Mendidik Anak Dengan Dialog

Dialog merupakan salah satu metode mendidik yang sangat baik. Dengan dialog seseorang tidak merasa digurui. Dengan dialog, akan terungkap motif atau faktor dilakukannya sebuah perbuatan. Dialog selalu dibutuhkan dalam sebuah proses pendidikan. Tanpa dialog sebuah pendidikan tidak akan lancar dan sulit membuahkan hasil yang diharapkan.

Allah Swt lewat Al-Quran telah memberikan pelajaran berharga bagi manusia. Ayat ayat ini sering dibaca dan diulang-ulang namun belum banyak yang mengetahui mutiara darinya yaitu kisah dialog antara Allah Swt dan Iblis la’natullah ‘alaih.

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (12) قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ (13) قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (14) قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (15) قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16)

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. 13. Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”. 14. Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. 15. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh”. 16. Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. (Qs. Al-A’raf [07]: 12-16)

Allah yang Maha Tinggi saja mau berdialog dengan makhluk yang hina seperti Iblis, lalu jika kita tidak mau berdialog dengan anak atau murid apakah mereka lebih hina dari Iblis? Tentu tidak bukan. Lewat ayat ini Allah ingin memberikan pelajaran agar manusia mau berdialog dengan orang yang lebih rendah sekalipun sebagaiamana Allah Swt berdialog dengan Iblis.

Demikian pentingnya dialog, maka dalam banyak kesempatan Rasulullah Saw menggunakan metode ini dalam mendidik para Sahabatnya.

Dialog Membuat Anak Merasa Dihargai

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَأْ عَلَيَّ قَالَ قُلْتُ أَقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ إِنَّنِي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي فَقَرَأْتُ حَتَّى إِذَا بَلَغْتُ { فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا }

قَالَ رَأَيْتُ عَيْنَيْهِ تَذْرِفَانِ دُمُوعًا

Dari Abdullah ia berkata, Nabi Saw bersabda: “Bacakanlah (Al-Quran) untukku”. Lalu ia berkata, ‘Apakah saya akan membacakan (Al-Quran) untukmu, sedangkan Al-Quran ini turun kepadamu’? Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku senang mendengarkan (bacaan Al-Quran) dari orang lain”. Saya pun membacanya sampai ketika tiba pada ayat: ‘Fakaifa idzaa ji’naa min kullii ummatin syahiidan wa ji’naa bika ‘alaa haaulaai syahiiidan’ (Bagaimana jika kelak setiap umat kami datangkan seorang saksi dan engkau (Muhammad) kami datangkan kepada mereka sebagai saksi)’. Ia berkata: “Saya melihat kedua mata beliau bercucuran mata”. (HR. Ahmad  No 3424)

Rasulullah saw tidak segan-segan melayani anak-anak berdialog seperti diceritakan dalam hadit di atas. Ketika beliau meminta kepada Abdullah untuk membacakan Al-Quran kepadanya, Abdullah bertanya, apakah ia membacakan Al-Quran kepada Rasulullah Saw padahal Al-Quran diturunkan kepada beliau. Pertanyaan ini disambut dengan jawaban yang menyenangkan diri Rasulullah Saw sehingga Abdullah bangga membacakan Ayat Al-Quran kepada beliau.

Orang tua dan pendidik bisa mengambil pelajaran perlunya membuka dialog dengan anak-anak, dialog merupakan langkah untuk mengakrabkan hubungan orang tua/ pendidik dengan anak.

Dialog dan Perumpamaan Membuat Anak Lebih Termotivasi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا

Dari Abu Hurairah ra, ia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Bagaimana pendapat kalian kalau ada sebuah sungai mengalir di depan rumah salah seorang di antara kalian, lalu setiap hari dia mandi di sungai itu sebanyak lima kali, apakah masih ada kotoran yang melekat pada tubuhnya? Para Sahabat menjawab; “Tentu tidak lagi kotoran yang melekat pada tubuhnya”. Rasulullah Saw bersabda: “Begitulah shalat lima waktu, Allah akan menghapuskan dosa-dosa dengan shalat tersebut”. (HR. Bukhari Muslim)

Dampak yang ditimbulkan dialog seperti ini akan berbeda dengan orang yang hanya menyuruh ‘Shalatlah kalian! Kalau tidak shalat kalian akan berdosa’. Metode dialog dan perumpamaan seperti ini lebih memotivasi anak untuk melakukan sebuah perbuatan, karena merasa tidak digurui bahkan dihormati dan dihargai.

 Dialog Membuat Anak Bebas Melontarkan Pendapat

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ قَالُوا مَهْ مَهْ فَقَالَ ادْنُهْ فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا قَالَ فَجَلَسَ قَالَ أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ

Dari Abu Umamah ra menceritakan bahwa seorang pemuda telah datang menghadap Nabi Saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina” Orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri dan memaki “celaka engkau, celaka engkau, celaka engkau”. Rasulullah saw mendekati pemuda itu dan duduk di sampingnya. Kemudian terjadilah dialog yang panjang antara Rasulullahj saw dengan pemuda itu:

Rasulullah Saw: “Apakah engkau ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu?

Pemuda: “Sekali-kali tidak. Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”

Rasulullah Saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu?

Pemuda: “Sekali-kali tidak. Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”

Rasulullah Saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuan bapakmu?

Pemuda: “Sekali-kali tidak. Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”

Rasulullah Saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara perempuan bapak mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuan ibumu?

Pemuda: “Sekali-kali tidak. Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”

Rasulullah Saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara perempuan ibu mereka.

Kemudian Rasulullah Saw memegang dada pemuda itu seraya berdoa “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya!” Setelah peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif. (HR. Ahmad no 21185)

Perhatikan bagaimana Rasulullah Saw menyadarkan pemuda tersebut tentang tercelanya perbuatan zina dengan menggunakan metode dialog. Rasulullah Saw mengajak pemuda itu memposisikan dirinya sebagai seseorang yang paling dekat dengan objek perbuatan zina itu. Bagaimana kalau dia adalah putra dari seorang yang dizinahi, atau ayah dari seorang yang dizinahi atau saudara kandung yang dizinahi.

Dengan cara ini pemuda tersebut langsung sadar bahwa kalau dia sendiri merasa marah dan tidak rela kalau ibu, putri, saudari atau bibi dizinahi maka demikian juga dengan orang lain. Mereka jelas tidak akan terima kalau orang yang mereka cintai menjadi alat pemuas nafsu.

Pada hadits di atas, Rasulullah Saw menunjukkan contoh menjadi pendidik yang baik. Beliau tidak marah dengan pertanyaan pemuda, kemudian beliau tidak marah seperti sahabat yang lain dan meminta si pemuda duduk dekat dengan beliau. Ini merupakan langkah awal yang baik untuk memecahkan masalah si pemuda. Kemudian beliau menggunakan metode dialog sehingga anak dapat melontarkan pendapatnya dengan bebas.

Dialog Yang Memotivasi untuk Beribadah

Dari Abu Hurairah  ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda :

         مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Siapakah di antara kalian yang pagi ini sedang berpuasa?”. Abu Bakar menjawab : “Aku.” Beliau bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini telah mengantarkan jenazah?” Abu Bakar menjawab: “Aku.” Beliau bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini telah memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab: “Aku.” Beliau bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini telah menjenguk orang sakit?”. Abu Bakar menjawab : “Aku.” Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah semua itu ada pada seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga.” ( HR. Muslim : 1707 )

Hadits di atas memberikan pelajaran hendaknya seorang muslim berusaha mengumpulkan di dalam dirinya  amalan-amalan pribadi dan amalan-amalan sosial yang bermanfaat bagi orang banyak. Dan hendaknya lebih memperbanyak amalan sosialnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra.

Dengan Teknik dialog seperti Nabi di atas bisa memotivasi anak untuk melakukan amalan amalan utama.

Demikian, semoga bermanfaat. Kami tunggu komentarnya di kolom yang sudah disediakan.

Referensi:

  • Metode Rasulullah Saw dalam Mendidik oleh Yendri Junaidi, MA
  • Tarbiyah Rasulullah, Najib Khalid Al-‘Amr
  • Human Touch, Dr. Muhammad Muhammad Badri
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *