses introgasi itulah perdana mentri Mesir akhirnya mengetahui sejatinya Yusuf as dalah benar-benar tidak bersalah. Yusuf adalah manusia terhormat dan pantas diberi kedudukan mulia di sisinya.

Perdana mentri Mesir itu berkata kepada pengawalnya, “Bawalah Yusuf kepadaku agar aku dapat memilih dia sebagai orang yang dekat kepadaku”.

Saat interogasi terjadi, Yusuf masih berada dalam penjara. Waktu itu, Zulaikha menyatakan kesaksiannya dengan jujur, “Aku bersaksi atas nama kebenaran, agar Yusuf tahu bahwa aku tidak mengkhianati dirinya meski dia tidak hadir di sini. Sebenarnya yang jahat itu adalah diriku. Yusuf tidak bersalah”.

“dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS Yusuf: 53)

Dengan begitu kita bisa memaknai teks ayat,

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya[750]. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS Yusuf: 24)

Dengan tafsir yang sebenarnya.

“Al-Himmah” (hasrat) dalam ayat tersebut, bukanlah bermakna “hasrat untuk berzina”. Hasrat tersebut bukan datang dari diri Yusuf as, bukan pula dari istri perdana mentri Mesir. Yang pasti “Himmah” di sini memiliki makna lain. Bukan “hasrat untuk berzina”. Mengapa?

Hasrat Zulaikha untuk berzina dengan Yusuf as telah disebutkan pada ayat sebelumya. Yakni, ayat yang menerangkan kronologis peristiwa yang terjadi,

“dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung”. (QS Yusuf: 23)

Langkah dan taktik Zulaikha yang diterangkan ayat di atas telah menunjukkan hasrat Zulaikha yang ingin berselingkuh dengan Yusuf as. Saat itu, setelah “mengajak”, Zulaikha sedang menunggu reaksi Yusuf. Jadi kalau “Al-Himmah” dala ayat 24 itu diartikan sebagai hasrat berzina, berarti telah terjadi pengulangan keterangan. Pengulangan seperti itu tidak pernah ada dalam Al-Quran.

Bantahan terhadap “hasrat untuk berzina” juga dapat kita lihat dari reaksi Yusuf baik ucapan mauun perbuatan menanggapi rayuan Zulaikha. Lihatlah, betapa arif dan santunnya Yusuf as menyikapi tragedi yang menghimpitnya. Yusuf as, menyikapinya dengan tiga langkah brilian sekaligus; langkah dihadapan Tuhannya, langkah di hadapan tuannya, serta langkah di hadapn moralitas dirinya. Di hadapan Tuhannya, Yusuf as berkata:

Di hadapan tuannya, Yusuf berkata:

Rabb di sini adalah perdana mentri Mesir dan istrinya yang telah mengasuhnya. Ada dua kata Rabb dalam ayat ini yang bermakna tuan yang telah mengasuhnya, yaitu dalam kalimat,

“dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS Yusuf: 23)

Adapun Rabb yang bermakna raja, termaktub berulang kali dalam ayat berikut ini:

“Hai kedua penghuni penjara: “Adapun salah seorang diantara kamu berdua, akan memberi minuman tuannya dengan khamar; Adapun yang seorang lagi Maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku).” (QS Yusuf: 41)

“raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.” (QS Yusuf: 43)

“raja berkata: “Bawalah Dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan Tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya mereka.” (QS Yusuf” 50)

Adapun langkah Yusuf as yang membuktikan ketinggian moralitas dirinya adalah ucapannya:

“dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS Yusuf 23)

Jadi “hasrat” yang dimaksud ayat di atas adalah bermakna “Adh-Dhorb” (pukulan), perubahan makna seperti ini, bukanlah hal yang asing dalam Al-Quran.

Penutup

Demikian kisah ringkas tentang kisah dan kasus Yusuf dan Zulakiha.

Referensi:

Min Qishash Al-Haq, Syaikh Muhammad Mahmud Nida, Dar Al-Qashim 1415 H

100 faidah min surat Yusuf, Syaikh  Shalih Al-Munajjid

Artikel Terkait

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

2 Comments

  1. saya amat berbangga karna ada lagi pengisian ilmu yang dalam dan penuh dengan ikhlas ini…terima kasih wahai saudara islam ku…

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *