Nabi Muhammad saw adalah manusia biasa, bukan Malaikat. Beliau seorang manusia yang mengalami berbagai penderitaan sebagaimana yang kita alami, lapar sebagaimana kita juga merasakan lapar, haus sebagaimana kita juga merasakan haus, tidur sebagaimana kita juga tidur, menikahi wanita, marah dan ridha.
Beliau adalah manusia, dan seperti itulah yang layak kita ikuti, dan kita pun mampu mengikuti beliau. Sendainya Nabi Muhammad saw adalah malaikat di antara para malaikat yang ada, niscaya kita tidak akan mampu mengukuti beliau, kita tidak akan mampu meniti jalan petunjuk beliau, dan kita juga tidak mampu mengikuti jejak perjalanan beliau.
Adapun orang kafir, mereka tidak mau menerima bahwa beliau adalah seorang manusia, sebagaimana firman Allah swt Qs. Al-Furqan [25]: 7-8
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا (7) أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا (8)
“Dan mereka berkata; “Mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia, atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya harta kekayaan atau (mengapa tidak ada) kebun baginya, sehingga dia dapat makan dari (hasil)nya”? Dan orang-orang dhalim itu berkata, “Kamu hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.”
Mereka mengatakan, “Bagaimana orang seperti ini menjadi utusan, padahal dia aian dan minum sebagaimana kita, duduk bersama kita, menjual dan membeli di pasar-pasar sebagaimana yang kita lakukan, maka ini tidak layak”.
Padahal terdapat hikmah yang besar dan tepat dengan menjadikan beliau sebagai seorang manusia, yaitu agar kita dapat mengukti beliau.
Pertanyaan orang kafir “Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar” merupakan pertanyaan yang bodoh, pertanyaan orang yang hidup materialistis dan rakus terhadap kehidupan dunia.
Sementara Nabi Muhammad saw dan siapa saja yang selalu mengikuti jejaknya berada di sisi lain, mereka memiliki pemikiran yang lebih tinggi.
Mari kita simak hadits Nabi Muhammad saw berikut ini:
Suatu hari Nabi melihat Umar bin Khatab ra mengenakan baju yang terlihat sangat bagus. Beliau menghampirinya sambil bertanya: “Apakah baju ini baru, atau habis dicuci?” Umar menjawab: “Baju ini habis dicuci”. Maka Rasulullah saw bersabda sambil menyeru:
«الْبَسْ جَدِيدًا، وَعِشْ حَمِيدًا،
ILBAS JADIIDAN, WA ‘ISH HAMIIDAN
وَتَوَفَّ شَهِيدًا
WA TAWAFFA SYAHIIDAN
يُعْطِكَ اللَّهُ قُرَّةَ عَيْنٍ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ»
YU’THIKALLAHU QURRATA AININ FID DUNYAA WAL AAKHIRAH
“Pakailah pakaian baru, hiduplah dengan terpuji dan matilah dalam keadaan syahid dan semoga Allah memberimu penyejuk mata di dunia dan di akhirat”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Maka setelah mendengar sabda Nabi Muhammad saw tersebut, meninggal di jalan Allah swt merupakan salah satu kebahagiaan yang senantiasa di cari oleh Umar bin Khatab disamping kehidupan yang terpuji dan baju yang baru.
Pernah ada sebagian dari sahabat beliau yang ingin mencapai batas tertentu dalam beribadah yang tidak diridhai oleh syariat, hingga salah seorang di antara mereka mengatakan, “Aku tidak akan menikahi wanita”. Orang yang lain mengatakan: “Aku mengerjakan shalat malam dan tidak akan tidur”. Dan yang ketiga mengatakan: “Aku berpuasa dan tidak akan berbuka”.
Begitu Rasulullah saw mengetahui hal itu, beliau bersabda:
أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah dibanding kalian, tapi aku berpuasa, shalat dan tidur juga menikahi wanita. Siapa yang tidak menyukai sunnahku, dia tidak termasuk golonganku”. (HR. Bukhari)
Nabi Muhammad saw adalah contoh pribadi yang memiliki kemampuan luar biasa dalam menjalani kehidupan yang keras, serta tidak berlebihan dalam hal makanan. Karenanya kita tidak pernah diberitakan mengenai perhatian beliau kepada makanan dan barang yang mahal. Namun begitu, beliau tidak pernah menyuruh kita untuk hidup susah, tidak mengharuskan kita untuk berzuhud dan tidak mengharamkan makanan yang halal.
