Sagu Vs Beras

Sebagian besar nenek moyang Indonesia sebenarnya kurang mengenal beras. Orang dulu memenuhi karbohidratnya dengan ubi jalar, jagung, kentang, singkong dan sagu. Dengan makanan itu, bangsa kita sudah terkenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit. Lalu kenapa bangsa Indonesia lebih banyak memakan beras (nasi)? Simak ulasannya berikut.


Padi atau beras adalah tumbuhan yang perlu penanganan serius dan melibatkan banyak faktor dan orang. Beras cocok pada struktur masyarakat Jawa berpopulasi banyak dan berkontur tanah datar. Namun tidak untuk masyarakat Indonesia Timur dan sebagian Sumatera di Kepulauan Mentawai.

Kenapa beras/padi dipaksakan di dua daerah tersebut?

Kemungkinan ada beberapa faktor.

  1. Pemerintahan dahulu harus memastikan swasembada pangan tercapai dan padi merupakan varietas yang bisa diukur.
  2. Perlu dibangun bendungan untuk pengairan dengan sistem proyek.

Dunia global kerap mengukur taraf sebuah bangsa dengan ketersediaan pangan standar. Pemerintah masa lalu memakai beras sebagai alat ukur pangan satu-satunya.

Padahal sagu yang merupakan pangan lokal dan sudah sejak lama menjadi sumber karbohidrat penduduk di wilayah pedalaman Mentawai. Kondisi alam membuat sagu dapat tumbuh mengikuti struktur alam yang ada di wilayah tersebut.

Mengenal Sagu dan Khasiatnya

Sagu sebagai sumber pangan lokal sangat mudah dilihat. Tidak perlu lahan luas dan budidayanya mudah, khususnya di daerah rawa seperti Mentawai. Pohon sagu tidak membutuhkan penjagaan yang optimal, berbeda dengan padi/beras membutuhkan penanganan khusus dan teliti.

Saya pernah menemui Bapak Hilmi Panigoro sebagai dewan pembina Aksi Peduli Bangsa, berpesan agar dalam program pemberdayaan di Mentawai jangan memaksa mereka mengonsumsi beras, biarkan mereka menikmati makanan dari nenek moyang mereka, sagu. Tanah Mentawai sangat subur dan disana tumbuh subur tanaman sagu, artinya itulah anugerah Tuhan memberikan alam dengan tanaman yang sesuai dengan mereka.

Di sisi lain, pembuat kebijakan pertanian hendaknya tidak lagi menentukan keberhasilan pangan suatu daerah dengan padi/beras. Biarkan masyarakat mengonsumsi makanan tradisional yang sudah dikonsumsi leluhur.

Sagu sejak dulu menjadi sumber utama karbohidrat di Mentawai. Pohon sagu banyak tumbuh subur di rawa-rawa. Tanpa ditanam, tanaman ini bisa berbiak sendiri melalui tunasnya yang akan memenuhi rawa dan tak ada habisnya. Karena pentingnya sagu bagi orang Mentawai, mereka mewajibkan setiap keluarga baru menanam beberapa batang tunas sagu di tempat yang sudah banyak dipanen untuk jaminan hidup bagi anaknya kelak.

Sagu di Siberut tumbuh besar dan tinggi, bisa mencapai 12 meter dalam waktu 8 tahun. Sagu bisa memberikan hasil yang banyak dengan kerja yang sedikit. Sebatang sagu sepankang 15 meter bisa menyediakan makanan selama tiga bulan untuk satu keluarga.

Dari batang sagu yangg ditebang dan dipotong-potong, dipilih potongan paling muda untuk dibuat batra atau ulat sagu. Batang sagu dibelah, satu sisi batang sagu dibiarkan terbuka dengan memberi ganjalan sebilah kayu agar tawon besar bertelur di celah batang yang mengandung sagu dan perlahan-lahan meragi. Selama 7-12 minggu di dalam batang sagu sudah berkembang ulat-ulat sagu berwarna putih besar. Sumber protein yang penting dan sangat disukai.

Bagian lain dari pohon sagu yang masih berguna adalah daun bisa digunakan untuk atap rumah, kulit pohon yang keras untuk jalan setapak di halaman rumah, bahan membuat kerangjan atau kayu bakar.

Sagu dibuat tepung untuk makanan pokok, dibuat menjadi makanan seperti obuk atau kapurut. Obuk adalah sagu yang dimasak dalam bambu, sedangkan kapurut sagu yang dimasak dalam daun sagu. Untuk membuat obuk, gumpalan tepung sagu yang basah diparut dari parutan yang dibuat dari bilah-bilah bambu sehingga tepung menjadi halus.

Kemudian tepung dimasukkan ke dalam bumbung bambu tipis ukuran kecil. Bambu berisi sagu disusun di atas tungku dan di bakar di atas api sekitar 10 menit. Setelah matang, bamu dibelah dan sagu di dalamnya siap dihidangkan.

Ulat Sagu disebut Batra memiliki banyak khasiat. Saya pernah mencari Batra bersama anak-anak di Dusun Buttui. Video sederhananya berikut ini.

Kondisi Sagu di Mentawai

Kini Sagu di Mentawai mulai digeser beras, pemerintah menggalakkan penanaman padi ladang sejak lima tahun terakhir, walaupun hasilnya tidak begitu subur. Lahan sagu mulai terdesak oleh pembukaan ladang dan sawah baru.

Sejak zaman Orde Baru, Mentawai menjadi sasaran program pembangunan oleh pemerintah. Salah satunya ialah program berkaitan dengan pangan. Program cetak sawah yang dicanangkan pada tahun 2012 seluas 600 ha harus tercapai.

Namun, orang Mentawai tidak memiliki pengetahuan tentang pertanian padi-sawah. Karena
itu, upaya peralihan dari sagu ke beras menjadi pelik. Sagu bukan hanya sebagai pangan. Namun, juga terkait dengan kehidupan sosial budaya, seperti upacara adat dan Arat Sabulungan.

Dengan berubahnya makanan orang Mentawai, kebudayaannya juga ikut berubah, bahkan hilang. Penelitian oleh Ade Irwandi dan Kris Irwandi Saleleubaja menunjukkan betapa rapuhnya orang Mentawai yang diintervensi melalui program pembangunan, seperti relokasi
dan pembukaan lahan sawah yang membuat sagu semakin menipis dalam lingkungan mereka.

Politik ekologi yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia mengakibatkan ruang-ruang hidup orang Mentawai terganggu dan kian berubah. Sagu yang menjadi makan utama kini digantikan dengan beras yang dilabeli dengan maju dan modern.

Jumal Ahmad/ Aksi Peduli Bangsa

Sumber:

  • [1] Diskusi dengan Bapak Hilmi Panigoro
  • [2] Dari Sagu ke Beras: Perubahan Kehidupan Sosial Budaya Orang Mentawai, Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021. (link)
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *