Pentingnya Bahasa Arab bagi seorang Mufasir

Tidak ada yang menyangkal bahwa bahasa arab adalah bahasa yang darinya muncul ilmu-iulmu islam. Ia ibarat sebuah lidah bagi tubuh bahkan hatinya. Karena bahasa arab adalah lidah islam dengannya al-Quran diturunkan.

Jika kita menengok pada kejayaan yang telah dirasakan umat islam dahulu, akan kita dapatkan bahwa kejayaan itu erat sekali dengan kuatnya pemahaman mereka terhadap nash-nash dari al-Quran. Sehingga kaitan antara bahasa arab dengan agama islam sangat erat, bahkan akan kita dapatkan bahwa qaidah-qaidah dibuat oleh para ulama untuk menjaga dan membela al-Quran.

Sejak dahulu para ulama sangat mementingkan pengetahuan bahasa arab, mereka mendahulukannya dari ilmu yang lain agar bisa memahami hukum-hukum dan sisi I’rabnya. Maka belajar bahasa arab hukumnya wajib bagi para penuntut ilmu sebagaimana telah dicontohkan oleh ulama terdahulu.

“Bagaimana mungkin umat manusia menolak keindahan bahasa ini, dengan logikanya dan kecemerlangannya yang unik? Bahkan tetangga-tetangga Arab, orang-orang yang mereka taklukkan, telah jatuh di bawah pesona bahasa ini.”

Sigrid Hunke (1913-1999)

Bahasa Arab telah berkembang secara internasional selama berabad-abad, menjadi sumber daya tarik dan minat banyak orang, bahkan bahasa Arab adalah bahasa yang paling indah di dunia. Satu-satunya bahasa Al-Quran dan bahasa resmi negara-negara Islam.

Bahasa yang dipilih Allah adalah bahasa Arab. Dia mengirim bukunya yang berharga (Al-Quran) yang ditulis dalam bahasa Arab, bahasa nabi terakhir. Karena alasan ini, adalah kewajiban bagi setiap orang untuk belajar bahasa Arab.

Setiap muslim harus belajar membaca dan berbicara bahasa Arab, bahasa Nabi, agar dapat memahami dan menafsirkan ayat-ayat Allah melalui doa dan membaca Al-Quran. Bahasa Arab adalah bahasa Nabi, maka sangat penting bagi setiap muslim untuk belajar bahasa Arab agar dapat memahami Al-Quran.

Baca juga:   Tafsir Pada Masa Sahabat

Perkataan ulama salaf tentang pentingnya mempelajari bahasa arab

Di antara perkataan yang terkenal adalah apa yang disampaikan oleh

  1. Umar bin Khatab, beliau bertutur: “pelajarilah bahasa arab karena ia termasuk bagian dari agamamu dan pelajarilah ilmu faraidh karena ia bagain dari agamamu.”[1] Dalam taujih Umar terdapat anjuran untuk mempelajari bahasa arab dan mempelajari ilmu syariat
  2. Umar pernah menulis kepada Abu Musa al-Asary: “amma ba’du: pelajarilah sunnah dan pelajarilah bahasa arab, serta arabkan al-Quran, karena ia turun dalam bahasa arab.”
  3. Ibnu Abbas mengatakan: “Saya tidak mengetahui apa makna dari ayat “Fathirissamawati walardh” sehingga saya mendengar seorang perempuan arab yang mengatakan: “ana fathartuha: ana ibtada’tuha.” Dan ia juga mengatakan: “jika ada makna al-Quran yang tersembunyi maka carilah dalam syair karena syair adalah diwan arab.”
  4. Ibnu Taimiyah berkata: “Allah telah menurunkan kitab-Nya dalam bahasa arab dan menjadikan Rasul-Nya menyampaikan al-Quran dan al-Hikmah dengan bahasa arab, dan orang-orang terdahulu juga berbicara dengan bahasa arab dan tidak ada jalan untuk mempelajari agama selain dengan bahasa arab, maka mempelajarinya termasuk bagain dari agaman dan sebagai syiar islam.”[2]
  5. Ar-Raazi mengatakan: “sumber untuk mengetahui al-Quran dan sunnah adalah bahasa arab baik nahwu atau sharafnya, dan banyak ilmu islam yang menggunakan bahasa ini, maka apa saja yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu tersebut, dan seorng mukallaf itu mampu, maka hukumnya wajib.
  6. Imam Syafi’I mengatakan: “barangsiapa yang ahli dalam masalah nahwu, akan terbuka baginya semua ilmu.” Dan juga “tidaklah aku ditanya tentang permasalahan fiqih kecuali aku menjawabnya dengan kaidah nahwu.” Dan juga “aku tidak ingin belajar bahasa arab kecuali agar bisa membantuku mempelajari fiqih.”
Baca juga:   Memahami Metode Tafsir Yang Benar

Perkataan Ali Bahasa tentang petingnya bahasa arab bagi penutut ilmu syar’i

  1. Ibnu Jinni mengatakan bahwa kebanyakan sebab sesatnya orang yang belajar syariat dan melenceng dari cara yang benar adalah lemahnya mereka dalam masalah bahasa arab.”
  2. Abu Hayan ketika memuji Sibawaih: “banyak ahli tafsir dan lainnya yang merujuk kepada perkataan Sibawaih, ia seorang ahli dalam masalah ini dan menjadi sandaran setiap masalah.”

Karena pentingnya pengetahun bahasa ini, ia dimasukkan dalam syarat seorang mufasir dan syarat seorang mujtahid.

Pentingnya Bahasa Arab bagi seorang Mufasir

Imam Zarkasyi berkata: “ketahuilah bahwa tidak berhak untuk menafsirkan orang yang tidak memahami hakikat bahasa, tidak cukup hanya belajar sebentar saja, terkadang ada lafaz yang mustarak, ia mengetahui salah satu makna sedang yang dimaksud adalah makan yang lain.”

Kemampuan bahasa arab semakin penting ketika kita dapatkan manusia semakin jauh dari bahasa yang fasih dan salim sehingga bisa membantu memahami al-Quran dan sunnah. Oleh Karena itu para ulama terdahulu sangat antusias untuk mengarang I’rab al-Quran dan maknanya sebagai bentuk pentingnya bahasa arab bahkan di antara kitab tersebut ada yang berjudul “Ma’ani al-Quran” yang menunjukkan pentingnya pengetahuna I’rab dalam memahami makna al-Quran.

Ilmu-ilmu yang mesti difahami bagi seorag mufasir

  1. Mengetahui perbedaan bahasa. Hal ini sangat penting dalam memilih kata yang sesuai dengan nash dan maksudnya. Contoh dalam ayat yang menyebutkan “ووجدك ضالا فهدى da yang menafsirkan dengan sesat (lawan darim petunjuk) ini tafsiran yang salah kaprah, ia menganggap bahwa sebelum 40 tahun masa kenabian nabi saw beraada dalam kesesatan sepreti orang jahiliyah lainnya. Tidak demikian karena Allah telah menjaga nabi saw dari perbuatan-perbuatan  buruk waktu jahiliyah. Dan tafsiran lainnya adalah al-Ghaflah dan ini adalah tafsiran yang benar.
  2. Mengetahui sighah sehingga tidak menafsirkan al-Quran dengan tafsiran yang tidak pantas
  3. Mengetahui perbedaan masalah I’rab karena suatu makan bisa berubah dengan berubahnya I’rab. Contoh membaca ayat: ولم يكن له كفوا أحد dengan cara merafa’kan كفوا dan menashabkan أحد ia bisa kafir, إنما يخشى الله من عباده العلماء dibaca dengan cara merafa’kan lafaz jalalah dan menashabkan la-Ulama, ia bisa kafir.
Baca juga:   Mispersepsi Surat Implementasi Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 Tahun 2019

Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com

Artikel terkait di Blog


[1] Idhah al-Wuquf wal Ibda’ Ibnu Basyar al-Anbari

[2] Iqtidha’ Shiratal Mustaqim: 162

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *