Manusia punya kecenderungan yang besar kepada dunia yang real, nyata dan dapat dirasakan, sementara kecenderungan kepada akhirat hampir tak bernyawa, padahal akhirat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia.
Hadits berikut layak kita renungkan tentang bagaimana interaksi seorang muslim dengan harta dan dunianya.
Abu Sa’id al-Khudriy ra meriwayatkan bahawa Nabi saw bersabda:
إِنَّ أَكْثَرَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ مَا يُخْرِجُ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ
“Sesungguhnya, yang paling sangat aku takutkan kepada kalian, adalah apa-apa yang Allah keluarkan untuk kalian dari keberkahan dunia ini..”
قِيلَ وَمَا بَرَكَاتُ الْأَرْضِ قَالَ زَهْرَةُ الدُّنْيَا
Ditanyakan (kepada Nabi): ‘Apakah (yang dimaksud dengan) keberkahan dunia?’
Nabi saw menjawab: “Ia adalah perhiasan dunia..”
فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ هَلْ يَأْتِي الْخَيْرُ بِالشَّرِّ
Seorang lelaki lalu bertanya (kepada Nabi):
‘Adakah kebaikan (pada keberkahan dunia itu) boleh membawa kepada keburukan (yang engkau takutkan itu)?’
فَصَمَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ يُنْزَلُ عَلَيْهِ
Lalu Nabi saw diam sejenak sehingga kami menyadari bahwa wahyu sedang turun kepada beliau.
ثُمَّ جَعَلَ يَمْسَحُ عَنْ جَبِينِهِ فَقَالَ أَيْنَ السَّائِلُ قَالَ أَنَا
Kemudian, beliau menyapu dahinya (karena berkeringat selepas menerima wahyu), lalu bertanya:
“Mana orang yang bertanya tadi?”
Lelaki itu menjawab: ‘Aku!’
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ لَقَدْ حَمِدْنَاهُ حِينَ طَلَعَ ذَلِكَ
Abu Sa’id al-Khudri berkata: Kami berterima kasih kepadanya karena segera muncul (menjawab panggilan Nabi).
قَالَ لَا يَأْتِي الْخَيْرُ إِلَّا بِالْخَيْرِ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ
Nabi berkata: “Tidaklah datangnya kebaikan, kecuali dengan membawa kebaikan. Sesungguhnya harta (perhiasan dunia) ini, (bagaikan tumbuhan) yang hijau dan manis”
وَإِنَّ كُلَّ مَا أَنْبَتَ الرَّبِيعُ يَقْتُلُ حَبَطًا أَوْ يُلِمُّ إِلَّا آكِلَةَ الْخَضِرَةِ
“Namun begitu, setiap kali musim bunga muncul menumbuhkan semua (jenis tumbuhan) yang membunuh atau hampir membunuh (hewan yang memakannya dengan terlalu banyak), kecuali (hewan) yang makan sejenis tumbuhan hijau.
أَكَلَتْ حَتَّى إِذَا امْتَدَّتْ خَاصِرَتَاهَا اسْتَقْبَلَتْ الشَّمْسَ فَاجْتَرَّتْ وَثَلَطَتْ وَبَالَتْ ثُمَّ عَادَتْ فَأَكَلَتْ
Ia memakannya sehinggalah mengembang perutnya (karena telah cukup makan), ia menghadap (ke arah) matahari, lalu ia menghadam (makanannya), dan membuang kumuhannya, lalu ia kembali (ke lokasi makanannya) dan makan.
وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِي حَقِّهِ فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ
Sesungguhnya, harta-harta (yang berasal dari keberkahan dunia) ini adalah kemanisan (perhiasan); siapa yang mengambilnya dengan (memenuhi) haknya, dan diletakkan ia pada (tempat) yang berhak, maka demikian itulah sehebat-hebat penyelamat (di hari akhirat nanti).
وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ كَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ
Adapun siapa yang mengambilnya (yakni: harta-harta dari dunia ini) tanpa haknya, dia adalah umpama orang yang berterusan makan dan tak pernah kenyang (sehinggalah dia mati, atau sakit kerana berlebihan makan seperti binatang di atas).
[HR al-Bukhari & Muslim]
Faedah Hadits:
- Nabi membuat perumpamaan pada hubungan manusia dengan perolehan dunia ini seperti hewan yang memakan tumbuhan-tumbuhan hijau yang subur.
- Manusia yang berlebihan dalam berinteraksi dengan kekayaan dunia ini, malah tidak memperhatikan hak-haknya, bagaikan hewan yang berlebihan memakan tumbuhan yang baik, sehingga ia terlalu kekenyangan lalu mati, atau kesakitan.
- Adapun manusia yang mengambilnya pada kadar yang diperlukannya, dengan memperhatikan hak-haknya (sumber yang halal, cara yang halal, bersedekah, dll), sehingga tertunai hak-hak itu, kemudian dia kembali kepada rutin tersebut dengan sabar dan tenang.
- Maka segala perolehan itu kelak akan menjadi penyelamatnya di akhirat nanti.
Wallahu A’lam
Jumal Ahmad – ICD