Pada tanggal 26 April 2025 yang lalu, tepatnya jam 11 siang waktu Amerika Serikat dan sekitarnya dan 11 malam waktu Indonesia, saya mengikuti seminar online tentang pendidikan Islam dari Center for Islam in The Contemporary World (CICW) dari Shenandoah University, Virginia, Amerika Serikat.
CICW menghadirkan seorang ahli pendidikan Islam bernama Omaira Alam yang mengetengahkan pembahasan tentang A Dignified Way.
Mengeksplorasi cara-cara yang dapat digunakan guru untuk mengembangkan ekosistem kelas yang selaras dengan pedagogi profetik, yang dibalut dengan adab, dan empati.
Setelah mengenalkan tentang dirinya dan metode A Dignified Way-nya, ia mulai tujuan pendidikan Islam dengan menyebut beberapa istilah dalam pendidikan yaitu ta’lim (instruction), tarbiyah (nurturing, fostering), ta’dib (refinement), dan tazkiyah (purification).
Dari 4 aspek tersebut, ia fokus kepada konsep Adab yang memiliki makna paling dekat dengan A Dignified Way.
Ta’dib
Konsep Adab atau Ta’dib sebagai sebuah konsep pendidikan, dikenalkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas yang mendefinisikan Ta’dib sebagai;
Proses mendisiplinkan diri secara menyeluruh, mencakup tubuh, pikiran, dan jiwa, untuk membantu seseorang mengenali dan memahami tempatnya di dalam dirinya sendiri, keluarga, dan komunitas.
Proses ini bertujuan agar seseorang dapat berperilaku sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam hal ini Konsep Ta’dib relevan dengan konsep pendidikan karakter yang keduanya bersama-sama dalam maksud meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan.
Pengertian Adab menurut Zaytuna College
A Complex set of meanings including decency, comportment, decorum, etiquette, manners, morals, propriety, and humanness
Yaitu serangkaian makna yang kompleks meliputi kesopanan, kesusilaan, etiket, tata krama, moral, kepatutan, dan kemanusiaan.
Adab merupakan proses penting dari sebuah pendidikan dan hasil dari proses pendidikan tersebut. Adab menjadi tanggung jawab para guru dalam sekolah Islam.
Kedisiplinan
Dalam konteks pendidikan, disiplin didefinisikan sebagai metode untuk mengarahkan perilaku.
Atau dalam pengertian lain, suatu sikap moral siswa di sekolah yang dibentuk dengan serangkaian proses-proses perilaku dengan menunjukkan nilai-nilai kepatuhan; ketaatan; keteraturan.
Ibnu Khaldun berprinsip bahwa peserta didik harus memiliki sifat mulayyanah /lemah lembut, artinya dalam pendidikan Islam mengharuskan pendidik tidak memperlakukan subjek didik secara kasar. Karena paksaan terhadap fisik dalam pendidikan sangat membahayakan peserta didik.
Ibnu Khaldun mengemukakan:
Kekerasan terhadap peserta didik akan menyebabkan sempit hati, sifat yang melemahkan semangat bekerja dan menjadikan pemalas dan menjadikan anak/peserta didik memiliki sikap berdusta serta menimbulkan kecenderungan untuk berbuat buruk karena takut dijangkau oleh tangan-tangan kejam. Akibat lainnya lebih lanjut anak cenderung menipu dan berbohong, maka hancurlah makna kemanusiaan yang ada dalam dirinya.
Nabi Muhammad saw. adalah seorang Murabbi, sebuah kata yang masuk ke dalamnya aktivitas mengajar, mentoring, pemberi nasehat dan pemberi petunjuk. Merupakan pusat dari misi kenabian dan puncak kesuksesan revolusi sosial.
Sebagai pendidik, Muhammad saw. adalah seorang Rasul yang memperkenalkan dirinya sebagai seorang guru.
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلاَ مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengutus aku sebagai manusia yang membuat kekerasan dan tidak juga kemudaratan, akan tetapi Dia mengutus aku sebagai seorang pendidik dan orang yang memudahkan” HR Muslim
Hadis ini menunjukkan upaya Nabi Muhammad saw, untuk mendidik para Sahabat sehingga menjadi pribadi yang baik, karena suhbah dan tarbiyah Nabi.
Beliau menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan dan pertumbuhan individu melalui karakter dan teladannya sendiri. Dia menginspirasi orang lain untuk menjadi seperti dia, mereka ingin mendengarnya karena hal itu sangat menyenangkan bagi mereka. dia menciptakan lingkungan pertumbuhan, pertumbuhan karena mencari ridha Allah.
Namun, saat ini kita melihat telah hilangnya suhbah dan tarbiyah di rumah atau di sekolah dan stakeholder sekolah untuk memanifestasikan sunnah atau tarbiyah Nabi ke anak didik.
Pedagogi Nabi
Seorang anak terkadang ingin di notif dan terasa terhubung. Ia bisa saja membuat keributan, teriak, dan lainnya.
Guru mestinya membuat suasana yang nyaman, penting dan merasa memiliki. Mendorong perilaku mencari perhatian yang positif.
Kisah Hanzalah
Hanzhalah r.a. bercerita: Suatu hari kami menghadiri majelis Rasulullah saw.. Beliau memberikan nasihat kepada kami, nasihat itu membuat hati kami lembut sehingga kami menangis mencucurkan air mata, seolah-olah kami melihat Surga dan neraka seperti yang diceritakan oleh beliau.
Sepulangnya dari majelis Rasulullah saw. saya kembali ke rumah menemui anak istri saya. Lalu bercanda dengan anak-anak saya dan bercumbu dengan istri saya, kemudian kami mulai membicarakan masalah keduniaan. Suasana di rumah berbeda sekali dengan suasana di majelis Rasulullah saw..
Jika tadi saya merasa takut, tetapi kini saya merasa gembira. Tiba-tiba saya berkata dalam hati, “Hanzhalah, engkau kini telah menjadi munafik. Nyatanya, keadaanmu ketika berada di hadapan Rasulullah saw. jauh berbeda dengan keadaan sekarang ketika kamu berada di rumah.”
Saya merasa sangat sedih dan kecewa terhadap diri saya. Saya pun keluar rumah sambil berkata, “Hanzhalah telah menjadi munafik.” Ketika saya bertemu dengan Abu Bakar, saya terus berkata demikian. Abu Bakar berkata, “Subhanallah! Apa yang engkau katakan? Sekali-kali Hanzhalah bukanlah seorang munafik.”
Saya berkata, “Ketika kita mendengar nasihat Nabi saw, saya merasa surga dan neraka betul-betul di depan kita. Tetapi ketika pulang bertemu dengan keluarga, kita melupakan kampung akhirat.”
Abu Bakar r. a. berkata, “Ya, keadaan saya juga demikian.” Kemudian kami berdua menghadap Rasulullah saw..
Saya berkata, “Ya Rasulullah, saya telah menjadi orang munafik.”
Nabi saw. bertanya, “Apa yang telah terjadi?”
Saya berkata, “Ya Rasulullah, jika kami berada di majelismu dan engkau menceritakan tentang Surga dan neraka kepada kami, kami merasa takut. Tetapi jika kami kembali ke rumah menjumpai anak istri kami, bercanda dan bermain bersama mereka, kami melupakan Surga dan neraka.”
Mendengar penjelasan saya, Nabi saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, jika setiap saat keadaanmu seperti ketika berada di dekat saya, niscaya para malaikat akan turun mengucapkan salam kepadamu di tempat tidurmu dan ketika kamu sedang berjalan. Tetapi wahai Hanzalah, keadaan seperti ini jarang terjadi.”
Ada kalanya, seorang murid atau siswa merasa marah. Guru perlu mengajarkannya untuk merelease emosi secara baik.
Kisah Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib berada dalam sebuah peperangan. Saat menghadapi lawannya, Ali bin Abi Thalib dalam posisi unggul. Ketika hendak menebas musuhnya, sang lawan meludahi wajah sepupu Rasulullah SAW ini.
Seketika Ali menahan diri. Ia terdiam. Sang musuh heran. “Wahai Ali, kenapa engkau tidak jadi melawanku?”.
Setelah itu, Ali pun menjawab, “Ketika aku menjatuhkanmu, aku ingin membunuhmu karena Allah. Akan tetapi ketika engkau meludahiku, maka niatku membunuhmu karena amarahku kepadamu,” kata Ali.
Sikap ini teladan dari seorang sahabat Rasulullah SAW. Ia tahu, menjadi marah akan menghilangkan akal dan pikiran. Satu hal yang tak kehendaki ketika seseorang ingin memperoleh kemuliaan dari Sang Pencipta. Bisa saja Ali menebas lawannya. Namun, Ali RA memilih menahan amarahnya.
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, seorang sahabat pernah meminta nasihat kepada Rasulullah SAW. “Berilah saya nasihat wahai Rasulullah,” ujarnya. “La taghdab (jangan engkau marah),” jawab Rasulullah singkat. Lelaki itu kembali mengulang pertanyaannya, tapi jawaban Rasulullah tetap saja sama baginya. (HR Bukhari).
Imam Nawawi mengatakan, makna dari jangan marah ini dalam hadis Rasulullah SAW tersebut adalah jangan sampai seseorang menumpahkan kemarahan, sehingga membutakan hatinya. Ketika seorang ingin marah, ketika itulah ia harus bisa menguasai dirinya. Sehingga, rasa marah tidak mempengaruhinya untuk bisa berpikir, berucap, dan mengambil keputusan dengan baik dan hati yang jernih.
Sumber:
Seminar Online Prophetic Pedagogy: A Dignified Way with Omaira Alam, dari Center for Islam in The Contemporary World (CICW) dari Senanondah University, Virginia, Amerika Serikat. 26 April 2025.
Link terkait.
Tentang CICW: https://www.contemporaryislam.org/about-the-center.html
Shenandoah: https://www.su.edu/
Rasulullah sebagai guru dan pendidik, https://ahmadbinhanbal.com/rasulullah-saw-sebagai-guru-dan-pendidik/, Juni 11, 2021