Ringkasan Buku Islam dan Sekulerisme: Islam – Konsep Agama Serta Dasar Etika dan Moralitas

Islam dan Sekulerisme – Menurut Syed Naquib Al Attas, Islam adalah agama yang benar di sisi Allah dan agama bagi umat Islam yang disebut sebagai Muslim. Islam merupakan agama yang mengajarkan konsep akhlak dan bukan hanya fokus pada aspek kepercayaan saja.

Salah faham terhadap Islam muncul ketika manusia keliru atau salah memahami agama, Islam, ilmu dan asas moral dan etika. Islam: Faham Agama dan dan Asas Akhlak ditulis oleh Syed Al Attas untuk menjelaskan salah faham terhadap konsep agama, Islam, dasar etika dan moral. Buku ini pertama terbit pada tahun 1977 yang merupakan bahan kajian dalam bahasa Inggris pada muktamar Islam Antarbangsa di London tahun 1976. Kemudian diterbitkan ke dalam salah satu bab (Bab III) dalam buku Islam and Secularism (1978), yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Khalif Muammar dalam syarah buku Islam dan Sekulerisme di Atco College, menjelaskan bahwa salah faham terhadap Islam mulai terjadi ketika seseorang tidak dengan jelas yang menyebabkan keliru terhadap konsep utama dalam Islam seperti ketuhanan, iman, ilmu dan dasar etika dan moralitas.

Contoh salah faham menurut Ust. Khalif adalah memahami Islam hanya ritual saja, hanya rukun Islam yaitu mengucapkan syahadat, shalat lima waktu, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadan dan menunaikan ibadah haji.

Salah faham juga terjadi pada kaum literalis ketika merujuk Alquran dan Sunnah. Mereka menolak pembahasan menggunakan pendekatan rasionalitas yang mendalam untuk memahami sejaran dan pensyariatan ajaran Islam. Tren seperti ini muncul pada kalangan konservatif dan tradisionalis yang mementingkan tradisi daripada perubahan.

Kelompok lain adalah modernis, yang lebih cenderung menafsirkan Islam secara menyeleweng. Pengaruh dari nilai Barat, modernitas dan sekulerisme, mereka menolak hukum hukum yang tetap (tsawabit) dalam Islam seperti kewajiban Shalat, membayar zakat dan menutup aurat.

Ada 4 Konsep utama yang menjadi pembahasan dalam ‘Islam: Faham Agama dan Asas Akhlak’ yaitu:

  1. Konsep Agama
  2. Konsep Islam
  3. Konsep Ilmu
  4. Konsep Dasar Etika dan Moralitas (Akhlak)

4 konsep utama tersebut perlu difahami secara jelas oleh setiap insan.

Konsep Agama

Syed Naquib menjelaskan bahwa pengertian dan konsep agama terutama agama Islam, berbeda dengan pengertian agama dan konsep agama pada agama-agama lain. Islam merupakan din dalam bahasa Arab yang sering diartikan sebagai agama atau religion.

Kata diin berasal dari akar kata bahasa Arab diin yang memiliki pengertian yang luas dan menyeluruh. Berdasarkan kata diin dalam kamus Lisanul Arab oleh Ibnu Mandzur, kata Diin memiliki empat makna yaitu:

  • Keadaan berhutang
  • Keadaan patuh dan menyerahkan diri
  • Kekuasaan untuk memberi hukuman dan penilaian, dan
  • Kecenderungan manusia yang bersifat alami atau tendensi.

Makna pertama adalah ‘keadaan berhutang’ yang  diambil dari kata dayn (دَيْن) yaitu hutang, dā’in (دائن) yaitu penghutang, dan daynūnah (دينونة) yaitu keberhutangan. Maksudnya adalah keadaan berhutang secara rohani; di mana manusia berhutang kepada Allah yang menjadikan manusia itu berwujud dan juga menjaganya.

Baca juga:   Yahudi Dan Syiah

Makna kedua adalah ‘ketundukan dan penyerahan diri’ yang diambil dari kata dāna (دان) iaitu menundukkan. Inilah makna yang terdapat di dalam sabda Rasūlullāh ṣallalāhu ‘alayhi wa sallam:

 ((الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ المَوْتِ))

“Orang yang cerdik adalah orang yang menundukkan dirinya dan beramal untuk apa yang akan datang setelah mati”.

Dari perkataan dāna  juga, muncul perkataan idānah ((إدانة)) yaitu ketundukan. Karena hutang manusia kepada Tuhan sangatlah besar, yaitu hutang kewujudan diri, maka manusia hanya mampu membayarnya dengan penyerahan diri sendiri kepada-Nya sebagai hamba. Disnilah  munculnya fitrah manusia untuk beribadah secara rela dan mengikuti kehendak Tuhan.

Makna ketiga adalah ‘kuasa pemutus’ yang diambil dari perkataan dayyān (ديّان) yaitu penguasa dan yawm al-dīn (يوم الدِّين) iaitu Hari Pembalasan. Inilah makna yang terdapat di dalam kata-kata “كما تَدِيْنُ تُدَانُ” yang bermaksud “Sebagaimana kamu putuskan sesuatu ke atas orang lain, begitulah kamu akan dibalas”. Makna ini juga didapati dari kata malik (مَلِك) iaitu pemerintah dan ḥukm (حُكْم) iaitu undang-undang. Makna keempat adalah sifat bawaan semulajadi/alami yang terdapat di dalam perkataan dāna lahu (دان له). Ia membawa erti dhalla (ذَلَّ) iaitu menjadi hina dan aṭā‘a (أطاع) iaitu mentaati.

Dari kata kata tersebut kemudian Syed Al Attas mendefinisikan Islam sebagai iman, kepercayaan, praktek sebagai seorang muslim individu atau kolektif sebagai keseluruhan yang obyektif yang disebut Islam.

Kata dien kemudian dapat berkembang membentuk kata-kata baru yang muncul seiring dengan lahirnya konsep-konsep baru pada berbagai unsur peradaban. Kata dana dari kata din menunjukkan arti berhutang, da’in merupakan orang yang menundukkan dirinya atau menyerah dan patuh pada hukum peraturan yang mengatur hutang.

Keadaan ini sudah tentu melibatkan pertimbangan (dayunah) dan keputusan (idanah). Semua hal di atas merupakan kemungkinan-kemungkinan yang hanya dapat dipraktekkan dalam masyarakat terorganisir yang terlibat hubungan niaga pada kota-kota kecil atau kota-kota besar yang ditunjuk dengan mudun atau mada’in. Suatu kota, kecil atau besar, madinah, memiliki hakim atau gubernur – seorang dayyan.

Dalam penerapan berbagai kata kerja saja, kita telah melihat suatu kehidupan yang berperadaban, kehidupan kemasyarakatan yang berhukum, bertatatertib, berkeadilan dan berotoritas yang menghasilkan sebuah peradaban – tamaddun.

Dari sini kita bisa melihat meski pada dasarnya Islam bermula dari kepercayaan dan kepatuhan individu atau pribadi pada suatu prinsip-prinsip, ia juga memiliki visi untuk menuju menjadi suatu tata kehidupan yang tertib teratur, dan berotoritas dan memiliki untuk mengatur segala aspek kehidupan yang mewujud menjadi sebuah peradaban yang lengkap dan melahirkan berbagai macam institusi kehidupan yang menopang jalannya peradaban tersebut.

Dalam memenuhi jalannya peradaban tersebut, segala unsur kehidupan berkaitan secara menyeluruh baik fisik maupun non fisik, baik raga, fikiran, maupun jiwa. Segala urusan kehidupan diatur baik individu maupun kelompok, baik urusan privat maupun urusan publik.

Konsep Islam

Syed Muhammad Naquib Al-Attas menyatakan bahwa maksud Islam adalah hasil gabungan arti al-Dīn dan aslama. Seperti yang disebutkan pada bahasan sebelum ini, kalimat al-Dīn berarti gaya atau tatacara hidup yang luhur dalam kehidupan manusia. Al-Dīn secara hakikatnya juga merujuk kepada agama Islam karena satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah SWT adalah agama Islam.

Baca juga:   Apa Resolusimu Ramadhan Ini?

Perkataan aslama berarti menyerah diri. Dalam Islam, penyerahan diri berarti penyerahan yang tulus ikhlas serta diridhai dan yang dilakukan tulus kepada Allah SWT. Penyerahan diri juga dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan dan patuh terhadap perintah Allah SWT. Syed Naquib Al-Attas menyitir firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 256.

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah tidak memaksa hamba-hambaNya untuk beriman kepada-Nya. Tetapi, agama yang hak, yang benar dan diterima di sisi Allah SWT adalah agama Islam.

Orang yang beragama selain daripada Islam dianggap kufur atau kafir, yakni sesat. Maka, siapa yang tidak mensyirikkan Allah tergolong dalam kalangan hamba-hamba-Nya yang beriman dengan teguh tanpa berpaling dari agama Islam. Allah juga Maha mendengar dan Maha Mengetahui setiap sesuatu yang nyata maupun yang tersembunyi.

Gabungan arti al-Dīn dan aslama, Islam berarti penyerahan diri oleh sesuatu yang bersifat hewani (rendah) seperti manusia dan makhluk-makhluk Allah yang lain yang mempunyai akal, hati, nafsu dan kekuatan diri untuk mengabdikan diri kepadaNya (cubudiyyah) dengan melakukan segala perintah-Nya.

Maksud Islam ini bertepatan dengan hadis Rasulullah SAW (disebut Hadis Jibril) terhadap maksud Islam, yaitu: “Kamu bersaksi (bershahādah) bahawa tiada ilāh (tuhan) selain Allah dan bahawasanya Muhammad itu adalah Rasul (pesuruh) Allah, dan hendaklah kamu mendirikan solat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan menunaikan haji ke Baitullah jika kamu mampu mengerjakannya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Konsep Ilmu

Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, manusia perlu berbuat adil terhadap ilmu yaitu mengetahui batasan kegunaan, dan tidak melampaui batas atau kekurangan; mengetahui berbagai keutamaan ilmu untuk kegunaan diri, mengetahui dimana perlu berhenti dan mengetahui apa yang dapat diperoleh dan apa yang tidak, mengetahui ilmu yang benar dan ilmu yang dugaan. Selanjutnya beliau memberikan kesimpulan bahwa meletakkan setiap data ilmu pengetahuan pada tempatnya yang benar, sehingga apa yang diketahui menyebabkan keharmonian pada orang yang mengetahuinya. Mengetahui bagaimana meletakkan suatu ilmu pada tempatnya disebut kebijaksanaan (hikmah).

Ilmu terbagi menjadi dua jenis:

  • Ilmu yang diberikan Allah kepada manusia
  • Ilmu yang diperoleh manusia melalui usaha penyelidikan rasionalnya berdasarkan pengalaman dan pengamatan.
Baca juga:   Usia Khadijah ketika Menikah dengan Muhammad SAW

Jenis ilmu yang pertama hanya dapat diterima oleh manusia melalui penyembahan dan ketaatan kepada Allah, ibadah dan kemurahan Allah dan kemampuan ruhaniyah yang diciptakan Allah untuk menerimanya melalui bashirah, dhauq, ma’rifah dan kasyf. Jenis ilmu yang kedua diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan, yang bersifat diskursif dan deduktif yang merujuk kepada objek-objek bernilai pragmatik.

Ilmu jenis pertama menyingkap rahasia wujud (being) dan mengungkapkan hubungan sejati antara manusia dengan Tuhannya. Karena ilmu ini berkait erat dengan maksud ilmu, maka jenis ilmu ini menjadi prasyarat dan landasan penting untuk ilmu jenis kedua. Ilmu jenis kedua tanpa semangat dan bimbingan ilmu jenis pertama, hanya akan membingungkan dan mengacaukan dalam pencarian tanpa akhir dan tanpa tujuan.

Islam membedakan pencarian dua jenis ilmu ini dengan mewajibkan (fardhu Ain) tentang prasayarat jenis ilmu pertama dan jenis ilmu kedua diwajibkan pada sebagian muslim (fardhu kifayah). Pembagian kewajiban mencari ilmu dalam dua kategori ini adalah suatu tata cara untuk berbuat adil terhadap ilmu dan terhadap orang yang mencarinya. Semua ilmu tentang prasyarat dari ilmu jenis pertama adalah baik bagi manusia, sedangkan tidak semua ilmu jenis kedua baik baginya.

Konsep Dasar Etika dan Moralitas (Akhlak)

Syed Muhammad Naquib Al-Attas menyatakan bahawa sifat-sifat asasi (asas-asas akhlak) ini menjadi asas kepada faham diri dan faham insan (manusia) dalam Islam. Sifat-sifat ini menjadi dasar kehidupan beragama bagi setiap individu yang bergelar Muslim.

Antara sifat-sifat yang menjadi asas kehidupan Islamiah, yakni kehidupan yang berakhlak adalah seperti berikut:

  1. Faham kebebasan dan tugas serta tanggungjawab;
  2. Faham ilmu;
  3. Faham keihsanan;
  4. Budi pekerti yang luhur dan sempurna;
  5. Faham ukhuwah;
  6. Persaudaraan diri yang Islam;
  7. Faham peranan dan kelakuan serta perangai diri seseorang dan masyarakat;
  8. Daya sifat yang saling membantu antara satu sama lain sehingga membentuk kesatuan diri dalam kehidupan bermasyarakat di sesebuah negara

Ringkasan bab-bab lainnya dapat dibaca di tautan berikut:

  1. Islam dan Sekulerisme: Pendahuluan (disini)
  2. Islam dan Sekulerisme: Latar Belakang Kristen Barat (disini)
  3. Islam dan Sekulerisme: Sekular-Sekularisasi-Sekularisme (disini)
  4. Islam dan Sekulerisme: Islam: Faham Agama dan Asas Akhlak (disini)
  5. Islam dan Sekulerisme: Dilema Muslim (disini)
  6. Islam dan Sekulerisme: Dewesternisasi Ilmu (disini)

Link terkair dari blog/web lain;

Sumber:

  • Kajian berseri Buku “Islam dan Sekulerisme” bersama Dr. Khalif Muammar A. Harris di At-Taqwa College dalam Program Perkuliahan Pemikiran Imam Al-Ghazali dan Syed Al-Attas.
  • Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, diterjemahkan oleh Khalif Muammad A. Haris, Cet ke 2 Bahasa Melayu, 2021 oleh RZS-CASIS, Malaysia

Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *