Meski sudah lebih dari 70 tahun merdeka, namun kondisi pendidikan sejumlah daerah di indonesia masih sangat memprihatinkan. Salah satunya di Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat. Anak – anak yang berada di pedalamannya harus belajar dengan segala keterbatasan fasilitas, serta sulitnya akses apalagi listrik dan internet.
Butuh waktu 7 jam dari Desa Muntei Muara Siberut untuk mencapai Dusun Buttui dengan menggunakan perahu menyusuri Sungai Silaoinan. Jalur sungai menjadi transportasi satu – satunya, karena belum adanya jalan untuk kendaraan bermotor.
Buttui, dusun terpencil ini dihuni 49 kepala kelarga yang bermatapencarian sebagai peladang. Setelah sempat ditinggal karena pola hidup warga yang nomaden, dusun ini kembali di huni tahun 2007.
Tak ada aliran listrik apalagi jaringan internet. Warga dan anak – anak Buttui akrab dengan redupnya cahaya lampu minyak. Bahkan untuk ke dusun terdekat mereka harus berjalan kaki di jalan setapak atau berperahu menyusuri sungai. Kondisi dusun terdekatpun persis sama dengan nasib Buttui.
“Dari segi kehidupan kami disini terkendala juga, tidak begitu hidup. Sekolah juga tidak ada, kita tumpangkan di balai dusun. Dulu sebelum ada sekolah, anak – anak tidak sekolah “ ungkap Aman Lalau , Kepala Suku di Dusun Buttui.
Aman Lalau juga berharap, Dusunnya bisa lebih maju dengan sarana yang akan berguna untuk warganya.
“Buttui ini harus membangun. Yang perlu dibangun itu rumah sekolah, jalan, air bersih, lampu tenaga surya harus di kasih. Ini harapan kita untuk Buttui”.
Meski jauh tertinggal dan minim fasilitas, namun warga Buttui punya semangat untuk menyekolahkan anak – anak mereka agar nantinya bisa membangun kampung halaman. Maka difungsikanlah balai dusun untuk sekolah.
Di Dusun Buttui saat ini hanya ada satu sekolah. Sekolah ini merupakan pengembangan dari sekolah Uma yang didirikan Aksi Peduli Bangsa. Sekolah Uma sendiri merupakan jawaban atas keinginan warga Buttui untuk pendidikan anak – anak mereka. Anak – anak mendapat pendidikan oleh para relawan, disela mereka membantu orang tua di ladang.
Bangunan SD Buttui berupa bangunan yang terbuat dari papan dengan satu ruangan besar. Saat ini baru ada kelas satu hingga kelas empat. Tak ada ruang terpisah untuk masing – masing kelas. Tiap kelas hanya dibagi dengan posisi duduk saling membelakang.
Meski belajar dengan fasilitas minim dan ketergantungan dengan bantuan dari Aksi Peduli Bangsa, namun anak – anak Dusun Buttui tetap bersemangat mengikuti pelajaran yang diberikan guru mereka, walau diantara mereka sudah berumur lebih dari kelas yang mereka duduki.
Salah satunya Lareus. Anak 13 tahun ini kini masih duduk di kelas empat. Ia terlambat masuk sekolah karena ketiadaan sekolah dulunya. Lareus bercita menjadi guru yang akan memberi pendidikan bagi adik-adik di kampung halamannya.
“ Nama saya Lareus, umur saya 13 tahun. Saya kelas empat. Saya disuruh ayah pergi sekolah. Cita-cita saya ingin menjadi seorang guru” ungkapnya.
Minimnya fasilitas dan sulitnya akses seperti yang ada di Dusun Buttui juga terjadi di sebagian wilayah Mentawai, khususnya yang ada di pedalaman. Warga berharap, pemerintah memperhatikan nasib mereka dan membangun fasilitas agar bisa sejajar dengan daerah lain di Indonesia.
Ada harapan dari masyarakat disana agar pemerintah membuatkan jalan akses dari Madobak ke Muara Siberut, jika menggunakan jalur sungai sangat beresiko, sungai yang berliku dan dangkal dan banyak resiko lain yang mereka hadapi ketika ke Muara.
Semoga pemerintah segera mengambil pergerakan untuk membangun sarana jalan untuk masyarakat madobak dan sekitarnya menuju Muara Siberut.
Yayasan AKSI peduli Bangsa membantu pemerintah membangun dusun Buttui hanya bisa membantu apa yang mereka bisa bantu, seperti pakaian layak pakai, pendidikan kesehatan dan yang lainnya. Aksi Peduli Bangsa akan terus mensupport apa saja untuk perkembangan peradaban di pedalaman Mentawai.
Di ranah Pendidikan, Aksi Peduli Bangsa juga sudah membangun TK di dusun Buttui dan Salappa kemudian anak anak Mentawai yang berprestasi di berikan beasiswa untuk melanjutkan Pendidikan ke jenjang lebih tinggi, nama programnya SPMB yaitu Santunan Pendidikan Mentawai Berprestasi.
APB saat ini juga sedang membangun asrama putri di Muntei, asrama sebelumnya rusak dan hampir roboh. Butuh dana besar untuk pembangunan ini, donasi dari masyarakat sangat kami butuhkan.
Jumal Ahmad/APB