Beliau sangat menghormati nikmat yang dianugerahkan oleh Allah swt, beliau memuliakan dan mensyukurinya.
Beliau bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia menyebut nama Allah swt pada awalnya. Dan jika ia lupa menyebutkan nama Allah pada awalnya, hendaklah ia berkata:
بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
BISMILLAHI AWWALAHU WA AAKHIRAHU
“Dengan nama Allah pada awalnya dan pada akhirnya”.
Apabila telah selesai makan, beliau berkata:
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنَا وَ سَقَانَا وَجَعَلَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
ALHAMDULILLAHIL LADZII ATH’AMANAA WA SAQAANAA WA JA’ALANAA MINAL MUSLIMIINA
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum serta menjadikan kami dari golongan kaum Muslimin”.
Masih banyak manusia, terutama di zaman ini perhelatan untuk mencari makanan yang lezat, aneh dank has sangat diagung agungkan, mereka senantiasa memenuhi perutnya dengan makanan dan minuman, kemudian mereka sibuk mengurus diri mereka sendiri, tanpa mengetahui bahwa Allah swt memiliki hak atas mereka. Mereka ini ibarat binatang yang memasukkan makana ke mulustnya hingga terasa kenyang setelah itu selesai.
Akhlak semacam ini tidak cocok bagi seorang muslim, adalah Nabi Muhammad saw, banyak memuji Allah swt setelah menyantap makanan.
Sebagaimana beberapa riwayat yang bisa kami kumpulkan berikut ini:
اللَّهُمَّ أَطْعَمْتَ وَأَسْقَيْتَ وَأَغْنَيْتَ وَأَقْنَيْتَ
ALLAHUMMA ATH’AMTA WA ASQAITA WA AGHNAITA WA AQNAITA
وَهَدَيْتَ وَأَحْيَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا أَعْطَيْتَ
WA HADAITA WA AHYAITA FALAKAL HAMDU ALAA MAA A’THAITA
“Ya Allah, aku telah makan dan minum, aku telah kaya, aku telah merasa cukup, aku telah mendapat petunjuk, dan aku telah hidup. Bagi-Mu segala puji atas segala sesuatu yang telah Engkau augerahkan”. (HR. Ahmad)
Dan doa beliau yang lain:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ
ALHAMDULILLAHIL LADZII ATH’AMANII HADZAA WA RAZAQANIIHI MIN GHAIRI HAULIN MINNI WA LAA QUWWATIN
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi nikmat, dan telah memberiku rizqi tanpa upaya atau pun kekuatan”. (HR. Ibnu Majah)
Dan setelah selesai menyatap makanan, beliau berdoa seperti berikut ini:
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَطْعَمَ وَ سَقَى وَ سَوَّغَهُ وَ جَعَلَ لَهُ مَخْرَجًا
ALHAMDULILLAHIL LADZII ATH’AMA WA SAQAA WA SAWWAGHAHU WA JA’ALA LAHUU MAKHRAJAN
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum dan telah memperkenankannya, dan telah memberikan jalan keluar padanya”.
Atau doa beliau yang lain.
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ مَنَّ عَلَيْنَا وَهَدَانَا، وَأَشْبَعَنَا وَأَرْوَانَا وَكُلَّ شَيْئٍ آتَنَا
ALHAMDULILLAHIL LADZII MANNA ‘ALAINAA WA HADAANAA WA ASYBA’NAA WA ARWAANAA WA KULLA SYAI-IN ATAA NAA
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan karunia atas kami, memberi kami petunjuk, yang telah menjadikan kami kenyang dan puas serta telah memberi kami segala kebaikan”. (HR. Ahmad)
Sikap berseri-seri dalam menerima anugerah dan menyukuri manfaatnya semacam ini wajib ditampakkan, dan hendaknya seorang muslim juga demikian dalam memuji makanan, dan menjauhi penyebutan yang tidak ada kaitannya dengan Allah swt, seperti Mak Nyus, Markotop dan sejenisnya.
Jumal Ahmad/ ahmadbinhanbal.com