Doa untuk Pejuang Dua Garis Biru

AHMADBINHANBAL.COM – Hidup tidak pernah lepas dari ujian, rasa lemah bahkan putus asa tentu pernah kita rasakan. Alquran membuktikan posisinya sebagai Kalam Allah dengan memberikan jalan keluar dari keadaan-keadaan ekstrim kehidupan. Seperti kisah Nabi Zakariya alaihissalam.

Mustahil bagi Nabi Zakariya, tapi tidak bagi Allah

Nabi Zakariya alaihissalam tidak pernah kecewa berdoa. Saat itu, dia sudah tua dan istrinya divonis sudah mandul dan tidak bisa melahirkan anak. Nabi Zakariya alaihissalam telah berdoa sejak mudanya untuk meminta keturunan. Ia khawatir dengan masa depan generasinya bila dirinya tidak memiliki keturunan. Nabi Zakariya alaihissalam ingin memiliki seorang putra untuk menjadi penerus dakwahnya. Dia tidak mengharapkan seorang anak hanya untuk memuaskan keinginan semata.

Suatu malam dia berdiri berdoa di tempat kudusnya dan berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk memberkatinya dengan seorang putra yang baik. Dia sadar bahwa dia sudah lanjut usia dan istrinya mandul dan tidak dapat melahirkan. Dia memiliki keyakinan penuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang memiliki kekuatan untuk melakukan apapun yang Dia kehendaki. Dia mengetahui melalui wawasan kenabiannya bahwa Allah akan mengabulkan permintaannya. Dia akan diberkati dengan seorang anak yang akan menjadi penerusnya membimbing manusia ke jalan yang benar.

Allah subhanahu wa ta’ala lewat kasih sayang-Nya yang tak terbatas menghilangkan cacat dari kemandulan istrinya sehingga dia bisa menjadi seorang ibu. Dia melahirkan Nabi Yahya alaihissalam yang ditakdirkan untuk menjadi terhormat, suci, dan seorang nabi dari antara orang-orang benar. Nabi Zakariya alaihissalam merasa puas saat putranya tumbuh besar dan menjadi simbol kesalehan. Dia diberkahi dengan kebijaksanaan, ketaatan dan asketisme. Nabi Zakariya alaihissalam terus mendakwahkan agama Allah bahkan di usia tua.

Kisah Zakariya alaihissalam ini menjadi inspirasi pasangan ‘Pejuang Dua Garis’ yang sedang mengharapkan kehadiran buat hati. Allah subhanahu wa ta’ala menguatkan keyakinan hamba-Nya dengan kisah Zakariya bahwa manusia hanya perlu berdoa dan yakin bahwa Dia tidak akan pernah mengecewakan hamba-Nya dan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai Tuhan yang Maha Berkehendak bisa melakukan apa saja atas kekuasaan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Nabi Zakariya dengan kelahiran Nabi Yahya.

Nabi Zakariya alaihissalam berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk diberikan keturunan dalam dua ayat Alquran; QS. Ali Imran ayat 38 dan  Qs. Al Anbiya’ ayat 89.

رَبِّ هَبْ لِى مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ

rabbi hab lī mil ladungka żurriyyatan ṭayyibah, innaka samī’ud-du’ā`

“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”.

رَبِّ لَا تَذَرْنِى فَرْدًا وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْوَٰرِثِينَ

rabbi lā tażarnī fardaw wa anta khairul-wāriṡīn

“Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”

Penantian Panjang Nabi Ibrahim

Selain Nabi Zakariya alaihissalam, Nabi Ibrahim alaihissalam juga menjadi contoh bermunajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala meminta keturunan anak salih salihah.

Ketika Nabi Ibrahim alaihissalam berhijrah dari Syam ke kota Makkah, Nabi Ibrahim alaihissalam mengharapkan kelahiran seorang anak yang akan menjadi penerus dakwahnya. Kala itu beliau berdoa:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِيْنَ

Rabbi hab lî minas shâlihîn

“Tuhanku, berikanlah aku seorang anak yang saleh.” (Surah As-Shaffat ayat 100).

Nabi Ibrahim alaihissalam tidak henti-hentinya berdoa memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar diberikan keturunan dari istri pertamanya, setelah sebelumnya dikaruniai Ismail dari istrinya yang kedua.

Ketekunan doa dari Nabi Ibrahim alaihissalam membuahkan hasil, Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkannya dengan memberikan anak yang akan menjadi seorang Rasul. Kelahiran Ishaq subhanahu wa ta’ala adalah mukjizat karena Sarah sudah divonis mandul dan ketika dia akhirnya melahirkan, Sarah sudah berumur 90 tahun.

