Epistemologi Multipleks Ibn Khaldun: Tiga Lapisan Pengetahuan

Home » Epistemologi Multipleks Ibn Khaldun: Tiga Lapisan Pengetahuan

Apa yang dimaksud Epistemologi?

Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat, asal-usul, sifat, dan batas-batas pengetahuan manusia.

Secara sederhana, epistemologi adalah studi tentang pengetahuan, yang mempertanyakan bagaimana kita bisa tahu apa yang kita ketahui, apa yang membedakan pengetahuan dari keyakinan, dan apa sumber pengetahuan. Istilah ini berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu atau studi). 

Apa yang dimaksud Multipleks Epistemologi?

Sebuah epistemologi multi-lapisan (multi-layered epistemology) yang menerima berbagai jenis dan sumber pengetahuan yang berbeda (Maratib Ulum) dan tersusun dalam suatu sistem hierarki.

Intinya, Epistemologi Multipleks menolak paham reduksionisme (yang hanya menerima satu jenis pengetahuan, seperti rasionalisme atau empirisme) dan menegaskan bahwa:

  1. Hirarki Pengetahuan Sejajar dengan Hirarki Eksistensi (Ontologi): Tiga tingkat eksistensi (material, non-material/Malakut, dan Ilahi) memerlukan tiga jenis pengetahuan yang sesuai.
  2. Tiga Jenis Pengetahuan Utama:
    • Pengetahuan yang Diperoleh (Ilm Kasbi): Didapat melalui penalaran dan riset (pengetahuan ilmiah).
    • Pengetahuan yang Dihadiahkan (Ilm Ladunni/Ilham/Kashf): Diberikan oleh Tuhan melalui hati (intuisi/inspirasi).
    • Pengetahuan Kenabian: Diperoleh melalui wahyu ilahi.
  3. Batas Penggunaan Sumber: Semua sumber (indra, akal, wahyu, intuisi) diakui, namun masing-masing memiliki domainnya sendiri. Menggunakan akal atau indra untuk menyelidiki hal-hal yang berada di luar jangkauannya (misalnya, urusan akhirat) dianggap sebagai transgresi epistemologis.

Biografi Ringkas Ibnu Khaldun

Ibn Khaldun lengkapnya Abdurrahman ibn Muhammad ibn Muhammad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Abdurrahman ibn Khalid ibn Usman ibn Hani ibn al-Khattab ibn Kuraib ibn Ma’dikarib ibn Harish ibn al-Wail ibn Hujr. lahir di Tunisia pada 27 mei 1332 M dan wafat pada 25 Ramadhan 808 H / 19 maret 1406 M di kairo.

Semasa kecil ia biasa di panggil dengan Abdurrahman dan biasa dipanggil dengan nama keluarga (kunyah) Abu Zaid, yang diambil dari nama putra sulungnya, Zaid. Beliau sering disebut dengan gelar yang di sandangnya yaitu Waliuddin, sebuah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu memangku jabatan Hakim Agung di Mesir, akan tetapi nama populernya adalah Ibnu khaldun yang disandarkan kepada kakeknya yang kesembilan yaitu Khalid.

Mengapa Ibnu Khaldun menyandarkan nama dirinya kepada Khalid? Sebagaimana ditulis oleh Ibnu Khaldun dalam buku biografinya, al- Taʻrīf bi-Ibn Khaldūn wa-riḥlatihi gharban wa-sharqan. Khalid bin Usman adalah nenek moyangnya yang pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk dari bangsa Arab pada abad ke-8 M. Ia menetap di Carmona. Lalu mereka pindah dan menetap di Sevilla, memainkan peran penting dalam perang saudara abad ke-9, dan menjadi salah satu keluarga terkemuka di kota itu. Selanjutnya, keturunan Khalid dikenal dengan sebutan Banu Khaldun.

Keluarganya berasal dari Hadramaut dan silsilahnya sampai kepada seorang sahabat nabi yang bernama Wail bin Hujr. Beliau pernah meriwayatkan sejumlah hadis Nabi, serta pernah pula dikirim oleh Nabi untuk mendakwahkan Islam kepada penduduk daerah itu. Kemudian, Khalid ibn ‘Utsman, memasuki Andalusia bersama orang arab penakluk di abad 8 M karena tertarik dengan kemenangan-kemenangan umat Islam.

Anak cucu Khalid membentuk keluarga besar yang di berinama bani khaldun. Bani ini pertama kali berkembang di kota Qarmunah di Andalusia. namun, ketika dinasti al-Muwahhidun mengalami kemunduran di Andalusia dan kekuasaanya jatuh ke penguasa Kristen, Bani khaldun pindah ke Tunisia.

Ayah ibn khaldun Abu Abdillah Muhammad terkenal ahli dalam bidang al-Qur’an, ilmu hukum islam, dan sastra arab. Dari ayahnya ibn khaldun belajar membaca dan menghapalkan al-Qur’an dan fasih dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca al-Qur’an). Tahun 1349, ayah dan ibunya meninggal saat bencana Black Death menyerang Tunisia.

Ibnu Khaldun juga belajar berbagai disiplin ilmu yakni tafsir, hadist, fiqh, dan gramatika bahasa arab dari sejumlah guru yang terkenal di Tunisia. Ia adalah pemikir dan ilmuan muslim yang pemikirannya di anggap murni dan baru pada zamannya.

Masa Pendidikan

Ibn Khaldun tumbuh dan berkembang sebagai orang yang mencintai ilmu. Ia sejak kecil sudah menghapalkan al-Qur’an dan mempelajari tajwid secara baik. Masa pendidikan ibn khaldun berada di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun antara 1332 sampai 1350 M. Gurunya yang pertama adalah ayahnya sendiri yang bernama Muhammad ibn Muhammad telah mendidik ibn khaldun secara tradisional mengajarkan dasar-dasar agama islam karena ibn khaldun adalah seorang yang berpengetahuan agama sangat luas.

Baca juga:   Bid'ah Besar

Namun pendidikan ibn khaldun dari ayahnya tidak berlangsung lama karena ayahnya wafat pada tahun 1349 M akibat serangan penyakit The Black Death. Selain dari ayahnya ibn khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu di Tunis seperti ilmu fiqh, bahasa, sastra, sejarah, juga belajar ilmu mantiq dan filsafat. selain itu ibn khaldun juga mempelajari ilmu politik geografi, ekonomi dan lain-lain. ini menunjukkan bahwa ibn khaldun punya kecerdasan yang sangat luar biasa.

Aktifitas Politik Praktis

Karier politik Ibnu Khaldun dimulai dengan mengabdi kepada pemerintahAbu Muhammad ibn Tafrakin pada tahun 751 H/ 1349 M. Pada pemerintahan ini,Ibnu Khaldun menduduki jabatan sebagai penulis kata-kata al-hamdulillah dan al-shukrulillah dengan pena serta tulisan basmalah yang mengawali surat atauinstruksi. Jabatan ini membutuhkan suatu keahlian di bidang mengarang sehinggarangkaian kata-kata syukur dan isi surat dapat terpadu menjadi satu kesatuan tulisan yang serasi.

Setelah Tunis di serang oleh Amir Qusanthinah, Ibn khaldun pindah ke Baskarah, dan di angkat menjadi anggota majlis ilmu pengetahuan di Fez (maroko) dan menjadi pengawal sultan, saat itu umutnya 20 tahun. Kemudian oleh sultan Abu Inan di angkat menjadi sekretaris sultan. Setelah menikah dan dua tahun mengabdi, sultan imencurigainya bersekongkol dengan Amir Abdullah al-Hafsi yang akan memberontak pada tahun 758 H/ 1356 M.

Kemudian ia di masukkan kedalam penjara selama dua tahun lalu di bebaskan oleh wazir al-Hasan bin Umar dan mengabdikan diri pada penguasa barunya yakni Ibnu Salim. Ia di angkat menjadi sekertaris negara dan pegawai tinggi dalam soal hukum dan pelanggarannya.

Setelah terbunuhnya Ibn Salim dalam satu pemberontakan di istananya, tahun 764 H / 1361 M ibnu khaldun mengadakan perjalanan ke Andalusia, Gibraltar, dan Granada yang ternyata sultannya yakni Muhammad ibn Yusuf bin Ismail bin Ahmar adalah sahabat karibnya. Di Granada ibnu khaldun di percaya menduduki jabatan sekertaris dan penulis pidato-pidato sultan. Saat itu umurnya 30 tahun.

Tahun765 H / 1364 M, Ibnu Khaldun di utus oleh Bani Ahmar sebagai duta ke istana raja Pedro l (raja Kristen Castile dan Seville) untuk mengadakan berbagai perundingan. Di sana ia melihat monumen-monumen nenek moyangnya. Ibnu Khaldun menyebutkan bahwa Pedro memperlakukannya dengan sangat murah hati, menyatakan kepuasannya atas kehadirannya dan menunjukkan keunggulan nenek moyang mereka di Sevilla. Pedro bahkan menawarinya jabatan dan berjanji untuk memulihkan tanah leluhurnya, tetapi Ibnu Khaldūn dengan sopan menolak.

Namun, ia dengan senang hati menerima desa yang diberikan sultan Granada kepadanya. Tetapi, perdana menteri yang sangat berkuasa, Ibn al-Khaṭīb, menentangnya dan menimbulkan kecurigaan mengenai kesetiaannya.

Sekali lagi, Ibnu Khaldūn merasa perlu untuk pergi, dan ia kembali ke Afrika. Tak lama ibnu khaldun meninggalkan Andalusia pada pertengahan tahun 766 H / 1364 M menuju Bijayah. Di Bijayah Ibnu Khaldun disambut dan diberi kedudukan sebagai perdana menteri oleh Abdullah Muhammad al-Hafsi. Disini ia juga menjadi dosen ilmu hukum di Bijayah. Namun ada pergolakan politik di Bijayah, Ibnu Khaldun kemudian pergi ke Baskarah. Setelah itu, ia tinggal selama enam tahun di Baskarah. Setelah dari Baskarah ibnu khaldun menuju Tilmisan, di sana ia di tawari kedudukan sebagai perdana mentri Tilmisan tapi di tolaknya.

Setelah selesai mengarang kitabnya al-‘ibar, ia pulang ke Tunisia kemudian tinggal selama kurang lebih empat tahun 780-784 H / 1378- 1382 M. Kemudian pergi lagi ke Iskandaria, menuju ke Kairo di Kairo ia di beri kesempatan mengajar di Universitas al-Azhar.

Pada 786 H / 1384 M Ibnu Khaldun mendapatkan jabatan baru sebagai ketua pengadilan, untuk yang pertama kalinya 786-786 H / 1384-1385 M. Tahun 787 H / 1385 M ia turun dari jabatan itu setelah satu tahun. Tahun 801 H / 1399 M Ibnu Khaldun dipilih kembali menjadi ketua pengadilan Malikiah. Pada tahun itu pula sultan Zahir Burquq wafat dan digantikan oleh putranya sultan al- Nasir Faraj.

Terakhir ibnu khaldun mengalami naik turun jabatan di Kairo hingga menjelang wafatnya tahun 808 H.

Setelah ibn khaldun malang melintang di dunia politik ia merasa sudah lelah berada dalam urusan politik. Ibn khaldun memutuskanmemasuki tahap kehidupan baru yang di sebut dengan khalwat ibn khaldun.

Baca juga:   Kristenisasi: Definisi, Tujuan, Wasilah dan Cara Menghadapinya

Masa khalwat ini di alami ibn khaldun dalam jangka empat tahun pada tahun 1374 sampai 1378 M. Beliau mengasingkan diri di tempat terpencil yaitu rumah bani ‘Arif di dekat benteng Qal’at ibn salamah dan kemudian tinggal di sana dari 776-780 H/ 1374-1378 M.

Dalam masa ini Ibn khaldun dapat menyelesaikan karyanya yang sangat terkenal yaitu al- ‘ibar, kitab ini berisi kajian sejarah yang di dahului oleh pembahasan tentang masalah masalah sosial manusia yang popular dengan sebutan Muqaddimah ibn khaldun dan sekaligus merupakan jilid pertama dari kitab al-‘ibar. Setelah menyelesaikan karyanya ibnu khaldun merevisi dan melengkapinya.

Untuk mengetahui biografi lengkap dan metode penulisan sejarah Ibnu Khaldun, sila kunjungi artikel kami di https://ahmadbinhanbal.com/metodologi-penulisan-sejarah-islam-ibnu-khaldun/.

Epistemologi Multipleks Ibn Khaldun

Secara umum, sering diyakini bahwa sosiologi berasal dari Eropa pada abad ke-19, dengan Auguste Comte sebagai bapaknya. Namun, gagasan-gagasan yang bersifat sosiologis telah ditemukan dalam karya sejarawan dan filsuf Afrika Utara abad ke-14, Ibn Khaldun. Dalam kuliah ini, kami bertujuan untuk mengungkap dan memahami pendekatan multi-lapisan Ibn Khaldun terhadap ilmu sosial, yang kami sebut sebagai Epistemologi Multipleks atau Epistemologi Berlapis-Ganda (Marathi’ Ulum).

Epistemologi Multipleks ini menunjukkan bahwa Ibn Khaldun, dan ulama klasik Muslim pada umumnya, menerima berbagai jenis pengetahuan yang tersusun dalam sistem hirarkis. Pendekatan ini berakar pada pandangan ontologisnya, yang juga bersifat multipleks—yakni, hirarki pengetahuan sejajar dengan hirarki eksistensi.

Tiga Jenis Pengetahuan

Menurut Ibn Khaldun, terdapat tiga jenis pengetahuan utama yang sesuai dengan tiga tingkatan eksistensi (dunia materi, dunia non-materi/Malakut, dan dunia Ilahi):

1. Pengetahuan yang Diperoleh (Ilm Kasbi)

Pengetahuan ini diperoleh melalui penalaran, penelitian, atau riset. Ini adalah pengetahuan ilmiah atau akademik yang dihasilkan oleh proses rasional. Ini berhubungan dengan Dunia Material (Alam Al-Ajsam).

2. Pengetahuan yang Dihadiahkan (Ilm Ladunni atau Kashf/Ilham)

Ini adalah pengetahuan yang dianugerahkan oleh Allah, diterima melalui inspirasi ilahi (ilham) atau pembukaan hati (kashf). Pengetahuan ini tidak didapatkan melalui proses rasional di dalam pikiran, melainkan diberikan kepada orang-orang yang saleh sebagai karunia. Fakultas aktif untuk pengetahuan ini adalah hati manusia (Qalb). Hal ini dikaitkan dengan Dunia Non-Materi (Alam Al-Malakut).

3. Pengetahuan Kenabian

Ini adalah jenis pengetahuan yang sangat istimewa, yang hanya dapat diakses oleh para nabi dan utusan Allah, serta diterima melalui wahyu ilahi. Pengetahuan ini berhubungan dengan Dunia Ilahi.

Sumber Pengetahuan Objektif dan Subjektif

Dalam sistem Epistemologi Multipleks, terdapat dua kategori sumber pengetahuan:

A. Sumber Objektif: Sumber-sumber ini dapat digunakan sebagai dasar argumen di ruang publik, seperti di pengadilan, sekolah, atau debat umum. Sumber-sumber tersebut meliputi:

  1. Persepsi Indrawi (Sense Perception)
  2. Akal/Nalar (Reason)
  3. Wahyu/Laporan (Revelation/Reports)

B. Sumber Subjektif: Ini adalah pengetahuan yang bersifat pribadi, yang tidak dapat dijadikan fondasi argumen (dalil) di ruang publik, untuk fatwa, atau dalam penelitian akademik. Sumber-sumber ini meliputi:

  1. Intuisi
  2. Mimpi
  3. Inspirasi (Ilham)
  4. Pembukaan Mata Hati (Kashf)

Ibn Khaldun menerima semua sumber ini. Ia menekankan bahwa akal dan persepsi indrawi memiliki batasnya. Inilah mengapa Pengetahuan Kenabian dibutuhkan, untuk menginformasikan kita tentang tingkat eksistensi yang lebih tinggi yang berada di luar jangkauan akal dan indra.

Transgresi Epistemologis

Para ulama Muslim menetapkan batasan penggunaan setiap sumber pengetahuan. Menggunakan akal atau persepsi indrawi untuk menyelidiki hal-hal yang berada di luar domainnya, seperti rincian kehidupan di akhirat (metaphysical world), dianggap sebagai transgresi epistemologis.

Ibn Khaldun menulis, “Akal adalah timbangan yang benar. Namun, akal tidak boleh digunakan untuk menimbang hal-hal seperti Ke-Esaan Tuhan, dunia lain, kebenaran Kenabian, karakter sejati sifat-sifat Ilahi, atau apa pun yang berada di luar level akal.”

Ini diibaratkan seperti seseorang yang mencoba menimbang gunung dengan timbangan kecil yang digunakan untuk menimbang emas. Akal itu baik, tetapi ia memiliki batasnya.

Implikasi pada Teori Politik

Epistemologi Multipleks Ibn Khaldun memiliki implikasi langsung pada teori politiknya (Mulk), yang juga dibagi menjadi tiga jenis:

  1. Politik Alamiah (Natural Politics): Kekuasaan politik yang menyebabkan rakyat bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan alamiah.
  2. Politik Rasional (Rational Politics): Kekuasaan yang menyebabkan rakyat bertindak sesuai dengan akal, untuk mencapai kepentingan yang layak dan menghindari hal-hal yang merugikan.
  3. Politik Religius (Religious Politics): Kekuasaan yang menyebabkan rakyat bertindak sesuai dengan wawasan keagamaan, mempertimbangkan kepentingan mereka di dunia dan akhirat.
Baca juga:   Biografi dan Pemikiran Muhammad Abid Al-Jabiri

Pengakuan Ibn Khaldun terhadap wahyu sebagai sumber pengetahuan adalah yang memungkinkannya membuat klasifikasi Politik Religius ini, mencerminkan pemahaman multipleksnya tentang kekuasaan dan pemerintahan.

Nasihat untuk Para Penuntut Ilmu

Di akhir karyanya Muqaddimah, Ibn Khaldun memberikan nasihat penting kepada para penuntut ilmu. Ia mendorong mereka untuk membuang kesulitan dan keraguan, dan—sebuah kutipan yang sangat menarik—untuk:

“Buanglah tabir kata-kata dan hambatan keraguan. Tinggalkan semua prosedur teknis dan berlindunglah pada ranah kemampuan alamiah untuk berpikir yang diberikan kepadamu oleh alam.”

Ia menekankan agar kita fokus pada kebenaran di balik kata-kata, dan menggunakan kemampuan berpikir alami (fitrah) yang telah diberikan. Logika itu penting, tetapi bukan segalanya. Berpikir, menurut Ibn Khaldun, adalah awal dari tindakan manusia dan pengetahuan baru, yang pada gilirannya melahirkan peradaban dan ilmu pengetahuan.

Epistemologi Multipleks ini menawarkan kerangka kerja yang komprehensif yang dapat menyatukan berbagai pendekatan pengetahuan yang saat ini terpecah, dan memberikan solusi bagi krisis ontologi, epistemologi, dan etika yang dihadapi peradaban modern.

Sumber

Jumal Ahmad “Metodologi Penulisan Sejarah Islam: Telaah Terhadap Metode Ibnu Khaldun”, ahmadbinhanbal.com (blog), September 05, 2023 (https://ahmadbinhanbal.com/metodologi-penulisan-sejarah-islam-ibnu-khaldun/, diakses September 19, 2023)

Mukerrem Miftah, Multiplexity in Civilization Studies: Insights from Ibn Khaldun and Said Halim Pash. Journal of Ibn Haldun Studies Ibn Haldun University 3(2):203-224. DOI: 10.36657/ihcd.2018.45 (Tautan Researchgate)

Centre for Asian and Middle Eastern Studies, “Islam As An Open Civilization: Multiplexity | Lecture 03 | Prof. Dr. Recep Senturk” YouTube video, 1:27:33. 26 September 2021 https://youtu.be/a9-UJp1NAi0

Centre for Asian and Middle Eastern Studies, “Ibn Khaldun On Knowledge: Multiplex Epistemology| Prof. Dr. Recep Şentürk” YouTube video, 1:15:56. 16 Maret 2023 https://www.youtube.com/watch?v=RDEYTrewtbE

FAQ

Apa yang dimaksud dengan Epistemologi Multipleks menurut Prof. Dr. Recep Şentürk?

Epistemologi Multipleks adalah epistemologi multi-lapisan (multi-layered epistemology) yang diyakini oleh ulama Muslim klasik seperti Ibn Khaldun.

Konsep ini menolak reduksionisme dan menegaskan bahwa terdapat berbagai jenis dan sumber pengetahuan (Maratib Ulum) yang tersusun dalam hierarki, yang sejajar dengan hierarki eksistensi (ontologi).

Sebutkan dan jelaskan tiga jenis pengetahuan utama dalam sistem Ibn Khaldun.

Ada tiga jenis pengetahuan yang sesuai dengan tiga tingkat eksistensi:

Pengetahuan yang Diperoleh (Ilm Kasbi): Didapat melalui penalaran dan riset (ilmiah/akademik). Berkaitan dengan Dunia Material.
Pengetahuan yang Dihadiahkan (Ilm Ladunni/Ilham): Diberikan oleh Tuhan melalui hati/inspirasi. Berkaitan dengan Dunia Non-Materi (Alam Al-Malakut).
Pengetahuan Kenabian: Diperoleh melalui wahyu ilahi. Berkaitan dengan Dunia Ilahi.

Apa perbedaan utama antara sumber pengetahuan Objektif dan Subjektif?

Sumber Objektif: Dapat digunakan sebagai dasar argumen (dalil) di ruang publik, seperti penelitian atau pengadilan. Contohnya adalah Indra, Akal/Nalar, dan Wahyu/Laporan.

Sumber Subjektif: Bersifat pribadi dan tidak dapat digunakan sebagai bukti di ruang publik atau akademik. Contohnya adalah Intuisi, Mimpi, Inspirasi (Ilham), dan Kashf (Pembukaan Mata Hati).

Apa yang dimaksud dengan ‘Transgresi Epistemologis’ (Epistemological Transgression)?

Ini adalah kesalahan metodologis yang terjadi ketika seseorang menggunakan sumber pengetahuan di luar domain yang sesuai untuknya. Contohnya adalah menggunakan akal atau persepsi indrawi yang terbatas untuk mencoba menimbang atau memahami urusan yang berada di luar jangkauan akal, seperti Ke-Esaan Tuhan atau detail kehidupan di akhirat.

Bagaimana Epistemologi Multipleks memengaruhi pandangan politik Ibn Khaldun?

Pengakuan terhadap berbagai sumber pengetahuan menyebabkan Ibn Khaldun mengklasifikasikan politik menjadi tiga jenis yang berbeda (Mulk):
Politik Alamiah (berdasarkan naluri/keinginan).
Politik Rasional (berdasarkan akal/nalar).
Politik Religius (berdasarkan wawasan keagamaan/wahyu).

Apa nasihat penting Ibn Khaldun kepada para penuntut ilmu yang dikutip dari Muqaddimah?

Nasihat kuncinya adalah untuk “Buanglah tabir kata-kata dan hambatan keraguan.” Ia mendorong pelajar untuk mengandalkan kemampuan nalar alami (fitrah) yang telah diberikan, dan fokus pada kebenaran yang ada di balik ungkapan formal.

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *