Suatu hari saya berkesempatan mengikuti kuliah dua hari full bersama Dr. Muhammad Ardiansyah, M.Pd.I membahas kumpulan kata-kata hikmah dari Imam al-Ghazali berjudul ‘Jawahirul Kalam min Aqwal Hujjatul Islam‘ yang beliau tulis setelah menelaah berbagai macan kitab-kitab Imam al-Ghazali.
Banyak ilmu dan pengetahuan saya dapatkan, di antara sekian ilmu tersebut, saya mencatat kisah beliau tentang seorang santri yang meminta doa agar tidak melakukan maksiat terus-terusan, kemudian sang guru memberikan doa ini.
Saya lupa, siapakah nama sang guru tersebut. Ketika mencari lebih lanjut, saya dapatkan keterangan wasiat dari Al-Habib Zein Hafidzahullah kepada murid-muridnya agar sering membaca doa berikut.
الله معي الله حافظي الله حاضري الله ناظري الله شاهدي الله قريب مني
Allahu ma’ii, Allahu haafidzii, Allahu Haadhiri, Allahu Naadhiri, Allahu Syaahidii, Allahu Qaribun Minni
Allah bersamaku, Allah menjagaku, Allah disampingku, Allah melihatku, Allah menyaksikanku, dan Allah dekat dariku .
Rutinkan membaca doa ini di setiap waktu dan doa terutama pada waktu-waktu di mana doa di istijabahkan dan pada akhir malam dan setelah melaksanakan shalat.
Doa ini bisa merupakan salah satu sebab memperkuat hubungan antara kita dengan Tuhan, sehingga terpelihara dari perbuatan maksiat, merasakan kebencian dalam hati terhadap perbuatan maksiat dan merasakan manisnya kelembutan Tuhan.
Terlebih jika nafsu menggoda untuk melakukan perbuatan maksiat, kemudian kita baca doa ini, maka akan kita jumpai Tuhan bersama kita, dan kita jumpai rasa takut dalam hati.
**
Suatu hari, Imam al-Junaid saat masih kecil, datang menemui pamannya yang sekaligus gurunya; as-Sariy as-Saqathi. Ia datang untuk meminta nasehat. Sang paman berkata: “Anakku, aku akan ajarkan tiga kalimat saja. Kalau engkau mau tidur maka ucapkanlah:
الله معي
Allâh ma’î
“Allah bersamaku.”
الله ناظر إلي
Allâh nâzirun ilayya
“Allah melihatku.”
الله شاهد
Allâh syâhidî
“Allah menjadi saksi terhadapku.”
Al-Junaid berkata, “Selama sebulan aku mempraktikkan hal itu. Kemudian aku datang lagi pada guruku. Ia berkata:
يا بني ، إذا كان الله معك وناظر إليك وشاهد عليك فهل يصح أن تعصيه
“Anakku, kalau Allah bersamamu, melihatmu dan menjadi saksi terhadapmu, apakah engkau masih mau bermaksiat?”
Al-Junadi melanjutkan, “Kalimat pendek ini sangat bermanfaat bagiku sepanjang hidup. Setiap kali ada hasrat untuk bermaksiat aku kembali teringat kalimat itu, akhirnya aku urung untuk bermaksiat.”
**
Riwayat lain, disebutkan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin 3:74 Sahal bin Abdullah berkata:
Saya pada waktu itu anak kecil berumur 3 tahun, terkadang bangun dari tidur ketika malam hari dan melihat pamanku, Muhammad bin Suwar sedang melaksanakan salat.
Suatu hari dia berkata kepadaku: Apakah engkau tidak berzikir (mengingat) Allah yang telah menciptakanmu?
Aku bertanya: Bagaimana aku mengingat-Nya?
Dia berkata kepadaku pada umurku ketika itu: Bacalah dengan hatimu ketika engkau berbalik di tempat tidur sebanyak 3 kali tanpa menggerakkan lisanmu.
الله معي الله ناظري الله شاهدي
Allah bersamaku,Allah melihatku, Allah menyaksikanku
Aku membaca dan mempraktikkan bacaan ini setiap malam-malamku, dan terus bertambah semakin banyak saya baca. Pamanku berkata lagi, bacalah 7 kali, lalu aku baca dan dia berharap aku terus menambah jumlah bacaanku. Sehingga muncul kenikmatan mengingat Allah dalam hatiku.
Setelah satu tahun, pamanku berkata: ‘Jaga apa yang telah aku ajarkan, dawamkan sampai engkau masuk kubur, karena mendekatkan diri (muraqabah) kepada Allah akan memberikan manfaat di dunia dan akhirat‘.
Dan aku terus membacanya selama bertahun-tahun, sehingga aku mendapatkan manisnya zikir dalam kesendirianku.
Suatu hari paman berkata lagi kepadaku: Wahai Sahal, Siapa yang Allah bersamanya, Allah melihatnya dan Allah menyaksikannya, apakah akan bermaksiat? Lalu aku jawab Tidak. Dia berkata: Jauhilah maksiat.
Maka aku menyendiri untuk mentadabburi maknanya, lalu aku dapatkan dirimu benci dengan maksiat, sangat takut kepada Allah dan segala puji hanya bagi Allah.
**
Perbedaan versi kata nadhara dengan ilayya dan tanpa ilayya keduanya benar, dari segi bahasa nadhara benar, muta’adi dengan ilayya juga benar.
Mari ambil dan amalkan doa ini dengan tulus, tekad dan semangat mulai dari sekarang. Doa ini sangat mudah dihafal dan dipraktikkan, namun bisa menjadi salah satu penyebab terkuat untuk mewarisi rasa muroqabah kepada Allah Ta’ala.
Rutinkan doa itu, semoga Allah menjaga diri kita, sebarkan dan ajarkan kepada putra dan putri dan keluarga, sebagaimana Salaf Shaleh mengajarkan doa ini kepada anak dan murid-murid mereka. Rutinkan mereka dengan membaca doa tersebut.
Sumber: kalamtayeb.com, islamway.net, الشيخ د. حسن سائد بادنجكي
Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com