Belajar Kesabaran dari Aisyah dan Asiyah

Setelah belajar optimisme dan husnuzan (terhadap segala ketetapan-Nya) dari Nabi Zakaria dan Nabi Ibrahim alaihimassalam, kita juga belajar kesabaran dari wanita paling mulia di dunia yaitu Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu anha dan Asiyah binti Muzahim. Keduanya ditakdirkan Allah subhanahu wa ta’ala tidak memiliki keturunan, karen keturunan adalah hak prerogatif Allah subhanahu wa ta’ala (lihat QS. Asy-Syuara: 49-50). Meski demikian, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kedudukan luar biasa atas kesabarannya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memuji mereka dalam Sabda berikut, “Orang yang mulia dari kalangan laki-laki banyak, namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah Maryam binti Imran dan Asiyah istri Fir’aun. Dan keutamaan Aisyah atas semua wanita seperti keutamaan tsarid atas semua makanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Aisyah radhiyallahu anha adalah istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dunia dan akhirat, istri yang paling dicintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, istri yang cerdas dan banyak meriwayatkan hadis, ketika terjadi fitnah tuduhan zina kepada Aisyah, Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan wahyu yang membersihkan namanya, dan tatkala Rasul shallallahu alaihi wasallam wafat, Beliu wafat di dekapan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah radhiyallahu anha.

Asiyah adalah istri dari Fir’aun sekaligus ibu angkat dari nabi Musa alaihissalam. Ketika Musa dewasa, dakwahnya berhasil membuat Asiyah beriman dan mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala. Melihat hal itu, Fir’aun berang, beragam siksaan dan kekejian dialamatkan kepadanya.

Asiyah adalah perempuan istimewa yang mempunyai kesabaran luar biasa dalam menghadapi siksaan dari suaminya, Fir’aun. Di tengah gempuran siksaan, Asiyah berdoa agar dibangunkan rumah di surga, diselamatkan dari Fir’aun dan kaum yang zalim. Dan Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doanya, ia tidak hanya diberikan rumah yang ia minta, tetapi Allah jadikan Asiyah pemimpin wanita di surga.

Dalam Musnad Ahmad, Musykil al-Atsar untuk Thahawi dan Mustadrak al-Hakim, dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wasallam menggaris empat garisan di tanah, kemudian beliau bertanya: apakah kalian tahu apa makna dari garisan ini? Para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Rasulullah Shallallāhu’alaihi wasallam bersabda: “Perempuan ahli surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam putri Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Firaun.”

Maka sejarah menjadi bukti bahwa letak kemuliaan seorang wanita pada aspek ruhaniyah dan spiritualnya. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Semuanya adalah ruh yang ditiupkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Nilai plus manusia dibandingkan makhluk lain adalah aspek ruhaniah dan spiritulnya. Inilah identitas manusia yang sebenarnya.

Jika kemuliaan seorang wanita ada pada pernikahannya, bagaimana dengan Maryam binti Imran yang melajang hingga akhir hayatnya?

Jika kemuliaan seorang wanita ada pada hartanya, bagaimana dengan Fatimah bin Rasululllah yang bersahaja dalam hidupnya?

Jika kemuliaan seorang wanita ada pada suaminya, bagaimana dengan Asiyah binti Muzahim, istri Firaun, manusia paling hina di alam semesta?

Jika kemuliaan seorang wanita ada pada putranya, bagaimana dengan Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasulullah yang tidak memiliki anak?

Nabi Musa dan Seorang Wanita

Kisah di zaman Nabi Musa alaihissalam berikut juga perlu kita jadikan ibrah. Dikisahkan pada zaman dahulu ada seorang wanita datang kepada Nabi Musa alaihissalam, wanita ini berkata ”Wahai Nabi Musa, aku sudah lama menikah tapi aku tak kunjung dikaruniai anak, aku ingin sekali dikaruniai seorang anak. Tolong sampaikan keinginanku ini kepada Allah melalui doa mu”.

Nabi Musa alaihissalam pun mengiyakan keinginan wanita ini. Setelah wanita ini pergi pulang ke rumahnya, Nabi Musa alaihissalam berdoa kepada Allah “Ya Allah hari ini ada wanita yang datang kepada ku, dia mengharapkan dikaruniakan seorang anak oleh-Mu”.

Setelah itu Allah menjawab doa Nabi Musa alaihissalam “Wahai Musa, Aku telak mentakdirkan wanita itu menjadi wanita yang mandul. Wanita itu tidak akan bisa mempunyai seorang anak yang dilahirkan dari rahimnya”.

Nabi Musa alaihissalam pun mengerti jawaban doanya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Setelah beberapa hari wanita itu datang kembali kepada Nabi Musa alaihissalam untuk yang kedua kali “Wahai Nabi Allah, apakah telah kamu sampaikan keinginanku untuk memiliki seorang anak yang terlahir dari rahimku kepada Allah?”

Nabi Musa alaihissalam menjawab “Sudah aku sampaikan keinginanmu kepada Allah subhanahu wa ta’ala tetapi Allah subhanahu wa ta’ala telah menakdirkan kamu menjadi wanita yang mandul, tidak bisa memiliki keturunan”.

