Tafsir Sufi

Ramadan-Islamic-Al-Quran-Wallpaper-07

Pengertian Sufi

Ulama berselisih pendapat tentang hakikat sufi; di antara mereka ada yang mendefinisikan sufi sebagai derifat dari as-shuf (baju jelek), derifat dari sufah (salah satu tempat berkumpul sebagian sahabat yang mendapat makan dari nabi saw), dan sufi berarti munajahnya hati kepada Allah swt.

Sufi baru muncul pada abad kedua hijriyah di kota Bashrah, sehingga mereka dikenal sebagai Fiqih Kufi. Mereka adalah orang yang dikenal bersih dari aqidahnya sebagaimana pernyataan Imam al-Khatib al-Baghdadi; mereka adalah: Abu Ishaq al-Sufi, Bisyr al-Hafi dan Sahl bin Abdullah al-Kurkhi.

Setelah abad kedua hijriyah, masalah sufi banyak dibahas dalam majelis ilmu, sampai pada masanya sufi ini banyak kemasukan paham filsafat, bahkan menjadi lebih mirip ke filsafat dari pada sufi, di antaranya dengan munculnya kelompok batiniyah yang di antara ajarannya bahwa taklif syar’I itu telah gugur bagi para auliya’ dengan anggapan bahwa mereka mendapatkan ilmu hakikat lewat al-Kasyf. Tokoh-tokoh penting dari kelompok ini antara lain: Abu Yazid al-Buthami, Dzun Nun dan Al-Hallaj. (lihat: Fikr al-Sufi karangan Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq dan Tafsir wa al-Mufasirun karangan Muhammad Husain al-Zahabi).

Pembagian Sufi

Kelompok Zuhud: Mereka terdiri dari para pertapa, zuhud, ahli ibadah dan yang suka menangis. Misalnya Rabi’ah al-Adawiyah dan Ibrahim bin Adham

Kelompok Kasyf dan Ma’rifah: Mereka menganggap bahwa logika akal saja tidak dapat mencapai derajat makrifah dan mengetahui hakikat yang ada. Mereka mengembangkan riyadhah kejiwaan untuk membuka tabir kebodohan. Sehingga dengan mata hatinya  ( bashiroh ) terbukalah kedok kebodohan, nampak didepannya hakekat-hakekat yang serasi dalam jiwa yang mengaca pada cermin hatinya. Tokoh dari aliran ini adalah Imam Abu Hamid Al Ghozali.

Kelompok Wihdatul Wujud: Mereka berpijak pada sebuah keyakinan bahwa Allah swt berada dimana-mana dan Dialah segala sesuatu itu. Tokohnya adalah Ibnu Arabi, ia pernah mengatakan: :” Telah dibuktikan oleh para peneliti bahwa dalam wujud itu hanyalah Alloh . Dan  andaikan kita ini ada, maka keberadaan kita sebenarnya adalah hanya dengan Alloh. Tidaklah nampak dari alam ini yang wujud itu kecuali-yang haq. Oleh sebab itu pad hakekatnya keberadaan yang haq itu adalah tunggal, disana tida ada sesuatupun yang menyerupai keberadaanya , sebab tidak benar bahwa  ada dua wujud yang memiliki wujud berbeda dan hampir sama”.

Kelompok Ittihad dan Hulul: Menurut mereka seorang sufi menggambarkan bahwa Allah swt ada dalam dirinya dan dirinya telah bersatu dengan Allah swt. Tokohnya adalah al-Hajjaj. Ia pernah mengatakan: “Demi Allah yang maha hidup, sesungguhnya Adzabku lebih keras dari pada adzabnya Allah” dan Kala mendengar muadzin berkata “ Allahu Akbar” lalu ia berkata “ aku lebih besar dari pada Allah”.

Adapun Imam Ibnu Taimiyyah membagi golongan ini  menjadi tiga bagian :

  1. Sufiyah Haqoiq. Yaitu mereka yang selalu beribadah dan berdzikir seta zuhud terhadap dunia dan isinya.
  2. Sufiyah Arzaak. Yaitu mereka yang sibuk mencari rizki tetapi tetap melakukan kewajiban sebagai seorng muslim. Menjaga larangan Alloh dan sopan santun dan menjauhi dari perbuatan bid’ah.
  3. Sufiyah Rusuum. Yaitu mereka yang berpakaian seperti sufi akan tetapi sedikit amalannya, orang-orang mengira bahwa mereka adalah sufi, akan tetapi sebenarnya mereka bukan sufi.

Ulama lain membagi tasawuf menjadi dua berdasarkan keterpengaruhan mereka terhadap filsafat yaitu; Sufi Nadhri dan Sufi Isyari

Kelompok Tasawuf Nadhri

Kelompok sufi yang mendasari pemikiran mereka dengan berpedoman pada studi dan pembahasan filosofis.

Kelompok Tasawuf Isyari

Disebut juga Tasawuf Amali yang lebih cenderung pada sikap zuhud dan ketaatan kepada Allah swt

Tafsir Sufi Nadhri

Tafsir ini berpedoman pada studi pemahaman dan materi kesufiyan, oleh karena itu dalam setiap pembahasn tafsirnya, mereka berusaha untuk mencari hal-hal yang bisa mendukung argumen mereka, yang akhirnya banyak mengeluarkan mereka dari pemahaman terhadap nash al-Quran dan pemahaman dari segi bahasa. Dan Ibnu Arabi dalam hal ini adalah syaikhnya tafsir sufi an-nadhri.

Namanya adalah  Ibnu Arabi, ia menulis tafsir Ibnu Arabi. Husain az-Zahabi menyebutkan bahwa tafsir ini sebenarnya ditulis oleh Abul Razaq al-Qasyani, bukan Ibnu Arabi, hal ini juga diakui oleh Syaikh Rasyid Ridha.

Contoh Tafsir Ibnu Arabi

مثال من تفسير ابن عربي، عند تفسيره لقوله تعالى في الآيتين (19، 20) من سورة الرحمن: ﴿مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ (19) بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ (20) ،  يقول: ﴿مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ﴾ بحر الهيولى الجسمانية الذي هو الملح الأجاج،وبحر الروح المجرد الذي هو العذب الفرات، ﴿يَلْتَقِيَانِ﴾ في الوجود الإنسانى، ﴿ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ﴾ هو النفس الحيوانية التي ليست في صفاء الروح المجردة ولطافتها، ولا في كثرة الأجساد الهيولالنية وكثافتها، ﴿لَا يَبْغِيَانِ﴾ لا يتجاوزأحدهما حده فيغلب على الآخر بخاصيته، فلا الروح يجرد البدن ويخرج به ويجعله من جنسه، ولا البدن يجسد الروح ويجعله مادياً…سبحان خالق الخلق القادر على ما يشاء .

Tafsir Sufi Isyari

Yaitu menafsirkan al-Quran dengan menyelisihi makna dhahir ayat dengan anggapan bahwa dalam ayat tersebut terdapat makna batin yang akan nampak bagi para wali. Ibnu Taimiyah mencontohkan tafsir kelompok ini adalah tafsir  “Haqaiq Tafsir” karangan Abu Abdurrahman al-Sullami.

Namanya adalah Abu Abdurrahman, Muhammad bin al-Husain bin Musa, al-Azdi al-Sullami, lahir tahun 330 H. Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa dalam tafirnya ada tiga hal yaitu hadits dhaif, hadits shahih tetapi periwayatnya salah dan haditnya shahih tetapi periwayatnya salah dalam memahaminya. (Tafir wa al-Mufasirun: 2/386)

Contoh Tafir Abu Abdurrahman al-Sullami

مثال من تفسير السلمي عند قوله تعالى فى سورة النساء فى الآية 66: ﴿وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُواْ أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُواْ مِن دِيَارِكُمْ مَّا فَعَلُوهُ إِلاَّ قَلِيلٌ مِّنْهُمْ﴾  .. يقول: “قال محمد بن الفضل: ﴿اقْتُلُواْ أَنْفُسَكُمْ﴾ بمخالفة هواها، ﴿أَوِ اخْرُجُواْ مِن دِيَارِكُمْ﴾ أى أخرجوا حب الدنيا من قلوبكم ﴿مَّا فَعَلُوهُ إِلاَّ قَلِيلٌ مِّنْهُمْ﴾ فى العدد، كثير فى المعانى، وهم أهل التوفيق والولايات الصادقَة

Hukum Tafsir Sufi Isyari

Ulama berselisih pendapat tentang hukum tafsir Isyari; ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Dan ulama yang membolehkan telah menetapkan syarat-syarat untuk diterimanya tafsir isyari; yaitu:

  1. Tidak menyelisihi makna dhahir dari al-Quran
  2. Tidak menganggap bahwa makna suatu ayat hanya isyarat saja dan tidak menganggap makna dhahirnya
  3. Tidak menafsirkan al-Quran dengan tafsiran yang jauh dari makna yang sebenarnya
  4. Tidak bertentangan dengan syariat dan akal
  5. Ada penguat (syahid) yang syar’i yang menguatkan tafsirannya (lihat. Manahil al-Irfan, al-Muwafaqat dan Ihya’ Ulumuddin)

Kesimpulan

Untuk menyimpulkan pendapat Ahlu al-Sunnah tentang tafsir sufi, kami nukilkan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang tafsir Sufi

“Sufi adalah kalangan yang telah salah dalam hal dalil bukan dalam madlulnya dalam artian mereka menafsirkan al-Quran dengan makna yang benar akan tetapi makna tersebut jauh dari makna yang sebenarnya”

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter