Turunnya musibah dan bencana yang menimpa manusia adalah sunnatullah untuk melihat manakah hamba-Nya yang baik dan buruk ketika ditimpa musibah.
Dengan gamblang hal ini ditulis dalam Surat Al-Ankabut ayat 2.
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?
Ujian dan cobaan tidak henti-hentinya menimpa orang Mukmin laki-laki maupun Mukmin perempuan, baik menimpa dirinya, anak-anaknya maupun hartanya hingga bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.
Cobaan dan ujian akan menimpa seorang muslim sesuai kadar keimanannya. Semakin kuat dan besar imannya, semakin besar pula cobaan dan ujian yang datang menimpa.
Cobaan dan ujian diberikan kepada hamba agar Allah SWT tahu manakah hamba-Nya yang ikhlas untuk diangkat derajat di sisi-Nya. Adapun orang yang tidak sabar bahkan kufur lantaran ujian, Al-Quran mensifatinya sebagai orang yang menyembah Allah SWT di tepian.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّعْبُدُ اللّٰهَ عَلٰى حَرْفٍۚ فَاِنْ اَصَابَهٗ خَيْرُ ِۨاطْمَـَٔنَّ بِهٖۚ وَاِنْ اَصَابَتْهُ فِتْنَةُ ِۨانْقَلَبَ عَلٰى وَجْهِهٖۗ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةَۗ ذٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِيْنُ
Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi; maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika dia ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata. (Surat Al-Hajj ayat 11).
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya ketika menjelaskan ayat di atas.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seseorang dari mereka apabila tiba di Madinah yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal mereka, maka jia tubuhnya sehat selama di Madinah dan kudanya melahirkan anak serta istrinya beranak laki-laki, ia puas dan tenang terhadap agama Islam yang beru dupeluknya; lalu ia mengatakan bahwa sejak ia masuk Islam tidak ada yang diperolehnya kecuali kebaikan belaka.
Fitnah dalam ayat ini artinya bencana atau musibah. Yakni bila ia terserang wabah penyakit Madinah, dan istrinya melahirkan anak perempuan, serta zakat datang terlambat kepadanya, maka setan datang kepadanya membisikkan kata-kata, “Demi Tuhan, sejak kamu masuk agama Islam, tidak ada yang kamu peroleh selain keburukan”. Yang demikian itu adalah fitnahnya. Hal yang sama telah disebutkan oleh Qatadah, Adh-Dhahak, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Inilah gambaran Al-Quran terhadap model beragama seperti ini dengan ungkapan ya’budullah ‘ala harf “menyembah Allah di tepian” atau beragama sejauh menguntungkan mereka.
Refleksi pada zaman sekarang, banyak manusia meninggalkan nilai-nilai agama karena kehidupan yang semakin sulit. Akibat krisis ekonomi mereka mulai mencari rizki dengan cara yang haram.
Sebagian orang memandang iman berbanding lurus dengan ‘kenyamanan hidup’ dan kesenangan dunia. Ia mengira semakin beriman dan bertakwa seseorang, ia akan mendapatkan kesenangan duniawi, seperti usaha lancar, bisnis sukses, dan karir lancar.
Padahal tidak mesti begitu, hidup seorang mukmin dan muslim adalah ujian, akan senantiasa diuji oleh Allah baik pada dirinya, anaknya ataupun hartanya sehingga dia menghadap Allah SWt tanpa dia membawa dosa sedikitpun.
Terakhir, mari kita perhatikan nasihat Ibnu Qayyim rahimahullah berikut ;
“Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah yang dapat kita gali. Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.”
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata :
لَوْلاَ هَذَا الاِبْتِلاَءُ والاِمْتِحَانُ لَمَا ظَهَرَ فَضْلُ الصَّبْرِ وَالرِّضَا وَالتَّوَكُّلِ وَالْجِهَادِ وَالْعِفَّةِ وَالشَّجَاعَةِ وَالْحِلْمِ وَالْعَفْوِ وَالصَّفْحِ
“Kalau bukan karena ujian dan cobaan maka tidak akan terlihat keutamaan sabar, ridho, tawakkal, jihad, kemuliaan menjaga kehormatan diri, keberanian, keutamaan memaafkan dan berlapang dada” (Syifaaul ‘Alil)
Dalam hal musibah dan bencana, terdapat istilah yang sering disebutkan yaitu ‘Bala’ dan ‘Ibtila’. Kita akan menelaah sedikit makna dan perbedaan keduanya sebelum lebih jauh membahas tentang doa menghadapi musibah dan bencana.
Antara Bala’ dan Ibtila’
Kata bala’ dan ibtila’ berasal dari rumpun kata yang sama, yang artinya adalah ujian dan cobaan (الإختبار والتجربة). Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibtila’ berarti ujian sedangkan Bala’ berarti nikmah dan ujian sekaligus.
Beberapa ayat Al-Quran menyebutkan redaksi dengan kedua makna di atas. Contohnya, dalam surat Al-Anfal ayat 17, menggunakan lafadz Bala’ yang berarti kenikmatan.
وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْهُ بَلَاۤءً حَسَنًاۗ
“Dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik”.
Pada surat Al-Baqarah ayat 49 menggunakan lafadz Bala’ yang berarti ujian dan cobaan.
وَفِيْ ذٰلِكُمْ بَلَاۤءٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَظِيْمٌ
“Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu”.
Penjelasan lain perbedaan Bala’ dan Ibtila’ menyebutkan bahwa Ibtila’ bisa bermakna imtihan, ujian, cobaan yang ditujukan kepada mereka para muslimin, sedangkan Bala’bermakna azab, siksa, ditujukan kepada mereka pelaku dosa dan meliputi orang kafir dan mukminnya. Keduanya dapat merubah kondisi dan keadaan masing-masing bila mereka yang tertimpa dapat mengambil ibrah, sebuah pelajaran hidup yang berarti tatkala musibah, ujian dan cobaan menimpanya.
Bisa jadi ketika seseorang menjadikan bala’ dan ibtila’ sebagai sarana lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka akan menghapus dosa dan meninggikan derajatnya di sisi Allah SWT, sebaliknya jika semakin menjauhkan dari Allah SWT maka semakin menjazi azab dan siksa baginya.
Berikut kami sarikan cara memandang hakihat bencana dari dalil-dalil Al-Quran dan Hadis.
Bencana alam yang terjadi di tengah masyarakat Muslim, diharapkan menjadi:
- Kafarat penggugur dosa bagi yang tertimpa (Hadis Shahih diriwayatkan Bukhari dan Muslim).
- Terbukanya pintu bagi orang-orang yang ditakdirkan mati syahid (Qs. Ali Imran ayat 140)
- Peringatan bagi muslim ahli maksiat, agar berhenti berbuat maksiat dan melakukan taubat (Qs. Al-A’raf ayat 97-99)
- Peringatan bagi orang shalih agar semakin waspada bahwa bencana bisa datang kapan saja (Qs. Al-Anfal ayat 25)
- Pintu amal shalih bagi yang tidak terkena bencana agar turun membantu saudaranya dengan doa, dana, makanan, barang juga tenaga (HR. Bukhari Muslim)
Kehidupan orang kufur yang penuh kesuksesan dunia, saat yang sama mereka tenggelam dalam kedurhakaan, maksiat dan kedzaliman, bukan berarti mereka dibiarkan. Tidak sama sekali, Allah SWT tidak mungkin membiarkan mereka.
Hikmahnya:
- Bisa jadi mereka dilimpahi kenikmatan dunia sebagai bentuk keadilan Allah SWT kepada manusia. Mereka hanya diberikan nikmat di dunia ini, setelah berjuang mati-matian mengejar dunia. Sedang di akhirat, mereka tidak mendapatkan meski hanya setetes air putih saja (Qs. Al-Baqarah ayat 126).
- Atau mereka sedang terkena Istidraj yaitu dibiarkan oleh Allah SWT untuk terus tenggelam dalam dosa dan durhaka. Mereka terus diberi nikmat agar menyangka bahwa mereka sedang ‘di atas jalan lurus’ sesuai prasangka mereka. dengan begitu, akan semangat berbuat dosa. Mereka sangka, semakin berdosa semakin banyak rizki. Nanti bila telah sampai ‘puncak’ dosa, mereka ditimpa bencana mematika yang tiba-tiba. (Qs. Al-An’am ayat 44-45)
Dosa itu mengundang musibah dimanapun berada. Tidak peduli pelakunya muslim atau bukan (Qs. Al-Anfal ayat 52). Oleh karena itu, jangan meremehkan dosa. Bukan berarti seorang muslim mengharapkan musibah, Rasulullah mengajarkan agar seorang muslim tidak menantang bahaya, tetapi meminta ‘Afiyah (keselamatan) kepada Allah SWT.
Doa Agar Selamat dari Musibah dan Bencana
Doa memiliki manfaat besar bagi manusia, selain sebagai ibadah, doa memiliki tempat tertinggi di sisi Allah SWT. Doa adalah bentuk merendahkan diri kepada Allah SWT untuk mengangkat cobaan dan bencana serta memberikan kebaikan.
Berkenaan dengan fadhilah doa dalam menghadapi musibah, terdapat hadis yang menganjurkan untuk menghadapi musibah dengan doa, mengobati yang sakit dengan sedekah dan menjaga harta dengan zakat.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «حَصِّنُوا أَمْوَالَكُمْ بِالزَّكَاةِ، وَدَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ، وَأَعِدُّوا لِلْبَلَاءِ الدُّعَاءَ»
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jagalah harta kalian dengan menunaikan zakat, dan obatilah orang sakit kalian dengan bersedekah, dan hadapilah musibah dengan do’a” (HR. Ath-Thabrani)
Berikut Doa agar selamat dari musibah dan bencana yang bisa kami kumpulkan. Semoga bermanfaat dan mari amalkan bersama-sama.
Doa Nabi Ayyub Alaihissalam
Nabi Ayyub mendapatkan cobaan yang berbeda dari pada Nabi selain beliau yang dikejar-kejar, dipenjara bahkan dibunuh. Nabi Ayyub diuji dengan cobaan yang menimpa tubuhnya. Penyakit yang bukan hanya merusak fisiknya, namun menjauhkannya dari anak dan istrinya.
وَ اذۡکُرۡ عَبۡدَنَاۤ اَیُّوۡبَ ۘ اِذۡ نَادٰی رَبَّہٗۤ اَنِّیۡ مَسَّنِیَ الشَّیۡطٰنُ بِنُصۡبٍ وَّ عَذَابٍ
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.” Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. (Qs. Shaad: 41)
Qatadah Rahimahullah menjelaskan bahwa kalimat Nusb berarti penyakit yang menimpa jasad, da kalimat ‘Adzaab memberikan maksud kehilangan harta dan keluarga (Tafsir al-Thabari Taqrib wa Tahdzib 6: 405 – 406).
Nabi Ayyub memberikan pelajaran kesabaran menghadapi ujian dengan selalu berdoa kepada Allah Swt tanpa putus-putus. Nabi Ayyub ketika ditimpa musibah membaca doa berikut sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir.
“Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memberiku harta dan anak, dan tidak ada seorang manusia pun yang berdiri di hadapan pintu rumahku mengadu tentang kezaliman yang kulakukan terhadapnya. Dan Engkau Maha Mengetahui tentang itu. Sesungguhnya telah disediakan bagiku sebuah hamparan untukku, tetapi aku meninggalkannya, dan kukatakan kepada diriku sendiri, ‘Hai tubuhku, sesungguhnya kamu diciptakan bukan untuk berbaring di atas hamparan (kasur) itu,’ aku tinggalkan hal tersebut tiada lain hanyalah semata-mata mengharapkan rida-Mu.”
Doa Nabi Ayub yang sering diucapkan adalah:
رَبِّ إِنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Robbi innii massaniyadh-dhurru wa anta arhamur-roohimiin
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan yang maha Penyayang di antara semua penyayang.”
Menurut Ibnul Qayyim dalam kitab Fawaid,
“Terkumpul dalam doa ini antara hakikat tauhid dan menampakkan rasa butuh kepada Allah Ta’ala serta adanya rasa cinta yang mendamba untuk menyanjung-Nya dan mengakui-Nya dengan sifat rahmah (kasih sayang) dan sesungguhnya Dia Ta’ala Maha Penyayang dari semua yang penyayang dan memohon kepada-Nya dengan perantaraan sifat-sifat-Nya Subhanahu serta sangat butuh kepada-Nya dan ia membutuhkan-Nya. Maka, kapan saja orang yang terkena cobaan seperti ini, niscaya Allah akan menghilangkan darinya musibah. Telah terbukti bahwa orang yang mengucapkan kalimat ini tujuh kali, terlebih lagi disertai mengetahui makna ini, niscaya Allah Ta’ala hilangkan penyakitnya.”
Di dalam doa Nabi Ayub terdapat ismul a’dham atau nama Allah yang teragung yaitu kata:
أَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
anta arhamur-roohimiin, “Tuhan yang maha Penyayang di antara semua penyayang.”
Doa ini banyak disampaikan Al-Quran sebagai doa para Nabi sebagaimana dalam bagan berikut.
Pernahkah kita mengalami kegelisahan dan kesempitan hidup? Pada saat itu apakah yang kita lakukan?
Cobalah memperbanyak bacaan (doa) Ya Arhamar Rahimin (duhai yang paling maha penyayang diantara para penyayang). Niscaya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan kelapangan dan kesukacitaan pada kita.
Memperbanyak bacaan Ya Arhamar Rahimin termasuk pintu-pintu terbesar untuk mendapatkan kelapangan dan solusi dari promblematika hidup.
Kalimat ini, oleh sebagian ulama disebut-sebut sebagai wujud asa Allah yang teragung (Ismullah Al-Adzam)
ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ’.
Al Qur’anul Karim telah menceritakan kisah Nabi Ayyub Alaihissalam dalam surat Al-Anbiya’ sebagai berikut :
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya:”(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa bencana kesempitan, dan engkau adalah Tuhan yang maha penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiya’ : 83)
Ayat ini menerangkan bahwa Nabi Ayyub as mengadu kepada Allah atas kesulitan hidup dan penyakit yang menimpanya, dengan menyebut asma-Nya sebagai Arhamur Rahimin, atas aduan ini dan dengan asma agung itu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkenan mengabulkan doanya dan melenyapkan “ad-dlurr” (kesulitan hidup) yang dideritanya. Secara bahasa, selain bermakna bahaya, kesengsaraan, kemalangan, kekurangan harta (kemiskinan), kemelaratan dan lainnya.
Doa Nabi Yunus Alaihiss Salam
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
LAA ILAHA ILLA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINADZOLIMIN.
“Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87)
Berikut beberapa hadis yang menunjukkan keutamaan doa Nabi Yunus.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Doa Nabi Yunus taatkala ia berada di dalam perut ikan: Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Sesungguhnya tak seorang muslim yang berdoa kepada Rabb-nya dengan doa tersebut dalam kondisi apapun kecuali Allah akan mengabulkan untuknya.” (HR. al-Tirmidzi no. 3505 dan dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1644)
Dan dalam Riwayat al-Hakim, Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu jika kamu ditimpa suatu masalah atau ujian dalam urusan dunia ini, kemudian berdoa dengannya.” Yaitu doa Dzun Nun atau Nabi Yunus.
Kenapa Doa Nabi Yunus ini demikian dahsyatnya?
Bisa kita lacak dari kosa kata setiap doa yang mengandung tiga keutamaan yaitu lafadz Tauhid yang artinya meng-Esakan Allah Subhanahu Wata’ala dalam lafadz Laa Ilaaha Illa Anta, Lafadz Tasbih, Subhaanaka dan lafadz Istighfar, Inni kuntu minadz dzaalimiin.
Saat berdoa Nabi Yunus memulai dengan mentauhidkan Allah Subhanahu Wata’ala dan mensucikan-Nya dari segala sesuatu kemudian mendzalimkan diri sendiri sebagai hamba yang penuh dosa. Kemudian terus meminta kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas hajatnya.
Doa Jawami’ul Kalim dari Nabi Muhammad SAW
Doa yang biasa digunakan Nabi Muhammad Saw lebih ringkas dan mendalam (jawami’ul kalim). Beliau SAW biasa berbicara dengan suatu perkataan yang singkat dan sedikit lafadznya namun sangat luas maknanya, demikian pula dalam dzikir-dzikir dan doa-doa beliau SAW, dimana beliau SAW juga menyukai Jawami’ul Kalim dalam dzikir dan doa.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu anha, bahwasanya Rasulullah SAW diajarkan pembuka-pembuka kebaikan dan Jawami’nya. Dan riwayat yang semakna dengan ini sangat banyak.
Siapa yang mencermati semua doa-doa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, niscaya akan mendapatkan Jawami’ul Kalim, karena Allah telah memilih untuk nabi-Nya Jawami’ul Kalim untuk memohon kebaikan kebaikan dunia dan akhirat. Dan barangsiapa mencermati doa-doa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, niscaya mereka akan akan mendapati di dalamnya mengandung keindahan, permohonan-permohonan yang tinggi, kesempurnaan kebaikan dunia dan akhirat, disertai keselamatan dan keamanan dari terjerumus pada kesalahan. Oleh karena itu kita mendapati para imam ahli ilmu memotivasi manusia untuk merutinkan doa-doa ma’tsur dan dzikir-dzikir yang disyariatkan.
Di antara contoh doa yang Jami’ berkenaan dengan musibah dan bencana sebagaimana yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada beliau doa ini ketika ditimpa musibah dan bencana.
للَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ
Allahumma ‘abduka ‘ibnu ‘abdika ibnu amatika, naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adhlun fiyya qadhaauka, as aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahu fii kitaabika, au ‘alamtahu ahadan min khalqika, awista’tsarta bihi fii ‘ilmilghaibi ‘indaka, antaj ‘alal quraaana rabii’a qalbii, wa nuura shadrii, wa jala a huznii, wa dzahaaba hammii
Artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu (Adam) dan anak hamba perempuanMu (Hawa). Ubun-ubunku di tanganMu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadhaMu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepadaMu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diriMu, yang Engkau turunkan dalam kitabMu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu atau yang Engkau khususkan untuk diriMu dalam ilmu ghaib di sisiMu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku. (HR. Ahmad)
Doa lainnya
الله ، الله ربي لا أشرك به شيئا
Allahu, Allahu rabbi laa usyriku bihi syai-an.
Doa ini bersumber dari hadis Nabi berikut.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ قَالَ حَدَّثَنَا هِلَالٌ مَوْلَانَا عَنِ أَبِي عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ أُمِّهِ أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ قَالَتْ عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهَا عِنْدَ الْكَرْب
ِ اللَّهُ رَبِّي لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Telah menceritakan kepada kami [Waki’] telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz] berkata, telah menceritakan kepada kami budak kami [Hilal] dari [Umar bin Abdul Aziz] dari [Abdullah bin Ja’far] dari ibunya [Asma binti Umais] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat yang aku katakan ketika terkena bencana, yaitu:
‘ALLAHU RABBI LAA USYRIKU BIHI SYAI`AN (Allah adalah Rabbku yang aku tidak sekutukan dengan apapun) ‘.” (Hadis Riwayat Ahmad No.25835).
Doa atau zikir ini mengingatkan tentang Tauhid. Manusia diciptakan untuk Tauhid. Dia ada untuk merealisasikan makna Tauhid, Laa Ilaaha Illallah. Maka orang yang mengetahui makna Tauhid ini, tidak akan berdoa, meminta pertolongan dan menyandarkan diri kecuali hanya kepada Allah.
Doa lainnya
لا إله إلا الله العظيم الحليم ، لا إله إلا الله رب العرش العظيم ، لا إله إلا الله رب السموات وربّ الأرض وربّ العرش الكريم .
Laa ilaaha illallahul ‘adziimul haliim, laa ilaa ha illallahu rabbil ‘arsyil ‘adziim, laa ilaa ha illallahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil ‘adziim. (Diriwayatkan Bukhari Muslim).
Doa lainnya
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Bismillaahil ladzi laa yadhurru ma’asmihi syai–un fil ardhi wa laa fis samaa–i wa huwas saami’ul ‘aliim.
Dengan nama Allah, tidak ada yang mampu membahayakan sesuatu di bumi dan langit. Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Doa ini berdasarkan hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Sayidina Utsman bin Affan, dia berkata;
مَنْ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ لَمْ يُضُرَّهُ شَيْءٌ.
Barangsiapa yang mengucapkan “Bismillaahil ladzi laa yadhurru ma’asmihi syai–un fil ardhi wa laa fis samaa–i wa huwas saamii’ul ‘aliim” (Dengan Nama Allah tidak ada yang mampu membahayakan sesuatu di bumi dan langit. Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui) tiga kali maka tidak akan ada yang mampu membahayakannya.
Doa lainnya untuk meminta perlindungan dari bala’ yang berat
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ
Ya Allâh, kami berlindung kepada-Mu dari beratnya musibah yang tak mampu ditanggung, dari datangnya sebab-sebab kebinasaan, dari buruknya akibat apa yang telah ditakdirkan, dan gembiranya musuh atas penderitaan yang menimpa. [Muttafaq ‘alaih]
Doa lainnya
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
“Wahai Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan.”
Doa ini bersumber dari hadis Nabi berikut.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
Dari Anas bin Malik berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apabila menghadapi suatu masalah, beliau berdoa,”Wahai Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan.” (HR. al-Tirmidzi no. 3524. Dihassankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 3182)
yang Maha Hidup, kekal abadi, tidak berawal serta tidak pula berakhir. Sifat ini dimiliki Allah Subhanahu Wata’ala yang berbeda dengan makhluk-Nya. Dia kekal tidak pernah mati.
Al-Qayyum artinya Maha Berdiri Sendiri. Allah Subhanahu Wata’ala adalah dzat yang tidak membutuhkan pertolongan orang lain, tapi orang lain lah yang membutuhkan pertolongan Allah.
Kedua nama ini merepresentasikan sifat Allah yang mulia, sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa nama Allah yang paling agung adalah ‘Al-Hayyu Al-Qayyum‘.
Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitabnya Zaadul Ma’ad:
“Sesungguhnya sifat “hayaat” (hidup) mencakup sifat-sifat kesempurnaan dan konsekuensinya. Sedangkan Al-Qauyyum mencakup semua sifat. Oleh karena itu, nama Allah yang paling agung, jika digunakan berdoa niscaya Allah kabulkan, dan jika digunakan meminta maka Allah kabulkan”.
Doa Ketika Melihat Orang Lain Tertimpa Bala dan Musibah
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari sesuatu yang Allah memberi cobaan kepadamu. Dan Allah telah memberi keutamaan kepadaku, melebihi orang banyak yang telah Dia ciptakan.” (HR. At-Tirmidzi)
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah Ra.
Di dalamnya disebutkan sabda Nabi Muhammad SAW.
مَنْ رَأَى مُبْتَلًى فَقَالَ… لَمْ يُصِبْهُ ذَلِكَ الْبَلَاءُ
“Barangsiapa melihat orang tertimpa bala, lalu mengucapkan … maka dia tidak akan tertimpa bala itu.”
Ungkapan مَنْ رَأَى مُبْتَلًى ‘barangsiapa melihat orang tertimpa bala’, dengan kata lain, orang yang tertimpa bala berupa berbagai macam penyakit atau tertimpa bala berupa jauh dari Allah Ta’ala dan dari agamanya yang lurus.
Ungkapan وَفَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً ‘dan Allah telah memberi keutamaan kepadaku melebihi orang banyak yang telah Dia ciptakan’, boleh jadi yang dimaksud di sini adalah jama’ah yang tertimpa musibah, lalu Allah mengutamakan dirinya atas mereka dengan menjadikannya selamat dari bala itu yang mana Dia menguji mereka dengannya.
Sebaiknya menyebutkan dzikir ini secara tersembunyi, hanya terdengar oleh dirinya sendiri dan tidak diperdengarkan kepada orang yang tertimpa bala, agar hatinya tidak sakit karena kejadian itu. Kecuali jika ujiannya adalah kemaksiatan, maka tidak mengapa memperdengarkannya. Karena yang demikian termasuk ke dalam peringatan keras baginya jika dia tidak takut kerusakan yang akan ditimbulkannya. (Sarh doa dan zikir Hisnul Muslim).
Doa Abu Darda
Anda bisa membaca dan mempraktikkan doa Abu Darda yang bermanfaat sebagai perlindungan diri, keluarga, harta, dan rumah.
Diriwayatkan dari Thalaq bin Habib, katanya seorang laki-laki menemui Abu Darda dan berkata, “Wahai Abu Darda, rumah mu terbakar.”
“Rumahku tidak akan terbakar, karena Allah tidak akan melakukan itu disebabkan bacaan doa yang kudengar dari Rasulullah Saw. Barangsiapa yang membacanya di awal siang, dia tidak akan ditimpa musibah sampai sore. Dan barangsiapa membacanya di akhir siang, maka dia tidak akan tertimpa musibah hingga pagi.
Doa itu adalah:
Artinya:
“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tiada Tuhan selain Engkau. Kepada-Mu aku bertawakal, dan Engkau Tuhan Pemilik Ársy yang agung. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Tiada daya dan kekuatan kecuali di sisi Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Aku tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, dan dari kejahatan segala makhluk yang berada dalam kekuasaan-Mu. Sesungguhnya Tuhanku selalu menunjukkan ke jalan yang lurus.”
Di kalangan ahli ilmu hadits, doa Abu Darda di atas didhaifkan bahkan hadits mungkar. Menanggapi hal ini, Syaikh bin Baz mengatakan bahwa hadits ini Dhaif, akan tetapi jika seseorang mengamalkannya dengan mengharapkan Allah Swt memberikan manfaat lewat doa, maka doa ini adalah doa yang baik (zikrun thayyib) yang tidak apa-apa diamalkan selama tidak meyakini terjadinya sesuatu lantaran doa ini dan tidak meyakini sebagai sunnah.
Kisah Abu Darda di atas mengajarkan manfaat besar dari bacaan doa untuk menghindarkan diri dari musibah yang ditimpakan kepada diri kita. Termasuk menjaga dari musibah Covid-19 yang sedang merebak insya Allah dan bencana alam yang sering terjadi hari-hari ini.
Silakan dibacakan doa ini ketika pagi dan sore hari agar diri kita, keluarga dan harta dipelihara oleh Allah Swt. Doa ini bisa dirujuk pada kitab Al-Azkār oleh Imam Nawawi halaman 96.
Doa Khalid bin Walid
Sulaiman bin Buraidah Radhiyallahu anhu menyebutkan bahwa ayahnya berkata bahwa Khalid bin Walid mengadu kepada Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wasallam: Wahai Rasulullah, saya tidak bisa tidur semalam karena insomnia’, Maka Nabi menjawab: Bacalah doa ini ketika akan tidur:
اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ وَمَا أَظَلَّتْ وَرَبَّ الأَرَضِينَ وَمَا أَقَلَّتْ وَرَبَّ الشَّيَاطِينِ وَمَا أَضَلَّتْ كُنْ لِي جَارًا مِنْ شَرِّ خَلْقِكَ كُلِّهِمْ جَمِيعًا أَنْ يَفْرُطَ عَلَىَّ أَحَدٌ مِنْهُمْ أَوْ أَنْ يَبْغِيَ عَلَىَّ عَزَّ جَارُكَ وَجَلَّ ثَنَاؤُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Alllahumma Robbas samawaatis sab’I wa maa adzollat wa robbal Ardhiina wa maa aqollat wa Robassy Syayaatina wamaa adhollat kun lii jaaron min syarri kholqika kullihim jamii’an ay yafrutho ‘alay ya ahadun minhum aw ayab ghiya ‘alay ya ‘azza jaaruka, wa jalla tsana uka wala illaha ghoiruka walaa ilaaha illa anta.
Ya Allah Tuhan (pengatur) lapisan langit yang tujuh beserta semua yang dinaunginya, Tuhan Pengatur lapisan bumi beserta seluruh yang dikandungnya, dan Tuhan pengatur syetan-syetan dan semua yang disesati oleh mereka. Jadilah Engkau Pendampingku yang menjaga diriku dari segala kejahatan makhlukMu semuanya yang dapat menguasai diriku, dan dapat melampaui batas terhadapku (menyakitiku). Betapa kuat bila berdampingan denganMu dan Betapa tinggi kemuliaanMu Tidak ada Tuhan selainMucdan tiada Tuhan selain Engkau.
Imam At-Tirmidzi juga meriwayatkan redaksi doa yang lain dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengajarkan para Sahabat sebuah doa untuk melawan rasa takut.
Bahwa Khalid bin Walid رضى الله عنه bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم : Sesungguhnya aku terjaga dari tidurku?, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda bacalah:
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضـــَبـِـهِ وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ يَحْضُرُونِ
Aku berlindung dengan kalimah Allah yang Maha sempurna dari kemarahan dan balasanNya, dari kejahatan hambaNya, dari bisikan-bisikan syaitan dan dari semua itu jangan hadir kepadaku. (HR. At-Tirmidzi 3:171)
Ibnu Umar radhiyallahu anhu mengajarkan doa ini kepada anak-anaknya dan menuliskan untuk siapa yang belum hafal. Ini menunjukkan keutamaan dari doa.
Selain doa dari Khalid bin Walid, ada juga redaksi doa lain dari Zaid bin Tsabit sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut.
Ibnu Sunni meriwayatkan “Sekali waktu, Zaid bin Tsabit mengadu kepada Nabi Muhammad bahwa ia tengah dilanda insomnia. Rasulullah Saw kemudian mengajarkan doa tersebut kepadanya. Sekretaris Nabi itu pun membaca doa itu. Kemudian Allah Swt menghilangkan penyakit susah tidur itu dari dirinya.”
اللَّهُمَّ غارَتِ النُّجُومُ وَهَدأتِ العُيُونُ وأنْتَ حَيٌّ قَيُّومٌ لا تَأخُذُكَ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، يا حيُّ يا قَيُّومُ أَهْدِىءْ لَيْلي، وأنِمْ عَيْنِي
Allahumma ghaaratin nujuum, wa hadaatil ‘uyuun, wa anta hayyun qayyuumun, laa ta’khudzuhu sinatun walaa nauum. Yaa hayyu, yaa qayyuum, ahdi lailii, wa anim ‘ainii.
“Wahai Tuhan, bintang-bintang mengorbit, mata-mata terpejam, sedangkan Engkau Maha Hidup kekal lagi Maha Terjaga (terus menerus mengurus makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak pula tidur. Wahai yang Maha Hidup dan Terjaga, redupkanlah malam, dan lelapkanlah mataku.”
Doa Hasan Al-Bashri
Doa menghilangkan sedih dan gundah agar kita bisa sabar dan tegar seperti nabi Ibrahim ketika menyembelih anaknya, nabi Yusuf ketika di penjara dan kesabaran nabi Yunus/ Dzun Nun di dalam perut ikan yang gelap.
Doa ini disampaikan Hasan Albashri kepada seorang arab badui.
حدثنا يُوسُفُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحُلْوَانِيُّ حدثنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ الْمُؤَذِّنُ ، نَا عَوْفٌ الْأَعْرَابِيُّ ، عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ ، أَنَّهُ قَالَ : ” هَذَا الدُّعَاءُ هُوَ دُعَاءُ الْفَرَجِ وَدُعَاءُ الْكَرْبِ :
يَا حَابِسَ يَدِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ ذَبْحِ ابْنِهِ وَهُمَا يَتَنَاجَيَانِ اللُّطْفَ : يَا أَبَتِ يَا بُنَيَّ ! يَا مُقَيِّضَ الرَّكْبِ لِيُوسُفَ فِي الْبَلَدِ الْقَفْرِ ، وَغَيَابه الْجُبِّ ، وَجَاعِلَهُ بَعْدَ الْعُبُودِيَّةِ نَبِيًّا مَلِكًا ! يَا مَنْ سَمِعَ الْهَمْسَ مِنْ ذِي النُّونِ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلَاثٍ : ظُلْمَةِ قَعْرِ الْبَحْرِ ، وَظُلْمَةِ اللَّيْلِ ، وَظُلْمَةِ بَطْنِ الْحُوتِ ! يَا رَادَّ حُزْنِ يَعْقُوبَ ! يَا رَاحِمَ عَبْرَةِ دَاوُدَ ! يَا كَاشِفَ ضُرِّ أَيُّوبَ ! يَا مُجِيبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّينَ ! يَا كَاشِفَ غَمِّ الْمَهْمُومِينَ ! صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَفْعَلَ بِي كَذَا وَكَذَا ” .
>> Huruf Latinnya (Kami ambil langsung di bagian doanya)
Yaa haabisa yadi Ibraahiima an dzabhi ibnihi wahumaa yatanaajayaani allathfa: yaa abati, yaa bunayya! Yaa muqayyadhar rakbi li yuusufa fil baladil qafri, wa ghayaabihil jubba, wa jaa’ilahu ba’dal ‘ubuudiyyati nabiyyan malikan! Yaa man sami’al hamsa min dzin nuuni fii dhulumaatin tsalaatsin: dzulmati qa’ril bahri, wa dzulmatil laili, wa dzulnati bathnil huuti, yaa raadda huzni ya’quuba! Yaa raahima ‘abrati daawud! yaa kaasyifa dhurri Ayyub! yaa mujiiba da’watal mudhtharriin! yaa kaasyifa ghammil mahmuumiin! Shalli alaa Muhammadin wa ala Aali Muhammadin, wa as-aluka antaf’ala bii kadza wa kadza.
Doa Hasan Al-Bashri ketika menghadap kepada Hajaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi
اللَّهمَّ يا وليَّ نِعمتي ومَلاذي عند كُربتي اجعلْ ما أخافُه وأَحْذَره برْدًا وسلامًا عليَّ كما جعلْتَه بردًا وسلامًا على إبراهيمَ.
Allhumma yaa walayya ni’matii wa malaadzi ‘inda kurbatii, Ij’al maa akhaafuhu wa akhdzaruhu bardan wa salaaman ‘alayya kamaa ja’altahu bardan wa salaaman ‘alaa Ibrahiim
Selain doa-doa di atas, Imam Hasan Al-Bashri juga mengajak untuk memperbanyak istighfar meminta keampunan kepada Allah SWT dan memperbanyak taubat agar bala’ dan musibah diangkat.
Imam Al-Qurthubi menukil dari Ibnu Shubaih dalam tafsirnya, bahwasanya ia berkata,
شَكَا رَجُلٌ إِلَى الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا آخَرُ إِلَيْهِ الْفَقْرَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَقَالَ لَهُ آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي وَلَدًا، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي سُورَةِ” نُوحٍ”
“Ada seorang laki-laki mengadu kepadanya Hasan Al-Bashri tentang kegersangan bumi maka beliau berkata kepadanya, “beristighfarlah kepada Allah!” yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, “beristighfarlah kepada Allah!”
yang lain lagi berkata kepadanya, “Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!” maka beliau mengatakan kepadanya, “beristighfarlah kepada Allah!” Dan yang lain lagi mengadu tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan pula kepadanya, “beristighfarlah kepada Allah!” Dan kami pun menganjurkan demikian kepada orang tersebut.
Maka Hasan Al-Bashri menjawab: “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri, tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh [ayat 10-12].” (Jami’ Liahkamil Quran 18/302, Darul Kutub Al-Mishriyah, kairo, cet. Ke-2, 1348 H, Asy-Syamilah)
Doa-doa di atas bisa dibaca oleh keadaan apa saja, kapan saja dan oleh siapa saja bahkan oleh orang yang sering melakukan dosa dan maksiat sekalipun, selama doa dipanjatnya hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan dilakukan terus-menerus, berulang-ulang. Pantang menyerah dalam berdoa.
Musibah Datang Karena Maksiat dan Dosa
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
Perkataan ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu– di sini selaras dengan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Para ulama salaf pun mengatakan yang serupa dengan perkataan di atas.
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87).
Turunnya bala’ bukan berarti turunnya kemurkaan Allah SWT atas hamba-Nya, akan tetapi merupakan Sunnah Kauniyyah untuk menyeleksi hamba, tidak ada perbedaan antara yang shalih dan yang tidak, bahkan bala’ turun kepada orang shalih secara umum karena cinta-Nya kepada mereka. Ketika Allah SWt mencitai hamba-Nya, Dia akan mengujinya.
Keberadaan orang shalih bisa mencegah turunnya bala’ ketika maksiat dan dosa belum tersebar, adapun ketika maksiat dan dosa sudah tersebar luar maka turunnya bala’ untuk semuanya, ketika itu bala untuk orang shalih dan fasid. Bala’ kepada orang Shalih ketika itu menjadi pengangkat derajat mereka selama mereka melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Disebutkan dalam hadis Nabi bahwa bala’ turun untuk semuanya baik shalih dan fasidnya;
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَذَابًا أَصَابَ الْعَذَابُ مَنْ كَانَ فِيهِمْ ثُمَّ بُعِثُوا عَلَى أَعْمَالِهِمْ
Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Utsman], Telah mengabarkan kepada kami [Abdullah] telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dari [Az Zuhri] telah mengabarkan kepada kami [Hamzah bin Abdullah bin Umar], ia mendengar [Ibnu Umar] radliallahu ‘anhuma mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika Allah menurunkan adzab, maka adzab itu akan mengenai siapa saja yang berada di tengah-tengah mereka, lantas mereka dihisab sesuai amalan mereka.”
Ibnul Jauzi ketika menerangkan hadis ini menyebutkan:
Mungkin terasa janggal jika ada yang mengatakan: Bagaimana bisa terkena adzab orang yang tidak berbuat maksiat? Jawabannya ada dua; pertama karena keridhaan mereka terhadap perbuatan dosa dan tidak mengingakarinya, maka diberikan azab atas keridhaan terhadap maksiat dan diamnya atas kemungkatan. Kedua, diberikan azab bukan sebagai azab/hukuman, tetapi karena telah berakhirnya ajal, sebagaimana matinya hewan ternak, tumbuhan karena angin topan disebabkan ajal bukan azab.
Ibnu Batthal mengatakan ketika memberikan penjelasan (syarah) atas hadis dari Zainab bin Jahs:
زينب بنت جحش أنها قالت: يا رسول الله، أنهلك وفينا الصالحون؟ قال: «نَعَم، إذَا كَثُر الخَبَث»
Zainab bin Jahs bertanya kepada Rasulullah SAW: Apakah kami akan diazab sementara di antara kami ada orang-orang shalih? Beliau menjawa: Ya, ketika sudah banyak kerusakan dan maksiat.
Maka turunnya azab dan bala’ kepada semuanya baik muslim dan non muslim, shalih dan fasiq ketika kemungkaran dan maksiat sudah umum. Sabda Nabi SAW ثمّ بعثُوا علَى أعمَالِهِم, menunjukkab bahwa kebinasaan itu berlaku umum, bagi seorang muslim menjadi penyucian dosa dan bagi orang fasik sebagai hukuman.
Sekian, semoga bermanfaat.
Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com