Wanita ini pun menjawab “sampaikan sekali lagi keinginanku kepada Allah…”

Nabi Musa alaihissalam sekali lagi mengiyakannya tetapi lagi-lagi Nabi Musa alaihissalam mendapatkan jawaban yang sama dari Allah subhanahu wa ta’ala bahwa wanita ini sudah ditakdirkan mandul atau tidak bisa memiliki keturunan.

Setelah beberapa lama wanita ini tidak kunjung datang menemui Nabi Musa alaihissalam, hingga pada suatu hari wanita ini datang kembali menemui Nabi Musa sambil menggendong seorang anak. “Anak siapakah itu ?”, tanya Nabi Musa heran. “Ini anakku”, jawab wanita itu.

Setelah itu Nabi Musa alaihissalam bertanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala “Ya Allah bagaimana bisa wanita ini memiliki seorang anak yang terlahir dari rahimnya sementara engkau telah mentakdirkannya menjadi wanita yang mandul?”

Allah-pun menjawab pertanyaan Nabi Musa “Wahai Musa, hamba-Ku ini tidak henti-hentinya berdoa kepadaku dengan memanggilku ‘Yā Ārḥamarrāḥimīn’. Dia berdoa, lalu Ku tentukan dia mandul. Kemudian dia berdoa lagi, lalu Ku tentukan mandul. Kemudian dia berdoa lagi dan lagi sambil menyebut Maha Pengasih…Maha Pengasih. Maka aku kabulkan doanya, karena Kasih Sayang-Ku melebihi Ketentuan-Ku.”

Hasan Al-Bashri dan Buah dari Istighfar

Seseorang pernah mengadu mengenai kondisi kelaparan kepada Hasan Al-Bashri. Maka beliau berkata kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah!’.

Yang lain berkata kepada beliau, “Berdoalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar Dia menganugerahiku seorang anak!” Maka beliau berkata kepadanya, “Beristighfarlah kepada Allah!

Yang lain mengadukan lagi tentang kegersangan kebunnya. Maka beliau berkata kepadanya, “Beristighfarlah kepada Allah!”.

Merasa heran, Rabi’ bin Shabih berkata kepada beliau, “Beberapa orang telah mendatangimu untuk mengadukan berbagai macam perkara, namun engkau hanya memerintahkan kepada mereka agar beristighfar?”

Beliau pun menjawab, “Apa yang telah kuucapkan itu sedikitpun bukan dari diriku sendiri. Sebab, Allah berfirman,

فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًۭا() يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًۭا () وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍۢ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّـٰتٍۢ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَـٰرًۭا  ()

“Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun (10) Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu (11) dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (12)

Sedekah dan Ikhtiar Lainnya

Selain ikhtiar dan berdoa, bagi orang yang ingin mendapatkan keturunan disarankan juga memperbanyak sedekah, hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut.

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ ayat 39)

Abu Hanifah meriwayatkan dalam kitab ‘Al-Arbaun al-Muktarah min Hadis al-Imam Abi Hanifah’ hadis nomor 40 dari Jabir bin Abdullah bahwa seseorang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak dikaruniai seorang anak pun sehingga saya tidak memiliki anak.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda.

فَأَيْنَ أَنْتَ عَنِ الاِسْتِغْفَارِ وَكَثْرَةِ الصَّدَقَةِ يَرْزُقُ اللهُ بِهِمَا الْوَلَد

“Sudahkah kamu memperbanyak beristighfar dan bersedekah, kamu akan dikaruniai (anak) berkat keduanya.”

Orang itu akhirnya meperbanyak istighfar dan sedekah. Jabir bin Abdullah berkata, “Dan orang itu dikaruniai sembilan anak laki-laki.” Ali bin Muhammad Al-Kinani dalam kitab ‘Tanzih As-Syari’ah’ menyebutkan tujuh anak laki-laki.

Harapan setiap suami istri adalah memiliki keturunan, Namun kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Bukan kehidupan namanya jika tidak ada ujian. Pun dalam berumah tangga. Tantangan itu pastilah ada.

Cinta suami ke istri diuji dalam kondisi ketika istri belum juga hamil. Istri yang belum juga hamil padahal usia pernikahan sudah lama, akankah membuat suami menyalahkan istrinya? atau mencoba mencari solusinya bersama-sama? Bisa saja yang bermasalah adalah suami, bukan istri.

Bagi para ‘pejuang dua garis biru’, terus sabar, usaha dan iringi doa, dan temani istri dalam perjuangan. Teriring permohonan doa pembaca, agar saya dan istri juga segera diberikan amanah keturunan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kami sedang berusaha bersama dan terus menguatkan.

***

Referensi:

Jumal Ahmad. 2023. Tadabbur Doa Sehari Hari, Jakarta, Islamic Character Development

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *